35. Pernyataan Cinta

13 2 0
                                    

Sejujurnya, Dika sama sekali tidak menyangka jika dia harus mendekam di rumah sakit karena pertengkaran kemarin. Padahal sudah jelas, Nanda lah yang babak belur dibuatnya.

Sampai saat ini, Dika masih kesal atas adik kelasnya yang ikut campur itu. Padahal hari ini Lala akan kembali dari olimpiade nya. Tapi Dika justru tak bisa menemui gadis itu karena belum dibolehkan keluar.

Saat itu, Dika dan Joseph sedang berbincang di rooftop. Dika sengaja mengikuti Joseph ke tempat kesukaan lelaki itu. Dia sedang tidak ingin bertemu siapa-siapa apalagi Alvina. Entah mengapa emosinya selalu naik saat melihat gadis itu.

Apa yang dibicarakan Dika dan Joseph saat itu? Tentu saja tantangan untuk Dika mendekati Lala. Sampai sekarang, belum ada kemajuan signifikan yang terlihat dari mereka. Dan Joseph mendesak Dika untuk segera menyelesaikan misinya hanya karena lelaki itu tak ingin gebetannya terus menjatuhkan hatinya pada Dika.

Setelah Joseph pergi, tiba-tiba saja Nanda datang dan memukulinya. Dika jelas kenal siapa lelaki itu. Setiap ketua ekskul wajib untuk didata oleh OSIS, termasuk Nanda yang merupakan ketua basket baru menggantikan Joseph.

Nanda memperingatinya untuk tidak menyakiti Lala. Sejujurnya, itulah yang membuat Dika marah. Tanpa perlu diperingati, Dika akan menjaga Lala dengan baik. Tantangan dari teman-temannya saat itu hanyalah tameng agar Dika memiliki alasan untuk mendekati Lala.

Tapi kalau dipikir-pikir, kenapa Nanda melindungi Lala sampai sebegitunya? Harusnya lelaki itu tahu apa yang akan terjadi jika melawan anggota keluarga Mahardika. Reputasi lelaki itu bisa hancur seketika.

Hm, apa mungkin Nanda menyukai Lala?

Jika benar seperti itu, maka kebetulan sekali. Dua gebetan dari Ketua Basket menyukainya. Baik Joseph ataupun Nanda, keduanya malang sekali. Tapi Dika tidak heran, pesonanya 'kan memang sulit untuk ditolak.

Sedetik kemudian, lamunannya buyar karena pintu terbuka. Terlihat tiga orang lelaki dengan satu orang perempuan memasuki ruangan. Dengan tangan yang membawa buah-buahan, sudah pasti mereka berniat menjenguk.

"Cupu amat lo. Berantem dikit aja nginepnya sampe dua minggu," cibir Joseph.

Joseph meletakkan sekeranjang buah di nakas samping brankar. Lantas duduk di brankar. Benar-benar tidak peduli sopan santun.

"Woi, gue lagi sakit gini lo pantatin. Lo kata sopan gitu?" Dika memukul punggung temannya itu. Namun, Joseph sama sekali tak beranjak. Justru mengambil sebuah apel dan menggigitnya.

"Kak, itu 'kan buat Kak Dika. Jangan dimakan!" Alvina mendekat, berniat mengambil buah di tangan Joseph, tapi lelaki itu dengan cepat memundurkan badannya. Satu tangannya meraih punggung Alvina, membawa tubuh mereka semakin dekat bahkan hampir saja menempel satu sama lain.

"Kenapa sih, Sayang? Biarin aja. Jangan dimanja terus dia, mending manjain aku aja," goda Joseph yang membuat ketiga temannya memandangnya aneh. Selama mengenal Joseph, mereka tidak pernah melihat sisi Joseph yang ini. Setahu mereka, Joseph bukanlah cowok norak yang suka menggoda seorang gadis.

Sedangkan Alvina justru tersipu malu dibuatnya. Gadis itu mengalihkan pandang ke kanan, mencoba menyembunyikan rona di pipinya. Tapi hal itu justru membuat Joseph terkekeh karena pipi kiri Alvina semakin terlihat jelas di matanya.

"Kalau bucin jangan di sini!" Dika menggeplak kepala belakang Joseph. Membuat lelaki itu limbung ke depan.

Joseph mengeratkan pelukannya pad Alvina untuk menahan tubuhnya. Gadis itu pun refleks memeluk Joseph balik. Keduanya benar-benar terkejut sampai membeku sesaat.

"Kalian nggak pengen lepas pelukan?" tanya Joshua yang membuat keduanya spontan melepas pelukan.

Joseph segera turun dari brankar saat Alvina menjauh darinya. Lelaki itu berbalik menatap sahabatnya yang kini dengan tenang mengambil sebuah pisang dan memakannya. Dari kilatan matanya, sudah jelas kalau Joseph marah.

A ReasonWhere stories live. Discover now