empat

626 91 5
                                    

Hai Readers! Ada yang kangen Author? Pasti nggak ada ya kan hihi.

Dahlah, tanpa banyak bacot. Langsung aja, happy reading!

****

Setelah memakan beberapa waktu. Akhirnya gadis itu sampai juga di depan gerbang kediaman abangnya.

Iya, pria bernama banyu tadi memaksa mengantarkan dia pulang. Demi kenyamanan habitat aslinya, tentu saja Kiran menolak dengan tegas ketika Banyu ingin mengantarkan dia ke rumah ibunda ratu tercinta. Big no!

"Besok-besok kita ketemuan lagi yuk," itu banyu, mereka sudah tepat berada di depan pintu gerbang rumah Sarah dan juga Keano.

"In Shaa Allah bang hehe," ucap Kiran dengan kekehan garing. Padahal dalam hatinya bilang nggak usah sekalian.

"Yaudah masuk gih, makasih buat hari ini ya. Saya seneng banget bisa ngobrol banyak sama kamu, nanti jangan lupa bales chat saya ya."

Kiran hanya membalasnya dengan senyuman kaku. Lalu masuk ke dalam kediaman abangnya dengan mulut penuh gerutu.

"Astagfirullah abang! Kalo mau jenguk dedek tu yo mbok di kamar!" Kiran menutup matanya yang sudah tercemar tingkah laku abangnya dengan sang kakak ipar.

"Apaan woy! Orang abang cuma kecup hidung istri doang, lebay kamu tu!"

Kiran menangkap bantal sofa yang dilemparkan oleh abangnya tadi, bergabung bersama abang dan kakak iparnya duduk di sofa ruang tamu yang berada tepat setelah pintu masuk.

"Cieee dianter pake paje**!"

"Abang apaan sih? Kiran nggak suka ya bang dibohong-bohongin gitu." Setetes air mata meluncur bebas di pipi putihnya.

Agak lebay sih, ya tapi begitulah Kiran jika kekesalan sudah sampai di ambang batasnya.

"Yang janji pergi traktir-traktir tu abang, bukan orang lain. Abang susah banget sih nepatin omongan sendiri," kiran berucap sembari terus menangis.

Keano merasa bersalah, Sarah meminta suami nya itu utuk menghampiri sang adik ipar dengan isyarat mata.

"Ya maaf, masa gitu aja nangis sih?"

"Abang tu nggak tau, tadi Kiran udah seneng banget bisa pergi sama abang lagi. Eh yang dateng malah orang lain, abang nggak tau kalo kiran sebenernya  lagi butuh tempat cerita, Kiran nggak bisa cerita sama mama karena takut mama kepikiran. Tapi abang kayaknya selalu ngegampangin segala sesuatu, selalu bercandain segala sesuatu," tangis gadis itu malah semakin kencang.

Keano beringsut memeluk adik satu-satunya itu. "Maaf ya sayang, abang nggak maksud gitu."

"Abang pasti juga nggak tau, kiran sakit udah hampir satu minggu ini. Tapi kiran nggak berani cerita sama siapa-siapa. Kiran juga lagi di titik jenuh kerja di perusahaan sekarang. Mau berenti tapi nggak bisa, nanti nggak bisa jajan semaunya Kiran," ucap Kiran yang akhirnya membalas pelukan dari abangnya.

"Iya-iya, abang salah. Abang minta maaf ya sayang," Kean mengecup puncak kepala Kiran. Gadis itu memang sudah tidak menangis lagi, tapi sisa-sisa isakannya masih bisa terdengar.

Sarah sudah beranjak dari ruangan itu, mungkin memberikan sepasang adik dan kakak itu ruang dan waktu agar bisa saling terbuka.

"Kenapa nggak bilang dari kemarin-kemarin? Bilang sama abang kamu sakit apa hm?"

"Asam lambung sama vertigo."

"Ih, masih muda udah vertigo aja ni anak," ucap Kean mengejek. Kan lagi-lagi ni orang. Orang lagi sedih juga.

Let's Get MarriedOnde histórias criam vida. Descubra agora