Chapter 6

2.6K 861 1K
                                    

Udah chapter 6 aja nih,

Kalian baca di pukul berapa? Coba absen di sini!

Selamat membaca!

—-

Sejak pagi, Anindita sudah bersiap-siap untuk berangkat ke kampus dengan penuh semangat. Persis seperti anak TK yang tak sabaran bertemu teman-temannya. "Selamat pagi, Teh." Anindita menyapa Teh Yati yang sedang menyiapkan sarapan. "Hmm ... aromanya enak banget, masak apa hari ini Teh?"

"Teteh bikin soto, nih."

Anindita membantu Teh Yati memindahkan kuah sop di panci besar ke dalam mangkuk berukuran sedang lalu meletakkan di meja makan. "Teh, emangnya Ibunya Caraka itu di mana?" tanyanya penasaran.

Teh Yati sejenak menghentikan kegiatannya dengan melirik Anin, lalu lirih dia menjawab. "Udah meninggal waktu Aa' usia 7 tahun, waktu itu karena melahirkan Eneng Ratih terkena infeksi postpartum."

"Infeksi postpartum?"

"Kalau nggak salah, karena ada bakteri masuk ke tubuhnya Ibu terus ujungnya infeksi ... aduh Teteh takut salah jelasin, Neng." Teh Yati terlihat berhati-hati sekali.

Anindita terdiam sejenak, berusaha mencerna informasi itu dalam kepalanya. "Kalau ayahnya?"

"Kerja di luar kota, pulang kalau akhir tahun saja atau kalau lebaran, Neng. Makanya ada Neng Anin di sini, Teteh senang pisan, akhirnya Neng Ratih ada temennya. Biasanya mah dia sendirian, apalagi kan Neng Ratih homeschooling sejak kelas 3 SD. Awalnya Neng Ratih di sekolah biasa sampai akhirnya suatu hari dia pulang sambil nangis, katanya dijahatin teman-temannya karena nggak bisa bicara, akhirnya Bapak teh mutusin supaya Neng Ratih sekolahnya di rumah aja. Ssst ... obrolannya dilanjutin nanti aja, ya. Ada Aa' udah bangun, tuh." Teh Yati beralih kembali fokus ke kegiatannya.

Kepala Anin menoleh dan menemukan Caraka sudah rapi, mengenakan kemeja berkerah, celana jins dan sneakers sambil menenteng tas ranselnya di punggung. "Selamat pagi!" Anin menyapa penuh semangat.

Caraka memandangnya aneh, seolah Anin berbicara dalam bahasa alien.

"Pagi! Dijawab, dong,"

"Hm."

"Kopinya, A'." Teh Yati menyuguhkan kopi Robusta di hadapan Caraka.

"Makasih, Teh. Kalau dibuatin sesuatu tuh bilang makasih, dong."

"Berisik lo." Caraka menyesap kopi dengan nikmat setelah sebelumnya mengendus aroma itu hingga memenuhi gelambir paru-parunya. "Ngomong-ngomong, mulai besok gue nggak bisa antar lo, jadi hari ini gue ajarin lo caranya naik angkutan umum ke kampus."

"Oke siap."

Anin melihat Caraka mengusap-usap perutnya dan bersendawa.

Caraka menikmati sarapannya sambil mengetik sesuatu di ponselnya yang tersambung secara otomatis ke pemutar suara di ruang tengah yang suaranya dapat terdengar hingga ke dapur. Lagu Hey Jude milik The Beatles mengalun. Soal selera musik, Caraka bisa dibilang jauh lebih menyukai musik jadul. Tampilannya saja yang up to date, tapi aslinya dia jadul banget. Meskipun terkadang mau tidak mau dia harus riset juga tentang lagu baru yang sedang hits untuk dinyanyikan Aspire. Anindita mendengarkan dengan serius. "Lagu apa sih? Koplo aja, dong. Kan kita harus mencintai budaya lokal?"

"Udah kayak hidup di zaman Orde Lama aja, lo."

Anin mengernyit—dia masih ingat materi Sejarah yang diucapkan oleh guru di sekolahnya mengenai orde lama, orde baru, reformasi, hingga era demokrasi. "Apa hubungannya musik sama orde lama?"

Cita Cinta CarakaWhere stories live. Discover now