Acuh

2.4K 290 60
                                    

"Bagaimana kencanmu kemarin?" Sajangnim sengaja memanggil Lisa ke kantornya pagi ini hanya untuk membahas tentang rencana pemberitaan kencannya dengan Fred, yang rencananya akan diumumkan besok lusa melalui salah satu akun media terbesar di korea, Dispatch.

"Kalau kau berharap akan ada cerita romantis nan manis, sebaiknya kau menyerah saja, Sajangnim." Jawab Lisa sarkas.

"Wah?! Bukankah Frederic pria yang hangat? Apa mungkin dirimulah yang mengacaukan kencan kalian kemarin?"

"Hangat? Ya memang benar. Dia hangat, sangat ramah, begitu rendah hati, dan dengan segala sikap baiknya yang lain."

"Tapi..." Sajangnim yakin masih ada kelanjutan informasi dari Lisa.

"Tapi dia bersikap seperti itu bukan hanya kepadaku, tetapi hampir ke semua orang yang ditemuinya. Kebaikan yang dia tunjukkan padaku tidak berbeda dengan kebaikan yang dia berikan pada orang lain. Jadi bisa kau simpulkan sendiri, bukan?"

"Hm... Terdengar kau seperti kecewa. Apa kau mulai menyukainya?" Goda Sajangnim.

"Aku?! Jangan bercanda! Dia hanya kuanggap sebagai alat untukku agar tetap bertahan di industri kpop ini, Sajangnim."

"Wow, kata-katamu terdengar sadis." Sajangnim tertawa setelahnya. "Kalau saranku, gunakanlah kesempatan ini untuk kau bisa membangun relasi sebanyak mungkin, kau tidak akan selamanya menjadi Idol, bukan?"

"Apa kau akan segera membubarkan Blackpink, Sajangnim?" Tanya Lisa panik.

"Pertanyaan macam apa itu? Ini tidak ada hubungannya, anak nakal! —Aku serius dengan saranku tadi; melalui Frederic, kau bisa mengenal dan bertemu dengan orang-orang hebat. Setidaknya, jika kau gagal menjadi anggota keluarga Arnault, setidaknya kau masih bisa menjadi pengusaha sepertinya." Sajangnim tertawa lagi.

"Barusan kau bilang aku sadis karena menggunakan dia sebagai alat penyelamatku,
Tapi lihatlah ini; kau malah menyuruhku untuk memanfaatkan dia hanya demi bisnis." Lisa ikut tertawa, namun sinis.

"Harapanku tetap yang pertama, bahwa kau bisa berhasil menjadi anggota Arnault." Tawa Sajangnim semakin menggelegar setelahnya, dia sepertinya terlihat geli dengan pemikirannya sendiri tentang Lisa yang akan menjadi menantu dari keluarga Arnault.

"Tertawalah sepuasmu, Sajangnim. Kau lupa bagaimana pesonaku di mata para lelaki? Akan aku buktikan, seorang Frederic Arnault akan bertekuk lutut dihadapanku nanti." Ujar Lisa geram karena ditertawakan oleh Bosnya itu.

"Oke, aku tunggu kabar baik itu. Semoga Mr. Arnault tidak merubah pikirannya ya?" Godanya kembali membuat Lisa akhirnya pergi meninggalkan ruangan Sajangnim dengan hati kesal.

"Lihat saja, akan aku buktikan kalau aku mampu menaklukkan pria itu. Hm... wajahnya memang tidak terlalu tampan, tapi yang terpenting itu hartanya! —Wah, aku bisa hidup mewah seumur hidupku jika bisa mendapatkannya!" Lisa bernarasi sendiri seakan-akan ia baru saja mendapatkan lotre, wajahnya seketika sumringah karena membayangkan pundi-pundi uang yang akan ia miliki nanti jika berhasil menjadi bagian dari keluarga Arnault.


🐤🐤🐤

(Lisa)
Kau dimana? Masih di Seoul? Mari bertemu.

Lisa kembali memandang kata perkata, huruf demi huruf dari pesan yang sudah terlanjur ia kirimkan kepada Frederic, dua jam yang lalu. Dirinya menyesal karena terlalu gegabah hingga tanpa pikir panjang berani mengirimkan pesan menjijikkan seperti itu.

Kegundahan hati Lisa pun kian menjadi kala hingga detik ini, belum ada juga balasan dari pria tersebut. Lisa merasa seperti sedang mempermalukan dirinya sendiri karena bersikap agresif. "Bodohnya kau Lalisa! Pria itu tidak akan tertarik pada wanita agresif!"

Tok... Tok... Tok...

"Lice, apa kau mau ikut denganku? Mommy memintaku untuk mewakilinya ke acara amal, —kudengar banyak lukisan bagus yang akan di lelang malam ini."

"Wow, aku ikut! Jam berapa kita berangkat?"

"1 jam lagi bisa? Sebenarnya acaranya sudah dimulai sejak 30 menit yang lalu, tapi aku lupa." Jennie tertawa sendiri karena keteledorannya.

"30 menit lagi aku siap. Pakaian formil, bukan?"

"Good! Gunakan cocktail dress saja. Kutunggu 30 menit lagi di depan ya!"

Selepas kepergian Jennie, Lisa langsung bergegas ke lemari pakaiannya dan memilih acak gaun yang ia rasa pantas untuk di gunakan ke acara amal. Ia merasa harus menyibukkan diri agar rasa malu karena pesan yang tidak terbalaskan pada Frederic tadi bisa terlupakan.



🐤🐤

"Kau yakin akan membeli lukisan itu? Harganya tidak main-main, Lice."

"Aku suka, Unnie. Self reward tidak masalah, bukan?" Canda Lisa ditengah-tengah kegiatan mereka berkeliling di Galery terbesar di kota Seoul, yang merupakan tempat acara amal tersebut di selenggarakan.

"Lice, itu bukannya Frederic?!"

Mendengar nama pria yang sudah memenuhi pikirannya seharian ini, membuat Lisa seketika murung. "Jangan kesana, Unnie! Ayo kita menghindar." Lisa pun langsung menarik tangan Jennie untuk ikut pergi bersamanya.

"Kenapa, Lice? Kau ada masalah dengannya? Kencan kalian tidak berhasil? Atau, pria itu sudah bersikap kurang ajar?! Ayo cerita padaku!"

"Nanti aku ceritakan, Unnie. Sebaiknya sekarang kita pulang saja!" Langkah Lisa lalu terhenti karena Jennie tiba-tiba menahan tangannya.

"Kenapa harus menghindar? Apa yang membuat seorang Lalisa Manoban menjadi tidak percaya diri seperti ini, hm?"

Lisa termenung sejenak, kembali menatap kearah Jennie; lalu kearah dimana terakhir kali ia melihat sosok pria tersebut, meskipun kini sosoknya sudah tidak terlihat lagi.

"OH. MY. GOD! Kau benar, Unnie. Kenapa juga aku harus menghindar?! Aku kan Lalisa Manoban, wanita tercantik yang selalu digilai oleh para pria-pria diluar sana! Ya ampun, aku sampai lupa jati diriku!" Lisa langsung menyambar tangan Jennie untuk berbalik arah, ia berniat malah akan menemui pria itu.

Jennie lalu menghentak lembut tangannya agar terlepas dari genggaman Lisa, dia begitu gemas melihat kelakuan adiknya itu. "Tapi tidak seketika menjadi Bar-bar juga, Lice! Bersikap wajarlah. Kalau memang harus bertemu, kau cukup bersikap normal seperti biasanya." Tepuk Jennie pada bagian punggung Lisa yang terbuka.

Mereka pun akhirnya memilih untuk melanjutkan berjalan-jalan menyusuri satu demi satu lukisan yang memang rencananya akan di lelang. Mengabaikan perasaan waswas sekaligus malu yang masih tersisa sedikit dihati Lisa.

"Aku bisa memberikanmu diskon kalau kau mau," bisikan hangat yang terdengar tiba-tiba ditelinga Lisa, sontak membuat dirinya berjingkat.

"Oppa?! Kenapa bisa ada disini? Jangan bilang kalau lukisan ini adalah karyamu?"

"Peluk aku dulu, baru aku akan jawab pertanyaanmu." Mino memasang wajah seakan-akan tengah merajuk.

"Aku merindukanmu Song Mino," ungkap Lisa gemas sembari memeluk tubuh pria itu dengan begitu erat, "Kenapa kau sombong sekali, hah?! Kenapa tidak pernah main ke Apartemenku lagi?!" Lisa masih tidak melepaskan pelukannya, bahkan mereka terlihat asik sendiri dan melupakan keadaan dimana mereka saat ini sedang berada.

"Bisa kalian hentikan adegan menjijikkan ini? Kalian sudah menjadi tontonan orang-orang disini." Ucap Jennie dengan jengah, mencoba mengintrupsi kemesraan antara adik dan kakak tersebut.

Lisa dan Mino spontan tertawa bersama menanggapi ucapan Jennie sembari melepaskan pelukan tubuh mereka, namun hal yang tidak Lisa sangka adalah ketika suara yang cukup familiar karena aksennya yang khas, tiba-tiba ikut menyapa.

"Hai, Jennie. Apa kabar?"

🐤🐤🐤TBC🐤🐤🐤

Me with Mr. SmileWhere stories live. Discover now