dua belas

784 125 10
                                    

"Lo beneran mau minggat apa gimana?"

Lijeong kesal kepada Taerae yang selalu saja tertarik dengan setiap urusannya. Ia melirik Taerae yang duduk si sofa ruang tengah sambil memangku Lili, adik satu ayah bagi Lijeong dan adik satu ayah satu ibu bagi Taerae.

Lijeong memandang Lili yang asik menonton lewat ponsel Taerae. Lalu ia kembali memandang Taerae yang memakai kacamata minusnya.

"Papa pulang hari ini."

Bagi Lijeong itu hanyalah tmi. Ia tidak ingin tahu dan tidak peduli. Tanpa berbicara sedikitpun kepada Taerae, Lijeong kembali melanjutkan langkahnya bersama dengan tas punggung yang penuh oleh baju-baju miliknya.

"Lo gue aduin ke papa karena sering bolos kuliah." Lijeong menghentikan langkahnya begitu mendengar ancaman Taerae. Detik berikutnya ia kembali berjalan. Terserah pada Taerae, Lijeong tidak peduli.

Lijeong keluar, menuju mobil miliknya yang terparkir di halaman rumah. Sebelum membuka pintu mobil Lijeong berbalik memandangi rumah yang ia tinggali sedari kecil. Rumah yang entah kapan akan ia datangi lagi.

"Mau kemana kamu, Lee Jeonghyeon?" pertanyaan tersebut mengejutkan Lijeong yang sedang melamum. Sudah berapa lama ia berdiri mematung di sana sampai tidak mendengar suara mesin mobil Papanya yang baru datang???

"Pulang."

"Kamu mabuk? Mau pulang kemana?"

Papa berjalan mendekati Lijeong yang masih diam di tempat. Ia menggandeng tangan Lijeong dan sedikit menariknya agar mengikuti dirinya masuk ke rumah. Baru beberapa langkah berjalan Lijeong melepaskan gandengan tangan papa sehingga keduanya berhenti melangkah.

Papa memandangi wajah Lijeong. Ia langsung paham kalau anaknya itu sedang tidak bercanda. Senyum yang awalnya ada di wajah Papa kini telah hilang bersama dengan pintu rumah yang kembali terbuka. Keduanya melihat ke arah pintu rumah dan mendapati Taerae yang menggendong Lili di sana.

"PAP—!!!" Taerae membekap mulut Lili yang berteriak. Ia melepas bekapan itu dan meletakkan jari telunjuk di depan bibir memberi gestur agar Lili diam. Lalu setelahnya ia kembali melihat dua orang di depan sana.

Taerae cukup tahu diri untuk tidak ikut campur. Ia kembali masuk ke dalam rumah dan membiarkan pintu sedikit terbuka.

"Ayo kita bicara di dalam." ujar Papa begitu Taerae menghilang dari balik pintu.

"Gak ada yang perlu di bicarakan. Jeonghyeon mau pulang."

"Papa gak lagi bercanda."

"Siapa yang bercanda? Jeonghyeon mau pulang, ke rumah Jeonghyeon sama istri Jeonghyeon."

"Lee jeonghyeon!??!" Papa menaikkan nada bicaranya dengan perkataan Lijeong. Ia memijat pangkal hidungnya tidak habis pikir.

"Kalau ngasih alasan tolong yang masuk akal." Papa melanjutkan kalimatnya namun Lijeong hanya diam tidak menanggapi. Papa tertawa hambar begitu menyadari Lijeong sedang tidak bercanda.

"Sejak kapan kamu jadi sebenci ini sama Papa??"

Lijeong diam seribu bahasa. Ia membalikkan badan dengan cepat berusaha untuk pergi dari sana. Terapi Papa lebih dulu menghentikan Lijeong. Pada akhirnya Lijeong bersuara membuat Papa melepas tangannya dari tangan Lijeong.

"Sejak Papa bawa orang lain masuk kedalam kehidupan Jeonghyeon."

Keduanya sama-sama diam tidak tahu mau menyalahkan siapa penyebab semua ini.

"Jangan pernah kamu benci sama Mama dan saudara kamu yang lain, Jeonghyeon."

"Mama Jeonghyeon cuma satu! Dan Jeonghyeon gak pernah punya saudara."

"Papa bilang jangan pernah benci sama mereka!"

Suara keduanya terdengar sampai ke dalam rumah. Taerae menutup kedua telinga Lili yang terkejut dan mengantarnya sampai di dalam kamar. Dari awal Taerae memang berjanji untuk tidak ikut campur. Tetapi hari itu, ia memutuskan untuk menguping dari balik pintu rumah.

"Taerae lebih tua dari kamu."

"Oh berarti Papa selingkuh dari Mama sebelum ada Jeonghyeon??"

Samar-samar Taerae mendengar. Ia meremas gagang pintu. Merasa sedikit sakit hati pada kenyataan yang ia juga tahu.

"Papa gak pernah selingkuh dari Mama kamu."

Jeonghyeon tertawa hambar tidak habis pikir dengan apa yang baru saja di katakan Papanya.

Papa menunduk membiarkan air matanya jatuh ke tanah. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya ke udara.

"Papa punya Taerae sebelum ada keputusan menikah sama Mama kamu," Lijeong terdiam tidak mengerti. Ia tidak ingin tahu namun entah mengapa malah tetap mendengarkan Papa yang melanjutkan kalimatnya. Sedangkan Taerae di balik pintu menajamkan pendengarannya.

"Keluarga Papa dan Mama memaksa kami menikah di saat mereka tahu Mama Taerae sedang hamil."
"Asal kamu tahu, selama Papa hidup dengan Mama kamu Papa sudah menelantarkan Taerae dan Mamanya demi menjaga perasaan Mama kamu."

Emosi Lijeong yang sedari tadi sudah berada di ubun-ubun menguap begitu saja. Ia tanpa sadar melangkah mundur begitu tahu disini ialah yang menjadi karakter antagonis di dalam hidup mereka.

Taerae yang juga ikut mendengar itu membekap mulutnya sendiri. Tungkainya kehilangan tenaga. Ia merasa buruk kepada Lijeong karena telah menguping. Dengan sisa-sisa tenaga yang ia miliki Taerae pergi dari sana.

"Untuk yang terakhir kalinya Papa mohon jangan benci sama mereka."

Papa pergi dari sana meninggalkan Lijeong yang sudah terlalu malu untuk kembali masuk ke dalam rumah.



















Papa pergi dari sana meninggalkan Lijeong yang sudah terlalu malu untuk kembali masuk ke dalam rumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

di rl Taerae lebih tua 5 bulan dari Lijeong.

bonus

bonus

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

hayoloh siapa yang udah salah misuhin orang😃😃😃

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

hayoloh siapa yang udah salah misuhin orang😃😃😃

Baby [SELESAI] | Lee Jeonghyeon Where stories live. Discover now