empat

1.1K 146 11
                                    

"Sebenarnya saya dari tadi pengen nonjok muka kamu, tapi gak jadi karna keinget kemarin-kemarin Lian belain kamu sampai rela sujud di kaki saya."

Mendengar ucapan pria di hadapannya membuat Lijeong hanya bisa tersenyum kikuk. Padahal saat terakhir kali bertemu Lian menyumpahi Lijeong dengan segala macam sumpah serapah. Dia tidak menyangka kalau ternyata Lian berani berbuat demikia untuk membelanya.

Semalaman Lijeong tidak pulang kerumahnya. Ia terus menemani Lian yang sepanjang malam demam tinggi yang belum juga reda sampai pagi. Malam itu saat hendak memasukkan motor miliknya ke dalam pekarangan rumah Lian, Lijeong baru sadar kalau rumah itu dipenuhi oleh bau kapur barus.

Alhasil malam-malam Lijeong menambahkan pewangi di setiap sudut rumah agar tidak tercium lagi bau kapur barus itu oleh Lian. Dan saat kembali ke kamar Lian ia menemukan Lian yang menggigil karena demam.

Alasan pertama dan kedua adalah sebab Lijeong memutuskan untuk pulang dipagi hari saja. Namun nyatanya demam Lian tidak kunjung turun.

Saat hendak membawa Lian ke rumah sakit, di saat itulah ia bertemu dengan Kak Ji. Pria itu langsung paham siapa Lijeong tanpa harus dijelaskan. Karena Lijeong dan Lian sudah berpacaran cukup lama, Kak Ji pun beberapa kali melihat wajah Lijeong.

Kak Ji marah pada Lijeong.

Namun tidak ingin ikut campur terlalu jauh.

"Asal kamu tahu, ini udah ke empat kalinya Lian masuk rumah sakit semenjak ketahuan hamil." ujar kak Ji yang setelahnya pergi meninggalkan Lijeong yang masih berdiri di depan ruang rawat Lian.

Lijeong berdiri kaki saat pintu ruang rawat Lian terbuka dan seorang dokter dengan perawat keluar dari sana.

"Kamu." tepat setelah perawat itu pergi, pria dengan setelan dokter itu berbicara kepada Lijeong. "Kakak tahu kamu agak nakal tapi kakak gak nyangka kalau bakal sampai gini."

"Ikut ke ruangan kakak, sekarang."

Lijeong mengikuti dokter itu dari belakang. Langkahnya agak berat. Ia tidak ingin mengeluh merasa sial karena dokter yang menangani Lian adalah kakak sepupunya.

"Kamu udah ngasih tahu keluarga kamu???" Lijeong langsung diberi pertanyaan begitu mereka sampai di ruang kakaknya. Lijeong menggeleng sebagai jawaban membuat yang lebih tua menghela nafas.

"Bagus. Gak usah kasih tahu, kamu langsung minggat aja dari rumah."

Lijeong menatap kakaknya dengan senyum yang di balas senyum juga.

"Emang rencanya mau gitu."

"Kapan kamu ngerencanain begitu??"

"Tadi malam." jawab Lijeong yang mendapat pukulan di bahunya.

"Kamu juga gak perlu ngasih tau orangtuanya Lian karena udah telat. Paling nanti cuma susah di adiknya pacar kamu aja."

Lijeong mengangguk paham. Ia mengerti dengan ucapan kakak sepupunya barusan.

"Mau Liat adiknya Lian???" tanyanya kepada Lijeong. Lijeong berfikir sebentar sebelum mengangguk mengiyakan. Toh Lian juga sedang istirahat. Tidak ada salahnya jika ditinggal sebentar.

"Liannya jangan dibikin stress. Nanti yang bahaya bukan dia doang. Yakinin aja dia kalau adeknya itu pasti bangun." ia berpesan kepada Lijeong sebelum pergi dari sana.

Lijeong diantarkan oleh seorang perawat untuk pergi ke tempat dimana Munjung dirawat. Di sana, diruang ICU yang dingin. Lijeong hanya dapat melihat Munjung dari jauh.

Munjung yang pada malam itu berada di satu mobil yang sama dengan orangtuanya dan Lian. Satu-satunya penumpang didalam mobil yang berhasil bertahan meski sekarang pun ia hidup ditopang oleh alat medis.

Baby [SELESAI] | Lee Jeonghyeon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang