Issue 16 : Smithereens

664 97 7
                                    

"Kenapa kau menembaknya, Nix?!"

Samar-samar cuping telinga Draco menangkap suara perdebatan orang, rasa pening menyerangnya secara brutal. Hal terakhir yang diingatnya adalah seorang wanita menarik pelatuk senjata api ke arahnya lalu, semua berubah menjadi gelap.

"Kau seharusnya tak menembaknya!"

"Ayolah, itu cuma obat bius. Dia tidak akan mati hanya gara-gara itu!"

Kening Draco berkerut, kelopak mata yang terpejam beberapa kali bergerak. Jaringan sel otak Draco masih bekerja dengan baik, menyimpulkan satu hal bahwa ia tak mati konyol karena seorang wanita gila. Sepasang kelereng abu-abu dingin menampakkan wujudnya, Draco mendesis merasakan nyeri dan pegal pada lehernya.

Visinya mengeliminasi seluruh tempat yang sedang ia tempati. Sebuah ruangan serba putih, tanpa jendela di beberapa sisi ruangan kecuali satu jendela besar berkaca buram di samping pintu, hanya ber-furnitur hospital bed, satu set tiang infus, sebuah kursi di sisi ranjang. Oh! Draco masih mengenakan setelan kerjanya- kemeja putih, dasi nya entah hilang kemana, dan celana bahan yang senada dengan jas yang ia pakai sebelumnya. Lengan Draco terangkat menyentuh leher, lagi-lagi ia mendesis perih.

"Apa jangan-jangan leherku sekarang berlubang?" Gumam Draco merasa ngeri kalau sampai benar lehernya bolong karena di tembus peluru, ia berdeham sekali. Ia perlu air putih untuk melegakan kerongkongan yang terasa kering.

Suara teriakan di luar tak lagi terdengar, dari apa yang Draco tangkap. Orang yang berdebat di luar ruangan ini berjumlah dua orang, nampaknya mereka adalah wanita. Samar-samar Draco juga mendengar suara wanita gila yang di temuinya di basemen kantornya, apakah ia sedang di culik?

Draco mengerang, ia sedang tak ingin memikirkan itu sekarang. Pikiran Draco saat ini menjadi rumit akibat kekhawatirannya pada Scorpius, ia takut satu-satunya harta yang Harry percayakan padanya kenapa-kenapa.

"Oh, kau sudah bangun?"

Terlalu larut dalam lamunan, Draco tak menyadari ada orang masuk ke dalam ruangannya.

"Bagaimana perasaan mu?"

Alis Draco terangkat sebelah melihat wanita berambut coklat yang kini duduk di samping ranjang Draco, "Granger?"

Hermione tersenyum kecil lantas mengangguk, "yeah, hello." Sapanya.

"I think... I was died."

Hermione terkekeh pelan, "kau tidak akan mati hanya karena tertembak oleh peluru bius, Malfoy." Jawabnya, alis Draco berkerut sebelum akhirnya ia terbatuk keras.

Dengan cekatan, Hermione membantu Draco duduk kemudian menyodorkan segelas air yang tadi ia bawa. Draco menandaskan segelas air tanpa sisa, "how do you feel?"

"Better, thanks."

"Kau bilang, tadi yang menembus leherku adalah peluru bius?" Draco memperbaiki posisi duduknya.

"Itu tidak menembus lehermu, sejujurnya. Kalau kau pernah menonton Detective Conan, peluru bius milik Nix nyaris sama seperti jarum milik Conan Edogawa. Bedanya dia pakai pistol."

"Tapi, itu meledak!" Seru Draco, masih jelas di ingatannya suara ledakkan dari pelatuk yang di lepas wanita gila itu. Kemudian, Draco menunjuk lehernya yang di perban.

Hermione berujar ringan, "itu hanya luka seperti di gigit serangga, omong-omong."

"Lalu, kenapa harus di perban?!" Berang Draco, kepalanya kembali berdenyut.

"Nix tidak sengaja menggores lehermu saat di bandara."

"Wha-t- bandara, kau bilang?!" Kaget Draco.

Mille Fleur | DrarryWhere stories live. Discover now