MOMEN 12 - MENGIKUTI KELANA

152 23 3
                                    

Guys, part 12 update niiih. Jangan lupa tinggalkan jejak yaaa.

***

DUA TAHUN LALU

Selama dua bulan lebih, Bian dipusingkan dengan perasaannya sendiri. Dia belum pernah merasa setertarik itu kepada perempuan. Beberapa kali, dia memang sempat mendekati cewek yang mengejar-ngejar dirinya. Namun, Bian justru tidak pernah tuntas menjalin hubungan. Setelah pendekatan selama seminggu, rata-rata Bian mundur. Berbeda dengan pendekatannya kepada Kelana yang terus berlanjut. Sekarang, masalahnya justru ada di Kelana. Belum ada tanda-tanda Kelana tertarik kepada Bian.

"Jadi gimana, Bro?" tanya Arya, teman sekelas sekaligus salah satu timnya di basket. "Udah dapet?"

Bian mendadak berhenti mengunyah mie ayam. Dari awal, dia sudah sangat percaya diri mengatakan jika dirinya akan bisa mendapatkan Kelana. Namun sampai sekarang, belum ada bayangan pasti akan hubungan yang diharapkan itu.

"Belum," jawab Bian pada akhirnya. "Santai aja. Baru dua bulan."

Mendengar jawaban Bian, cowok berkumis timis itu tertawa. "Bro, Bro, aneh lo. Cewek banyak yang ngantri. Ini malah milih cewek kayak Kelana."

Bian mendongak, lantas menjauhkan mangkuk makanan yang masih penuh. "Maksud lo ngomong kaya gitu apa?"

"Semua orang tau kalau kelas sepuluh itu banyak yang cantik. Nah, di antara ratusan cewek keren, lo malah milih Kelana yang ..."

"Nggak cantik?"

Arya tidak menjawab.

"Bro." Bian menyeruput air putih sejenak. "Standar gue sama standar lo beda. Cantik versi gue ya kaya Kelana itu."

"Yang wajahnya gelap?" Arya terbengong.

"Ini bukan cuma soal warna kulit." Bian mengembuskan napas keras. "Heran gue sama orang-orang. Kenapa sih standar kecantikan seseorang itu harus dilihat dari warna kulit yang harus putih? Kapan-kapan, coba lo perhatikan Kelana. Dia manis banget. Yang paling gue suka, dia cewek paling nggak ribet yang pernah gue tahu."

Arya tidak lagi menanggapi ucapan Bian. Matanya terfokus ke Kelana yang datang bersama cewek berkerudung dan cewek berkacamata. Otomatis, Arya langsung menyenggol Bian. "Idaman lo, tuh."

Seperti seorang detektif, Bian sengaja merekatkan pandangan terhadap Kelana. Ke mana pun cewek itu bergerak, mata Bian ikut bergerak awas. Jika mungkin badannya yang lincah itu bisa lepas kapan saja dari jeratannya, tidak dengan seluruh tubuh yang terekam jelas lewat mata bulat Bian.

Kelana duduk di kursi paling depan bersama dua sahabatnya itu. Di mata Bian, Kelana seperti seorang siswa yang penuh kepercayaan diri. Terlihat dari cara dia duduk dan mengangkat tangan untuk memanggil salah satu pelayan di kantin. Berbeda dengan dua cewek yang duduk di kanan kiri Kelana. Mereka terlihat canggung dan kaku.

Kelana sudah lebih dari lima belas menit berada di kantin. Namun, pandangan Bian belum kunjung lepas dari Kelana. Bian tersenyum lebar saat mengamati Kelana memakan bakso dan sesekali menyeruput es jeruk.

"Woy ....."

Bian mengedip saat mendengar suara itu. Suara nyaring tersebut muncul tak jauh dari hadapan Kelana. Suara itu keluar dari mulut seorang cewek jangkung berambut agak pirang dan berkulit putih.

"Bisa pindah?" tanyanya.

Kelana mendongak. Disusul gerakkan kekanan dan ke kiri. "Gue?"

"Siapa lagi yang ada di bangku ini?"

Kelana mengerutkan kening. "Bangku kantin ini nggak ada pemilik khusus, kan? Maksud gue ...."

"Bangku ini udah sering gue dudukin dari awal masuk ke sekolah ini," potong Clarissa. "Jadi, lo sama temen-temen lo minggir."

Glow Up Moment (Tamat)Where stories live. Discover now