Bab 22

41.6K 5K 154
                                    

Dari pagi cuaca di sekitar rumah Yudha nampak mendung, kemungkinan besar akan turun hujan. Persis seperti suasana hati Yudha saat ini. Ditambah lagi saat ia melihat Mirna mulai mengeluarkan koper dari kamar. Ternyata perempuan itu tetap berpendirian untuk pergi dari rumahnya. Jujur ia sedih tidak berhasil menahan Mirna untuk tetap tinggal di rumahnya. Selain dirinya, tentu saja Leona yang paling sedih dengan kepergian Mirna.

Beberapa hari ini Leona sangat manja dengan Mirna. Setiap makan harus disuapin. Setiap tidur harus ditemenin dan dibacain dongeng. Bahkan Mirna tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah apapun karena Leona selalu minta ditemani olehnya.

Mirna bukannya tidak mau bertahan di rumah Yudha untuk menemani Leona. Tapi ia sudah bertekad ingin melanjutkan lagi kuliahnya. Keluarganya juga mendukung dan sangat senang dengan keputusannya ini. Ibunya dulu pernah bercita-cita kalau anak-anaknya bisa sekolah setinggi mungkin. Tentu keputusan ini bisa mewujudka cita-cita Ibunya.

"Saya anterin ya."

Mirna menoleh, dan mendapati Yudha berdiri dengan memakai kaos polos bewarna hitam dengan celana jeans sebatas lutut. Ia meneguk ludahnya melihat penampilan Yudha yang hari ini tampak menawan. Laki-laki itu sama sekali tidak terlihat tua sama sekali. Kemudian ia berdeham pelan sebelum menjawab. "Saya belum dapat kos-kosannya, Pak."

"Lho, kalo gitu kamu tinggal di sini aja dulu," sela Yudha dengan wajah senang.

Mirna menggeleng. "Saya mau tinggal di rumah kontrakan Jini, Pak. Nanti teman saya yang nganter saya cari kos-kosan."

"Kalo gitu saya anterin ke rumah kontrakannya Jini," sahut Yudha.

Mirna menggeleng, berusaha untuk menolak. "Saya bisa naik taksi online, Pak."

"Saya anterin aja," ucap Yudha tidak mau dibantah. Ia mengambil kunci mobil dan memasukkan koper milik Mirna ke bagasi mobil. "Leona pasti sedih nanti. Waktu dia pulang sekolah, dia nggak nemuin kamu di rumah," ucapnya setelah berada di dalam mobil.

Mirna terdiam. Dalam hati ia juga sedih saat harus meninggalkan Leona. Ia bahkan sengaja memilih pergi saat gadis itu masih berada di sekolah.

Saat tahu hari ini Mirna akan keluar dari rumahnya, Yudha rela bolos kerja. Ia ingin mengantar Mirna langsung ke tempat tinggal barunya. Tentu saja ini ia lakukan agar ia mengetahui dimana Mirna akan tinggal.

"Saya juga sedih harus ninggalin Leona, Pak," gumam Mirna pelan.

"Kamu nggak sedih ninggalin saya?"

Mirna memilih tidak menjawab pertanyaan Yudha.

Yudha menghela napas lelah. Mungkin pertanyaannya terlalu sulit untuk dijawab oleh Mirna. "Oh ya, kamu beneran pernah kerja di sawah?" tanyanya mengalihkan topik pembicaraan.

Mirna mengangguk.

"Emang nggak panas?"

"Panaslah, Pak. Pake nanya segala," gerutu Mirna. "Makanya saya nggak mau disuruh kerja di sawah. Saya milih ke Surabaya buat cari kerja. Eh, bukannya dapet kerja di perusahaan, malah kerja di rumah Pak Yudha," lanjutnya.

"Emang siapa yang nyuruh kamu kerja di sawah?"

"Ibu saya," jawab Mirna. "Saya disuruh cabutin rumput liar atau disuruh bantuin milih kacang yang lagi dijemur," lanjutnya.

"Tunggu dulu." Ada satu pemikiran yang melintas di kepala Yudha. "Ini sawahnya punya siapa?" tanyanya curiga.

"Punya Bapak saya sendiri," jawab Mirna dengan cengiran lebar. "Bapak punya sawah di kampung. Jadi, saya disuruh bantuin ngurus sawah-sawahnya Bapak."

Gara-Gara Paylater (Completed)Where stories live. Discover now