enam belas

698 122 8
                                    

Lian duduk di hadapan dokter kandungan dengan wajah yang pucat. Ia terus menunduk sambil bersiap mendengarkan penjelasan dokter tentang hasil pemeriksaan tadi. Sedangkan yang duduk di sebelah Lian, ada ibu mertuanya yang merupakan ibu sambung Lijeong yang datang sebagai wali.

"Kamu pernah minum pil aborsi?" Lian tidak menjawab ketika di tanya begitu oleh dokter. Ia melirik Mama di sebelahnya yang memasang ekspresi terkejut membuat dokter langsung paham apa kemungkinan yang sudah terjadi.

Dokter terus melanjutkan membaca hasil pemeriksaan kandungan Lian. Tidak ada yang baik-baik saja. Lian dan bayinya berada dalam masalah yang cukup serius.

"Kalau ada apa-apa jangan langsung panik. Ibu, tolong sampaikan sama Suami Lian istrinya lebih diperhatikan lagi."

Setelah semua selesai, keduanya pun segera beranjak dari sana. Sepanjang jalan menuju parkiran tidak ada satupun dari mereka yang memulai percakapan. Hingga kini Lian duduk di kursi penumpang sebelah kursi tempat Mama mengemudi. Mama mengambil kedua tangan Lian lalu menggerakkan ibu jarinya mengusap punggung tangan Lian.

Diperlakukan demikian membuat bahu Lian mulai bergetar dan ia pun menangis. Mama membiarkan Lian sejenak sampai ia sedikit tenang.

"Lian mau cerita gak?" Lian diam sejenak. Ia kemudian mengangguk dan mulai menceritakan semua dari awal. Cerita yang hanya ia dan Lijeong yang tahu kebenarannya.  Mama mendengarkan tanpa memotong pembicaraan Lian sedikit pun.

"Kamu gak takut sama Jeonghyeon?" Seharusnya Mama tidak perlu bertanya demikian. Ia bahkan sudah melihat seperti apa Lian dan Lijeong saat datang ke rumah. Begitu pikirnya sebelum tahu yang sebenarnya.

"Kadang takut sampai badan Lian sering gemetar. Tapi ada kalanya juga Lian gak bisa jauh-jauh dari kak Lijeong."

Mama mengelap air mata Lian yang tersisa di pipi dengan tangannya. Baru setelahnya ia melajukan mobil keluar dari area rumah sakit.

"Lian masih ngidam?" Lian menggeleng karena tidak ingin merepotkan. Ia melirik Mama yang fokus menyetir di sebelahnya.

Sedari awal ia berpacaran dengan Lijeong, Lian tahu kalau wanita di sebelahnya tidak seburuk itu. Lian pun tidak menyalahkan Lijeong karena ia sendiri tidak tahu bagaimana rasanya tiba-tiba harus tinggal bersama saudara tiri yang hampir seumuran dengannya.

Suasana di dalam mobil kembali hening sejenak.

"Ternyata Jeonghyeon sama aja ya kayak Papanya. Tapi untung akhirnya dia sempat nemenin kamu selama hamil."

Lian dan Mama sama-sama menoleh sehingga tatapan keduanya saling bertemu. Mama tersenyum tipis pada Lian yang akan sangat bersyukur jika wanita itu melanjutkan ceritanya.

"Dulu waktu Papa mau dijodohkan sama Mamanya Lijeong, Papa gak mau. Papa pikir dengan adanya Taerae bisa bikin keluarnya berubah pikiran dan nikah sama Tante."
"Tapi semua gak berjalan sesuai dengan yang dia harapkan. Taerae udah terlanjur ada di perut Tante, tapi Papa tetap menikah sama Mamanya Lijeong."
"Demi Taerae, Tante gak pernah simpan dendam sama siapapun walau udah bikin hidup Tante hancur sekalipun."

"Dan walaupun Tante harus melahirkan Taerae di kamar kos yang sempit sendirian tanpa ada yang bantu."










pendek.

Mana soal babynya dikit.

Tolong maafin karena ini kebutuhan plot🧎🏻‍♂️🧎🏻‍♂️

Baby [SELESAI] | Lee Jeonghyeon Where stories live. Discover now