MOMEN 9 - KEADAAN KELANA

177 34 8
                                    

Guys, maaf banget ya. Molor update. Harusnya Sabtu, malah udah Senin. Aku update 2 part yaaa. Enjoy. Jangan lupa ramaikan.

***

Motor Bian melaju seperti video yang pemutarannya dipercepat. Beberapa kali, motor hitamnya itu menyalip kendaraan lain di sela-sela jalanan Jakarta yang cukup padat. Saat ini, rasa lelah yang Bian rasakan dari tadi siang seolah telah menghilang. Dan itu karena Kelana.

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk Bian sampai di tempat tujuan. Dia buru-buru menyisikan motor di depan gerbang SMA Krida Utama. Setengah meloncat, dia turun dari motor. Disusul gerakkan mengguncang gerbang dengan cukup keras.

"Hallo, Pak!" teriak Bian.

Letak pos satpam di sekolah itu memang cukup jauh dari gerbang depan. Mungkin sepuluh meter. Makanya, Bian harus benar-benar berteriak kencang.

"Pak!" Lagi, suara itu semakin keras dibarengi dengan gerakkan mengguncang pagar. "Woy, satpam!"

Setelah teriakkan itu, Bian melihat geliat badan dari bawah jendela.

"Pemalas!" ketus Bian. Dia melihat jam yang baru pukul delapan.

Seorang satpam keluar dari pos jaga dengan gerakkan pelan. Bian bisa menangkap wajah bantal lelaki gempal yang diperkirakan berumur empat puluh tahun itu.

"Pak. Saya bisa masuk?" tanya Bian setelah lelaki itu ada di depannya.

Lelaki tadi memperhatikan Bian dari atas sampai bawah. "lu sape?"

Bian mendengkus pelan. "Saya salah satu murid SMA Unggulan Bina Bakti. Saya ke sini mau nyari temen saya yang hilang."

"Hah?" Lelaki itu seperti tidak percaya dengan pernyataan Bian. "Lu jangan macem-macem. Jangan-jangan lu punya niat nggak bener!"

"Saya salah satu pemain basket yang tadi tanding di sini, Pak." Bian berusaha sabar. "Saya mohon, izinkan saya masuk. Saya harus nyari Lana. Ibunya sedang sakit di rumah sakit. Saya ...."

"Dari tadi, gue di sini!" tegas satpam itu. "Nggak ada yang mencurigakan. Jadi jangan nyari-nyari alasan. Lu ...."

"Pak. Saya bisa masuk ke ruang CCTV sekitar toilet?" Bian memotong ucapan satpam tadi. "Itulah satu-satunya bukti buat dapetin petunjuk keberadaan Lana."

"Emang lu siapa mau masuk ke ruang CCTV?" Satpam itu terlihat menyebalkan. "Lagian, ruang CCTV nggak bisa dimasuki oleh sembarang orang. Gue nggak bisa masuk gitu aja."

"Tapi, Pak ...."

"Pergi!" Tangan satpam itu mengacung. "Pergi atau gue kasih pelajaran?"

Bian menelan ludah. Sekarang, wajahnya terihat semakin tegang. Dia tidak mungkin pergi begitu saja. Sementara, sampai sekarang Kelana sama sekali belum diketahui keberadaannya. "Pak, saya mohon."

"Maling!" teriak satpam itu.

Bian kontan memundur. Ada gelengan tidak percaya dari Bian. Namun, dia juga tidak bisa menyalahkan satpam. Dugaan Bian soal Kelana yang masih ada di sekolah ini sangat kecil. Tidak ada bukti kuat.

"Makasih, Pak," ucap Bian pelan, disusul gerakkan berbalik dari hadapan gerbang.

Lana, sorry, gue nggak bisa masuk!

***

Sudah tak terhitung, berapa tetes peluh yang jatuh dari wajah Kelana. Dari tadi siang, dia berusaha lepas dari ikatan tali tambang. Dia juga berusaha bersuara supaya ada orang yang mendengar. Nihil, Kelana tidak berhasil. Tangannya malah semakin sakit. Bibirnya juga terasa baal seolah tidak ada aliran darah di sana.

Glow Up Moment (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang