41. Perjodohan

13 2 0
                                    

⚠️Harsh word

.
.
.

Baru sehari berlalu dari peristiwa yang tidak mengenakkan saat makan malam, Alvina kembali diundang ke rumah keluarga Mahardika. Namun, kali ini hanya Alvina yang diundang. Dan sosok yang mengundang adalah Nevan, seseorang yang tidak terlalu dekat dengan Alvina.

Awalnya, Alvina tentu saja tak percaya. Dia menganggap Dika hanya bercanda. Namun raut wajah Dika yang juga kebingungan menunjukkan bahwa lelaki itu tak berbohong.

Dan yang pasti, Dika sendiri tidak mengetahui apa yang akan dibicarakan sehingga harus ada pertemuan enam mata seperti ini.

Alvina dan Dika kini sudah berada di dalam ruang kerja Nevan. Lelaki itu tampak serius. Hingga tanpa sengaja menimbulkan ketegangan pada kedua pemuda di hadapannya.

"Ada apa, Pa?" tanya Dika tidak sabar. Atmosfer di ruangan ini benar-benar menekan.

Nevan menarik napas panjang. Kemudian mengembuskannya perlahan. Tampak sekali jika lelaki itu tengah stres dan harus mengambil keputusan yang berat.

"Begini, kamu tau 'kan kalau perusahaan papa mengalami banyak sekali masalah belakangan ini? Kamu bahkan sampai harus turun tangan karena papa kewalahan."

Dika hanya mengangguk. Sama sekali tidak ada niatan untuk kembali membuka suara. Sedangkan Alvina yang tidak tahu apa-apa memilih untuk tetap mengunci mulutnya.

"Papa harus mempertahankan perusahaan keluarga kita bagaimanapun caranya. Perusahaan itu sudah turun temurun berada di tangan keluarga Mahardika, akan sangat memalukan kalau sampai jatuh ke tangan orang lain."

Nevan kembali menarik napas panjang. "Haidar, ayahnya Alvina nawarin bantuan yang paling papa butuhin. Tapi syaratnya, kalian akan dijodohkan. Papa tau kalian mungkin keberatan, tapi untuk kali ini aja Papa minta bantuan kalian. Papa nggak tau harus gimana lagi untuk mempertahankan perusahaan."

"Pa! Nggak bisa gitu, dong. Aku nggak mau ya masa depanku apalagi tentang pasangan diatur sama orang tua. Apalagi dijodohin begini. Aku bakal cari cara lain untuk mempertahankan perusahaan, yang penting papa batalin perjodohan itu," tolak Dika spontan. Tak ada keraguan sedikit pun dalam kalimatnya.

"Kamu bisa bantu apa, Dika? Yang paling papa butuhin saat ini adalah suntikan dana. Kamu punya uang berapa memang? Kamu pikir saham perusahaan kita murah?" cecar Nevan.

"Maaf, Om. Apa nggak ada cara lain? Aku rasa perjodohan bukan jalan keluar yang bagus. Aku dan Kak Dika selama ini nggak memiliki perasaan satu sama lain, akan jadi buruk kalau kita dipaksa terikat dalam suatu hubungan." Melihat situasi yang tidak kondusif, Alvina segera membuka suara.

"Tidak ada, Alvina. Selama ini keluarga kami sudah banyak membantu kamu. Saya tau banyak hal tentang kamu, termasuk kamu yang selalu disiksa dan minta pertolongan pada Dika. Apa kamu nggak pengen bales kebaikan kami dengan perjodohan ini?"

"Pa, selama ini yang bantu Alvina itu aku! Dan aku nggak mau perjodohan ini dilangsungkan. Kalau Alvina mau balas budi, apa yang dia lakukan tadi udah bener," bantah Dika.

Nevan menggelengkan kepalanya. Paling tidak harus ada salah satu dari mereka yang setuju. Namun, sangat mustahil untuk membuat Dika setuju mengingat betapa keras kepalanya anak itu. Untungnya, tak lama kemudian Nevan mengingat sesuatu.

"Sebenarnya, ada yang dikatakan Haidar kepada saya. Awalnya saya tidak mau menggunakan ini sebagai ancaman, walaupun itu adalah perintah dari Haidar. Tapi sepertinya saya tidak punya pilihan lain." Perkataan itu membuat perasaan Alvina tiba-tiba saja tidak enak.

"Haidar bilang ke saya kalau dia pegang kartu As kamu. Dia mau kamu menerima perjodohan ini. Ini adalah imbalan dari informasi yang kamu minta. Jika kamu tidak mau, maka Haidar akan menyebarkan informasi itu kepada khalayak ramai."

A ReasonWhere stories live. Discover now