Chapter 20

2.3K 742 1K
                                    

"Zodiak lo apa, Bas?"

"Leo."

Caraka sedang membuka sebuah majalah musik. Mereka baru saja selesai mengadakan konser dan sedang beristirahat di rooftop kafe. Acara konser donasi itu bisa dibilang sukses meskipun diadakan secara dadakan dan mengumpulkan uang hampir 20 juta. Nominal yang cukup untuk membiayai terapi Pak Anwar. "Hmm Leo," Caraka membaca majalah di depannya. "Kesehatan, hati-hati sedang sembelit. Keuangan, tetaplah bergaya meskipun tak punya uang. Asmara, no komen, nggak keliatan bakal ada kisah cinta," balas Caraka.

Ucapan itu membuat tawa terdengar membahana.

"Puas kalian semua? Iya terus saja ejek aku." Bas berusaha menerima lapang dada.

"Kalo kam—lo, Nin, zodiak lo apa?" Caraka bertanya ke Anindita yang membuat semua orang menatap pada satu orang. Anindita yang terdiam membisu sejak tadi. Meskipun Bas berkali-kali menggodanya. Biasanya dia murka, kali itu justru diam tidak merespons.

"Libra," jawabnya tidak terkesan antusias, tidak seperti Anindita yang biasanya.

"Hmm Libra, asmara, sepertinya sedang terbakar api cemburu. Keuangan, sebentar lagi gajian nih asyik makan-makan! Kesehatan, harus banyak istirahat."

"Acieeee yang mau gajian!" seruan itu dari Adiv yang membuat mereka semua berseru membentuk koor heboh.

"Hip hip hore. Makasih semua." Anindita berusaha memaksakan senyumnya. Senyum ganjil yang tentunya hanya dirasakan oleh Caraka.

"Gue dong, Ka," Janitra tiba-tiba bersuara.

"Hm Janitra, Aries kan? Cinta, sepertinya bakal ada kisah lama bersemi kembali. Keuangan, bulan ini bakal banyak pendapatan. Kesehatan, jangan tidur begadang terus dong!"

Janitra ikut tertawa bersama mereka. "Kok bener sih? Gue banget."

Lama mereka berbincang-bincang sampai akhirnya Janitra pamit undur diri lebih dulu karena akan menyelesaikan jahitannya. Begitu Janitra pergi, barulah Anindita bisa bernapas lega. "Jadi dari tadi nih anak nggak ada suara karena ada ular yang mau nerkam dia, Bang," ucap Reijiro sambil melirik Anindita.

"Dia mah bukan ular, tapi singa," balas Anindita sengit. "Ngomong-ngomong makasih banyak ya kalian udah ngebantuin, terharu banget. Nggak nyangka, deh. Udah ganteng, berhati mulia. Idaman cewek-cewek!"

"Bisa aja kau gadis manis," Bas mencolek pipi Anindita yang membuat Caraka meliriknya tajam—tapi sayangnya Bas tidak sadar.

"Ide siapa dulu." Caraka tidak mau kalah.

"Iya iya tahu aku itu ide kamu, Bang," Adiv mengangguk.

"Guys, gue kayaknya harus pulang. Udah malem banget." Rajavas melirik jam di pergelangan tangannya. Ucapan Rajavas membuat mereka semua tersadar bahwa hari sudah begitu larut bahkan satu per satu pengunjung sudah pulang hanya tersisa mereka saja di rooftop.

"Oke deh, balik. Besok kan masih ada kuliah." Caraka setuju.

"Bang, aku balik sama kamu ya?" tanya Anindita melirik Bas.

"E—nggak bisa, aku mau beli pesanan Mamak-ku!"

"Ish. Nggak bisa banget?"

"Nggak. Sama Bang Caraka aja tuh kan dia naik mobil, nggak boleh tahu gadis cantik naik motor."

"Dih, apa hubungannya?"

"Iya. Balik sama gue aja." Caraka mengacak-acak rambut Anindita yang membuat gadis itu menoleh lalu memelototinya tajam.

Cita Cinta CarakaWhere stories live. Discover now