73 - so close, yet i can't reach you

2K 289 341
                                    

Saat sampai di titik yang Gopal maksud, Solar dapat melihat tempat bekas pabrik yang sangat luas itu. Ia langsung bergegas turun dari mobil. Pemandangan di depannya sangat seram dan mencekam.

Bisa dibilang tak ada warna lain selain monokrom. Mungkin itu semua disebabkan oleh kepulan asap tebal yang diperburuk oleh kabut musim dingin. Suasana yang menusuk itu membuat sang pengendali cahaya semakin takut.

Ia langsung berlari mendekati tempat itu, tidak menghiraukan panggilan Gopal yang berusaha menghentikannya dan menyusulnya.

Namun, segera setelah jaraknya cukup dekat untuk dapat melihat apa yang terjadi di dalam, hatinya kini terasa hancur. Bagaimana tidak? Ia kini dapat melihat sosok sang kakak. Sang mentor bermanik safir itu terlihat begitu kacau. Coat panjang berwarna putihnya terlukis merah oleh darah. Wajahnya pun dipenuhi darah. Ia dapat melihat sang kakak yang mengeluarkan darah dari mulutnya, yang melangkah sempoyongan, yang setiap geraknya terlihat seakan ia menahan sakit dan terus memaksakan diri.

Solar berlari kesana, namun ada dinding pelindung yang memisahkan area pertarungan Taufan dengan dunia luar. Solar berusaha menembusnya dengan kekuatannya, namun gagal. Berkali-kali ia mencoba segala cara. Namun bahkan serangan gerhana miliknya tidak berhasil membuat keretakan pada lapisan pelindung itu.

Sertakan kakaknya berada di dalam. Ia sedang dalam bahaya. Solar ingin membawanya pergi dari situ secepat mungkin. Atau setidaknya membantunya dalam menghabisi musuh-musuh itu.

Manik silvernya membelalak bulat saat tangan besi sang prajurit menembus dada sang mentor bermanik safir. Rasanya waktu benar-benar seakan berhenti. Pemandangan bagaimana sang mentor dengan tidak berdaya membatukkan banyak sekali darah dari mulutnya karena serangan itu membuat Solar merasa bahwa dunianya hancur seketika.

"kak Taufan!" panggilnya dengan desperate. Ia kini tak peduli lagi, ia menghantam dinding pelindung itu berkali-kali, berusaha memaksa dinding itu untuk terbuka secara paksa, lagi dan lagi.

"kak, jangan lakukan hal gila itu kak! Ayo kita pulang—" ucapnya saat melihat Taufan mengerahkan kekuatannya untuk menjadi shield yang mengurung sang puppeteer. "Kak! Dengarkan aku!" teriaknya lagi.

Namun sayangnya, ucapannya tak digubris. Entah apakah karena tak terdengar, atau karena Taufan memilih untuk mengabaikannya. Namun ia tetap lanjut memanggil sang mentor.

"Kak!"

"Kakak!"

"Kak, aku mohon— " , entah sudah dari kapan air matanya mengalir tanpa izin.

Akhirnya ia mendapatkan atensi dari sang mentor. Namun sosok yang sedari tadi berusaha ia panggil itu, kini seakan akan memudar sebentar lagi. Manik safirnya itu tak memiliki satupun kilauan. Sangat tumpul. Seakan sudah tak lagi memiliki kehidupan.

Walau terhalang dinding pelindung, dan ia tak dapat mendengar suara Taufan yang ia asumsikan pasti sangat pelan karena tak lagi memiliki tenaga yang tersisa, ia dapat membaca gerak mulutnya.

"...murid kesayanganku" ucapnya sambil berusaha membaca gerak bibir sang mentor. Hatinya perih. Perih sekali. Air mata yang sedari tadi memenuhi kelopak matanya mengalir deras. ia menatap sang sosok yang melepas paksa tangan besi itu dari tubuhnya. Ia menatap horor sosok sang mentor yang perlahan kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke dataran.

Ia kini mengerahkan segalanya agar dapat menembus dinding itu. Ia harus kesana. Sang mentor membutuhkan bantuan bukan? Ia harus kesana dan segera membawanya mendapatkan pertolongan pertama—

Ia harus—

Dinding itu terbuka tiba-tiba. Asap bekas pertarungan di dalam berhamburan keluar. Gopal yang dari tadi berusaha membantu menghancurkan dinding itu namun gagal, dan ia yang sedari tadi berusaha untuk menghentikan Solar untuk memukul dinding itu dengan tangan kosong karena tangan Solar yang sudah berbalurkan darah itu sama terkejutnya.

Ia pun sama, air matanya pun sedari tadi sudah berderai. Ia tak kuat melihat sang sahabat terluka seperti itu. Dia sudah melalui banyak hal buruk untuk tahu bahwa ini sudah terlambat. Karena itu, saat Solar berlari kedalam ia berusaha menghentikannya. Bukan apa-apa, hanya saja konsentrasi racun di dalam protective dome itu terlalu tinggi. Tubuh mereka semua bisa dalam bahaya jika menghirupnya.

Dan mengetahui bahwa Taufan bertarung dalam tempat dengan konsentrasi racun sepekat ini, ditambah dengan lukanya..

Si bodoh itu. Tidak tuannya maupun dia.. selalu saja seperti ini. Batin Gopal menahan rasa sakit pada hatinya.

"Solar jangan, kadar racunnya sangat pekat di dalam— "

Namun tentu saja, Solar tidak menggubrisnya. Hanya ada satu hal di benaknya. Menghampiri Taufan. Itulah satu-satunya tujuan yang bisa ia pikirkan. Ia harus segera membawanya untuk mendapatkan pertolongan.

Gopal berusaha menahan tangan Solar namun Solar menepisnya sekuat tenaga. Lalu, ia merasakan ada sesuatu yang aneh. Medan disini memiliki anti-spirit zone yang entah muncul sejak kapan. Karena sedari tadi Taufan bisa menggunakan kekuatan anginnya untuk menyerang, yang berarti anti-spirit zone itu baru aktif sekarang.

Perasaan Solar memburuk. Ia bergegas menghampiri sang kakak, namun—

Kepulan asap yang muncul tiba-tiba di sekitar sang kakak membuat langkahnya terhenti sepersekian detik.

Dan setelah itu dia dengan sigap menghampiri tempat berasap itu. Asap itu menghilang, bersamaan dengan sang kakak.

Sosok kakaknya. Sosok mentornya menghilang.

Tak dapat ditemukan, membuat dirinya dibaluti rasa panik yang memenuhi sekujur tubuhnya. Ia membeku. Sampai jam tangannya memberikan sinyal glitch dan logo Angin, logo milik Taufan, kini menghilang sepenuhnya.

"tidak..." gumamnya pelan. ia dengan membabi buta terus menerus mencari dengan panik di sekitar situ.

Namun tiba-tiba ada alarm di tempat itu. Gopal sangat mengetahui apa yang akan terjadi setelah alarm itu berbunyi. Ia berusaha menghampiri Solar dan membawanya pergi namun ia bahkan tak sempat.

.

.

.

Asap mengepul, dan seluruh prajurit besi itu meleleh tanpa sisa. Hal itu tadi adalah bom dari sistem keamanan tempat research illegal untuk menghapus jejak dari percobaan terlarang mereka.

Saat ia tersadar, dia sudah berada di luar pabrik itu. Akar menjalar itu menjerat tubuh Solar dan Gopal. Akar itu yang berhasil membawa mereka kabur tepat waktu.

"Thorn?" ucap Gopal, merasakan bahwa nyawanya hampir melayang tadi.

Thorn menunjukan manik emerald nya yang dipenuhi kesedihan dan kepasrahan. "aku baru selesai misi saat mendengar tentang kejadian di agensi. Aku melihat mobil kalian dan berusaha mengikuti." Ucap Thorn.

Solar masih terdiam. Kakinya yang terluka karena tadi pendaratannya cukup kasar ke lahan berbatu ia abaikan. Ia berusaha mendekat ke tempat ledakan tadi. Thorn menggunakan akarnya yang melilit satu tangan Solar untuk menghentikannya.

"lepas." Ucap Solar.

"tidak." Jawab Thorn.

"Aku bilang lepas! Aku harus mencarinya!" bentak Solar sambil menarik paksa tangannya.

Thorn terdiam, air matanya menitik, "kau juga sudah tahu Solar. Seberapa hebat pun kita mencari di tempat itu, tak akan ada hasilnya." 


to be continued

// Author's Note //

pov solar nih bos. 

btw aku besok uas jadi gajanji bisa update secepat skrg, but seperti biasa, jangan lupa komen ya gess

BOBOIBOY - AGENT AU [IDN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang