Issue 26 : Holiday Plan

739 67 4
                                    

Kelopak mata terbuka dalam satu sentakan sebuah kejutan, keringat dingin mengucur di permukaan kulit wajah, leher, hingga punggung. Napas terengah-engah dengan pupil mata bergerak resah, remang-remang cahaya lampu tidur di atas nakas membuatnya menghela napas lega. Melirik ke sebelah tempat tidur, ia menemukan seorang pria berambut putih pirang tak terusik oleh pergerakannya.

Harry mengusap wajahnya kasar, lima bulan lalu setelah dua setengah tahun lamanya ia menjadi tahanan reconhouse cabang Inggris. Akhirnya ia di perbolehkan untuk pulang-- pulang dalam artian Draco membawa dirinya ke kediaman Malfoy. Ia menjalani kehidupan rumah tangga yang harmonis; putra yang manis, dan suami penuh pengertian dan cinta. Siapapun akan bahagia memiliki dua orang seperti itu dalam kehidupan mereka, hanya saja... Meski segala macam terapi psikisnya bersama Cedric sedikitnya membuat Harry lebih baik. Belakangan, mimpi buruk kembali menyerangnya tanpa henti.

Malam ini, kembali seperti itu. Harry menyibak selimutnya, turun dari ranjang. Membuka laci terbawah nakas, mengambil satu kotak tembakau dan pemantiknya. Melangkah menuju balkon, jarum jam menunjuk pukul dua dini hari.

Angin berhembus pelan, pemandangan biasa bagi kota London adalah langitnya yang selalu terlihat di penuhi gulungan awan mendung yang menutupi terangnya bulan. Harry menyandarkan diri pada terali besi, menyelipkan sebatang rokok di celah bibir seraya menyalakan api dari pemantik. Aasap tembakau yang Harry hembuskan mengudara kemudian ia berbalik. Sedikit membungkuk membiarkan kedua tangan bertopang pada terali, sesekali ia akan mengisap rokoknya kembali. Setidaknya ini bisa menenangkan dirinya dari gelimpangan mayat manusia dan merahnya darah yang menghantui Harry.

"Setidaknya, kamu harus membuat dirimu tetap hangat, Love." Teguran lembut bersamaan dengan sebuah selimut di sematkan pada bahu Harry, ia tak perlu melihat siapa yang melakukan ini padanya.

"Bermimpi buruk?" Draco membawa Harry ke dalam rangkulannya, kepulan asap rokok masih membumbung di udara. Draco tak berniat melarang suaminya untuk berhenti merokok.

"Begitulah-- apa aku membangunkan mu?"

Draco menggeleng, "tidak... Hanya saja, aku merasa kesepian karena tidak menemukan orang yang aku cinta di atas kasur."

"Kau selalu mengatakan itu setiap waktu."

Draco terkekeh, menenggelamkan diri di perpotongan leher Harry. "Apa perlu aku menghubungi dokter Diggory?"

"Tidak perlu, aku masih bisa mengatasinya." Harry mematikan rokok yang tinggal tersisa setengah lagi, melempar sisanya pada pot bunga terdekat. Berbalik, ia membalas pelukan Draco.

⌛⌛⌛

Minggu pagi, hari bermalas-malasan nasional bagi Scorpius. Anak itu menjadi ekor Harry seharian ini. Kemanapun Harry pergi, Scorpius mengikuti kecuali ke kamar mandi. Anak itu berdiri di depan pintu kamar mandi seperti kucing yang menjaga tuannya, Draco sampai misuh-misuh sendiri karena tidak bisa mendekati suaminya.

Setiap kali Draco akan memeluk atau berada dalam jarak satu meter dengan Harry, anak itu langsung bereaksi cepat. Tidak memperbolehkan ayahnya dekat-dekat mamanya. Entah apa yang membuat Scorpius menjadi sangat protektif begini.

"Kamu nggak mau main apa?" Siang itu Harry bertanya pada Scorpius yang menjadikan paha Harry sebagai bantal, mereka sedang berada di ruang keluarga sembari menonton film. Sesekali, Scorpius akan melirik ayahnya yang berada di sisi sofa lain memasang wajah kecut. Ia tertawa melihatnya.

"Buat apa aku main? Ini hari Minggu, waktu khusus untuk bermain sama Mama. Hari-hari biasanya aku sibuk sekolah sama les, Father jahat-- Scorpius menjeda, menatap bengis ayahnya. Bola mata hijau Scorpius menatap Harry berkaca-kaca seolah akan menangis, "dia memberiku begitu banyak les- menarik napas panjang, Scorpius siap mendikte segala macam les yang dia ikuti.

Mille Fleur | DrarryWo Geschichten leben. Entdecke jetzt