lima

643 73 1
                                    


Apa kabar Readers kesayangan Author? 

Selamat bermalam jumat and happy Reading!

****



"Kiran, mama mau ngobrol boleh?"

Pagi ini adalah hari terakhir Kiran libur, sesuai surat dokter yang tertera yang sudah dia berikan ke pak Bram. Aish! Ngomong-ngomong tentang surat dokter gadis itu jadi ingat kejadian semalam kan. 

Mereka baru saja habis sarapan bersama. Semalam Kirana tidak jadi memasak nasi goreng dikarenakan ngambek dengan abangnya yang bermulut lemes itu. Jangankan memasak menoleh saja tidak. Kiran memutuskan untuk melancarkan acara mogok bocara pada abangnya.

Ingat saja rasanya malu sekali. Gadis itu memutuskan untuk tidak mau menemui Sadewa sementara waktu dikarenakan rasa malunya itu.

Eh? Emang ada rencana ah maksudnya sinyal-sinyal lagi kalo bakalan ketemu? Tapi siapa tau kan ketemu lagi secara tiba-tiba.

Tapi, tunggu-tunggu. Tidak ada sesuatu yang tiba-tiba dan kebetulan di dunia ini kan? Kalo sampe ketemu lagi sih fiks ini jodoh. Itu sih maunya mbak Kiran!

"Boleh ma, mau ngobrol apa?" Kiran mendekati mamanya yang sedang terlihat asik menyiram taman bunga kecil kesayangannya itu.

Mereka saat ini sedang berada di taman belakang Kediaman mama Hana dan alhamrhum bapak Abimana, ayahnya Keano dan Kirana.

Memang di bagian belakang kediaman mereka terdapat beberapa tanaman bunga-bungaan ataupun sayur-sayuran diakarenakan kecintaan mamanya itu pada dua hal tersebut.

Kadang sangking sayangnya sang mama, kiran jadi bingung. Sebenarnya yang anaknya ini dia atau tanaman peliharaan mamanya itu sih. Para tanamannya itu selalu disayang-sayang, diajak bicara, bahkan diberikan makan berupa pupuk dengan kualitas yang bisa dibilang bagus pada kelasnya. Sedangkan diriya? Kadang mamanya  juga suka marah-marah nggak jelas pada Kiran tuh. 

"Gimana ketemuannya kemarin? Kata abangmu kamu sempet ketemuan sama salah satu temennya hm?" Tanya mama Hana, wanita paruh baya itu masih fokus pada bunga-bunganya. Memegang alat penyiram tanaman yang masih berisi air yang lumayan banyak.

Kiran terdiam, gadis itu bingung harus menjawab apa.

"Gimana orangnya? Suka nggak?" Tanya mama Hana kembali.

"Nggak sama sekali ma," Kata Kiran.

Lalu gadis itu melangkah menuju kursi yang ada di taman belakang itu. Tak berapa lama mamanya pun ikut menyusul setelah selesai mencuci tangannya.

"Kiran nggak suka, bang Banyu suka pamer. Apalagi dikenal-kenalin gitu. Kiran berasa lagi di jaman Siti Nurbaya yang suka dijodoh-jodohin gitu loh ma," gadis itu menatap lekat sang mama yang duduk di samping kirinya.

"Nggak ada yang mau jodoh-jodohin sayang. Ya siapa tau kan lewat jalan ini memang kamu ketemu sama jodoh kamu."

"Mama sama abang semangat banget sih jodoh-jodohin Kiran. Mama pengen Kiran cepet-cepet pergi dari sini ya?" Tanya Kiran, muncul ekspresi sedih pada wajah ayunya.

"Bukan begitu, kamu udah hampir 28 tahun Kiran. Umur kamu tuh udah saatnya menikah," mama Hana mencoba memberi pengertian pada sang putri.

"Emang kenapa ma? Emang kenapa sama umur 28 tahun yang belum menikah? Toh banyak di luaran sana yang lebih tua tapi belum menikah. Kiran kan nggak bisa bim-salabim langsung dapet jodoh juga. Belum nemu yang pas ma," jawab Kiran mencoba memberi pengertian pada sang mama. Dikira nyari jodoh semudah membalikan telapak tangan apa ya? 

Let's Get MarriedМесто, где живут истории. Откройте их для себя