MOMEN 14 - Masalah Baru

127 22 3
                                    

Yeah. Update niih gengs. Jangan lupa tinggalkan jejak yaaa.

***

Kelana berdiri di depan toko yang masih tutup. Dia mengamati nama toko yang menempel di dinding atas. Toko Kertarani. Saat pertama kali sadar jika nama toko itu nama dirinya, Kelana tertawa terbahak-bahak. Dia tidak menyangka, sang mama menjadikan namanya tercetus di toko itu. Namun sekarang, tawa itu seolah pergi jauh. Melihat nama itu, Kelana malah ingat mamanya yang tengah sakit. Selama Kelana hidup, baru kali ini dia melihat mamanya tidak berdaya seperti itu.

"Lana."

Kelana menengok ke belakang.

"Mamamu gimana? Udah baikan?"

"Eh, Mbak." Kelana tersenyum lebar. "Mama masih dirawat."

"Semoga cepat pulih ya, Lan," ucap perempuan itu, pemilik toko sebelah.

Setelah berbincang sejenak dengan pemilik toko sebelah, Kelana memilih membuka gembok toko dan menggeser folding gate hingga toko benar-benar terbuka. Tanpa waktu lama, dia membereskan banyak pakaian yang kemarin belum sempat mamanya bereskan.

"Ma, Ma ...." Kelana tengah melipat celana jeans. "Kenapa Mama masih ngotot nggak mau operasi, Ma?" Kelana seolah sedang berbicara dengan mamanya. "Padahal, penanganan dengan operasilah yang bisa bikin Mama cepet pulih."

Tadi pagi, Kelana memang sempat mengobrol tentang arahan dokter soal operasi. Seperti biasa, Ami tidak setuju. Dan Kelana pun tidak heran dengan tanggapan mamanya. Dari dulu, Ami paling takut untuk mencoba penanganan dengan sistem operasi. Atau sebenarnya, ini ada hubungannya dengan uang?

Kelana tahu betul kondisi keluarganya. Ibunya banting tulang berjualan demi bisa menghidupi dirinya dan Kelana. Belum lagi biaya sekolah yang cukup besar di Jakarta. Rasa-rasanya, masalah keuangan ini menjadi masalah utama.

Bukan hanya perihal biaya hidup dan pendidikan. Bukankah setahun terakhir Ami mulai rutin berobat dan check up? Biaya sekali berobat saja sudah besar. Jika dihitung-hitung, biaya itu sudah menyentuh angka puluhan juta.

Sekarang, Ami dihadapkan dengan operasi jantung. Kelana sempat mencari tahu soal biaya operasi yang mencapai ratusan juta. Kelana tidak yakin jika ibunya punya uang sebanyak itu.

"Apa gara-gara itu juga Mama nggak mau operasi?" Lagi, Kelana berbicara sendiri. Sekarang, tangannya tidak pernah diam untuk menggantung mini dress di rak gantung.

Kelana tahu betul, sang mama tidak pernah terang-terangan bilang, "Nggak ada uang!" Bahkan saat Kelana meminta biaya untuk kegiatan sekolah pun, Ami akan selalu bilang, "Seminggu lagi ya, Lan. Insya allah nanti ada."

Dulu, jawaban seperti itu terasa biasa saja karena mamanya memang bisa menepati janji. Setelah ada masalah ini, Kelana baru sadar jika sebenarnya itu jawaban halus dari, "Belum ada uang!" Dan ya, bisa jadi, alasan mamanya menolak operasi di situasi sekarang salah satunya memang karena masalah ekonomi.

"Papa, aku mau baju itu ....."

Perhatian Kelana beralih ke seorang anak perempuan yang sedang berjelendot di tangan seorang bapak muda. Mereka berdiri di toko pakaian anak-anak, tepat di depan toko milik Kelana.

"Mau yang mana, Sayang?" tanya lelaki itu dengan mesra. "Kamu pilih yang kamu suka, ya. Nanti, Bapak belikan."

Anak itu terlihat riang, berbanding terbalik dengan Kelana. Dada Kelana seperti ditusuk-tusuk paku berkarat saat melihat aktivitas tersebut. Hal itu membuat Kelana menunduk sejenak, lantas menekan dadanya sambil berusaha mengatur napas.

Kalau gue punya Bapak, mungkin saat ini gue nggak bakal pusing mikirin ini sendiri. Mungkin, Mama juga nggak perlu mikirin biaya ini itu, ucap Kelana di dalam hati.

Glow Up Moment (Tamat)Where stories live. Discover now