sebelas

792 125 7
                                    

"Dari mana aja seminggu gak pulang???" mendengar kalimat tersebut Lijeong sontak menghentikan langkahnya yang hendak menaiki tangga. Ia berdiam sejenak pada posisinya lalu membalikkan badan.

"Ngapain nanya? Bukannya bagus kalau gak pulang??" Lijeong melanjutkan langkahnya tanpa perlu repot mendengar jawaban dari pertanyaannya yang lebih mirip pernyataan itu.

Saat sampai di atas langkah Lijeong kembali di hentikan membuatnya sedikit kesal. Lijeong berdecak, memandang malas kepada orang yang dengan berani menghadang jalannya.

"Kenapa ngomong gitu sama mama?? Minta maaf."

Lijeong tidak memperdulikan orang tersebut. Dengan sengaja ia menabrak kasar bahu orang itu saat berjalan melewatinya. Yang diperlakukan begitu tidak marah, ia hanya tertawa hambar sambil memegang bahunya yang ditabrak Lijeong.

seperkian detik kemudian ia membalikkan badan lalu buru-buru mengejar Lijeong yang belum sampai di depan pintu kamarnya. Lijeong memandang sebentar tangannya yang di tahan, tanpa bersikap kasar ia melepas tangan yang menahannya itu.

"Gue sama mama ada salahkah sama lo??" ia menatap tepat pada mata Lijeong. Yang di tanya tidak langsung menjawab. Ia hanya membalas tatapan tersebut sampai si lawan bicara mengalihkan pandangan ke arah tangga.

Sebenarnya ia tidak mengalihkan pandangan. Hanya memastikan tidak akan ada orang lain yang akan mengganggu pembicaraan mereka.

"Enggak. Sama sekali gak ada." Lijeong membalas membuat lawan biacara tidak percaya. Sekarang ia ingin menertawakan dirinya sendiri karena sudah bertanya kepada Lijeong.

"Terus kenapa lo kayak gini sama kami??"
"Gak mungkin kalau gak ada salah."

"Taerae," Lijeong menjeda kalimatnya. Seandainya bisa, Lijeong tidak ingin menyebut nama Taerae. Tidak. Lijeong tidak membenci Taerae. Begitu juga dengan Taerae. Hanya saja ada rasa tidak enak ketika mereka menyebut nama satu sama lain. Mereka hanya tidak ingin melakukan itu.

"Lo sama sekali gak pernah bikin salah sama gue. Jadi stop ngajak gue bicara dan urus aja urusan masing-masing. Oke??" Lijeong kembali hendak pergi dari sana namun untuk keselian kalinya Taerae menahan.

"Lo keliatan benci banget ke gue sama mama kalau lo sadar." Taerae berbicara kepada Lijeong yang berdiri tepat di sampingnya tanpa ada niat menatap lawan bicara.

"Sekali pun."
"Sekali pun dalam satu detik gue gak pernah benci sama kalian. Gue cuma belum— enggak. Gue cuma gak bisa menerima kehadiran kalian berdua disaat gue tau papa punya lo ketika dia masih sama mama gue."

Di ujung mata keduanya air mata mulai menumpuk. Taerae dengan perlahan melepaskan tangan Lijeong.

"Gue minta maaf. Kalau bisa milih gue bahkan gak mau." Satu bulir air mata Taerae maupun Lijeong berhasil lolos.

"Lo gak usah minta maaf Rae, karena gue juga gak akan minta maaf."
"Ini bukan salah kita berdua."

Dari kamar paling ujung keluar anak kecil berusia 3 tahun. Ia memeluk bonekanya memandang takut pada dua orang pria yang sama-sama diam. Dengan ragu ia berjalan mendekat. Bunyi dari lonceng pada gelang kakinya berhasil membuat Taerae membalikkan badan untuk melihat sumber suara.

Melihat wajah Taerae membuat si kecil ingin berlari menghampirinya. Namun ia urungkan niatnya melihat wajah Lijeong yang tidak ingin bersahabat.

"Muka lo jangan gitu. Adek takut."

"Kenapa gue harus peduli ketika di diri kita bahkan gak mengalir darah yang sama???"































gue akan mulai serius sama alurnya. maafin kalau kemarin2 malah bercanda😭

Baby [SELESAI] | Lee Jeonghyeon Where stories live. Discover now