delapan

880 118 16
                                    

"Kakak udah ngasih tau orangtua kita kejadian yang senenarnya???" Lian hanya menunduk sambil terus menangis ketika mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Munjung.

"Kak? Kenapa gak jawab? Kenapa diam aja?" Munjung terus mendesak Lian membuat kakaknya menjadi tertekan. Tanpa menjawab pertanyaan Munjung Lian berdiri dari duduknya dan segera pergi meninggalkan ruangan itu.

Lian tidak tahu bagaimana cara menjelaskannya kepada Munjung.

Lian melewati Lijeong yang berdiri di depan kamar rawat Munjung begitu saja. Ia memandang Munjung yang terdiam di atas ranjang rumah sakit sebelum mengikuti langkah Lian yang kian menjauh.

Lijeong sedikit berlari saat berhasil menemukan Lian. Ia meraih tangan Lian, kemudian menariknya menuju parkiran.

Ia membantu Lian masuk ke dalam mobil. Di sana, ia hanya diam menunggu Lian sedikit tenang. Lijeong mengambil satu botol air mineral yang sengaja ia simpan di mobil. Ia membukakan air tersebut dan membantu Lian meminumnya setelah ia merasa Lian tidak lagi terisak.

Lijeong membuka sedikit kaca jendela mobil di sebelah Lian duduk, kemdian ia menjalankan mobil meninggalkan area rumah sakit. Kemana saja, asal membuat pikiran Lian sedikit jernih.

Lian menghela nafas. Wajahnya sedikit segar tertimpa angin sore. Ia mengelus perutnya yang sudah membuncit sambil memikirkan apa yang harus ia lakukan kedepannya.

"Putar balik lagi kak. Kasihan Munjung ditinggal sendirian." Lian berbicara kepada Lijeong yang sedari tadi hanya diam. Ia sebenarnya belum sanggup jika harus bertatap muka dengan Munjung. Tetapi ia juga tidak bisa meninggalkan Munjung sendirian demi menenangkan dirinya sendiri.

Lijeong diam bukan karena tidak peduli. Ia diam karena sadar semua menjadi serumit ini karena ia yang tidak bisa menahan diri hari itu. Bukannya bertanggung jawab, di awal ia malah mencampakkan Lian.

Namun, bolehkah Lijeong merasa lega sedikit karena tidak perlu berurusan dengan orangtua Lian???

"Kamu mau aku tanggung jawab dengan cara apa??" Mereka berhenti saat lampu merah. Kesempatan itu Lijeong jadikan untuk bertanya kepada Lian.

Lian hanya melirik Lijeong sekilas. Tidak seharus hal serius begini ia bicarakan di lampu merah. Dan lagi, Lijeong telah kembali mengubah panggilan mereka.

"Gimana kalau kamu bantu aku supaya lebih cepat mati??"

"Lian!?"

Lijeong memijat kepala pening dengan perubahan sikap Lian. Sebelumnya Lian memang tidak memiliki semangat hidup. Tetapi ia tetap saja terkejut jika Lian berkata begitu.

"Minggu depan kita nikah. Biar aku yang ngomong sama Munjung dan nyiapin semua."

"Terserah kamu kak."


















Lupa ngasih bonus. Next chapter aja karna sinyal sulit

Baby [SELESAI] | Lee Jeonghyeon Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz