delapan belas

307 42 0
                                    

Dalam ketermenungannya, Sadewa kembali mengenang masa sekolahnya. Masah-masa yang katanya masa paling indah bagi sebagian orang, dan mungkin juga dibenarkan oleh dirinya sendiri. 

Diam-diam ia memendam rasa ketertarikan untuk adik kelasnya sendiri. Seorang gadis dengan rambut sebahu yang sering diikat separuh itu. Namanya Kirana Betari Santika, anak kelas sepuluh IPS dua, angkatan empat puluh tujuh. 

Dari sudut pandang Sadewa, Kiran adalah seorang gadis yang baik. Dia bukan gadis yang suka dieluh-eluhkan oleh banyak orang di sekolahnya pada zaman itu. Dari yang Sadewa amati, gadis itu sangat suka membaca. Tidak memiliki teman yang banyak, hanya ada segelintir orang. 

Tidak, gadis itu bukan tipe yang amat pendiam apalagi dingin. Dia cukup ramah, karena Sadewa bisa melihatnya beberapa kali balas menyapa atau sekedar tersenyum bila berpas-pasan dengan orang yang dia kenal. 

Awalnya laki-laki itu sedikit abai, mungkin apa yang dirasakannya hanyalah sebuah rasa penasaran semata. Tapi dia tidak bisa menolak, ketika semakin waktu berjalan semakin tidak bisa pula Sadewa mengabaikan keberadaan gadis itu. 

Matanya tidak pernah berhenti berotasi mengikuti pergerakan gadis itu. Niatnya kala itu yang memang benar belajar sampai luluh lantah hanya karena mengamati pergerakan seorang gadis yang sedang asik membaca sinopsis cerita pada bagian belakang buku pada koridor kumpulan buku fiksi.

Sedangkan sang empu, sepertinya sama sekali tidak terganggu. Gadis itu tampak selalu memfokuskan diri ketika sedang bergelut dengan hal kesukaannya. 

Satu, dua, dan tiga kali. Sadewa rasa dia masih bisa menampikan perasaannya. Berusaha membohongi dan memberi pengertian pada dirinya sendiri bahwa yang dirasakannya hanyalah rasa penasaran semata. 

Tapi semakin sering mereka bertemu secara tidak langsung, semakin pula kacau rasanya. Ada yang berbeda, dan laki-laki itu hanya merasakannya pada gadis ini. Tentu dia tidak bodoh, dia tau dia sedang jatuh cinta tanpa sengaja. 

Tapi apakah itu mungkin? Sadewa terus saja menggerutu dalam hati. Saat itu dia juga sedang memutar-mutar sebuah pena menggunakan jari-jarinya. Mengulik dan mencoba meresapi kembali. Apakah benar rasanya ini rasa yang itu? Rasa yang sering disebut rasa cinta. 

Pasalnya, keduanya bahkan tidak pernah bertegur sapa. Mereka mungkin hanya pernah berjalan bersisian tanpa rasa kenal dari Kiran untuk Sadewa. Bahkan Sadewa baru mengetahui nama gadis itu saat pembagian rapor sekolah. Melalui apel pagi pengumuman juara kelas dan juga penghargaan lainnya. 

Kirana Betari Santika namanya. Sampai akhir masa sekolah menengah atas itu rasanya tetap terkubur bisu. Tanpa bisa terungkap barang sekali. Karena sejauh apapun sesuatu melangkah dia akan tetap kembali bersinggungan atas kehendak semesta bila memang sudah terikat takdir benang merah. Dan semoga saja, harap Sadewa kala itu. 

"Mas Sade."

Teh lemon yang masi mengepul asapnya itu baru saja diletakan di atas sebuah meja kecil bulat yang menjadi pemisah jarak antara Kiran dan Sadewa. 

Sadewa berdehem lalu berkata, "Kenapa sayang?"

"Kamu melamun ya?"

Kiran menatap suaminya lekat, pasalnya sedari tadi pandangannya hanya lurus kedepan.

"Itu tehnya diminum mas."

"Iya nanti, masih panas. Makasih ya, sayang."

Duh manisnya seulas senyum yang dipamerkan suaminya ini. Membuat Kirana jadi malu karena dipameri senyum semanis itu. Ditambah ada sayang-sayangnya jadi makin manis rasanya. Duh, tidak bisa dibiarkan lama-lama, takut terkena penyakit gula darah sangking manisnya.

Let's Get MarriedWhere stories live. Discover now