lima belas

713 128 9
                                    

"Mau jajan dulu?"

Lijeong mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang begitu keluar dari komplek perumahan lamanya. Hari sudah sore. Pasti banyak tempat makan yang sudah buka jam segini.

"Kalau nanti malam aja boleh, kak?"

"Nanggung, udah sore juga. Kepengen makan apa emang?" Lijeong melirik singkat Lian yang duduk di bangku penumpang sebelahnya. Saat ia kembali fokus pada jalan, Lijeong menangkap pergerakan Lian yang menggeleng.

"Mau di bonceng naik motor." Lijeong kembali melirik Lian. Kali ini matanya sedikit turun memandangi perut Lian. Jari telunjuknya mengetuk-ngetuk kemudi mobil sambil berpikir beberapa kemungkinan buruk jika membonceng Lian dengan sepeda motor.

"Boleh nanti malam. Tapi gak naik motor." Lian diam tidak menjawab hingga mereka sampai di rumah. Lian langsung menuju kamarnya dan mengabaikan Lijeong yang mengikuti di belakang. Bahkan saat disapa oleh Munjung pun Lian tidak menjawab.

Lian membersihkan badannya sebentar lalu berbaring di atas kasur diikuti oleh Lijeong. Tubuh Lian menegang saat di peluk Lijeong dari belakang. Selalu seperti itu. Terkadang Lian bahkan sampai menangis membuat Lijeong harus membuat jarak di antara mereka.

"Ma-maafin Lian ya kak." Lian terbata tanpa menatap Lijeong. Semenjak kejadian itu, Lian selalu merasa ketakukan berada di dekat Lijeong. Dari ujung kepala hingga ujung kakinya, Lian merasa semua bergetar hingga ia berkeringat dingin. Namun di saat yang bersamaan Lian tidak ingin berada jauh dari Lijeong.

Lian takut jika disentuh Lijeong. Tetapi Lian akan lebih takut jika ia ditinggal mengurus anak sendiri oleh Lijeong. Dan satu-satunya yang bisa Lian lakukan saat ini adalah dengan memegang ujung jari telunjuk Lijeong sampai ia merasa lebih tenang.

"Besok ada jadwal check up bulanan," Lijeong fokus pada Lian yang berbicara tanpa menatapnya. Ia menunggu sampai Lian melanjutkan kalimatnya.

"Temenin ya."

"Besok kakak ada kelas sampai sore. Tapi nanti diusahain supaya bisa nemenin."

"Usahain kak, tolong. Buat satu kali ini aja."

Lian yang awalnya berbaring berhadapan dengan Lijeong dengan pelan mengubah posisi menjadi duduk. Melihat Lian yang mengusap perutnya yang buncit membuat Lijeong juga ingin memegang perut itu.

"Akhir-akhir ini, bayinya gak gerak aktif kayak biasa."

Lijeong melihat ujung mata Lian mengelurkan air mata. Dengan pelan Lijeong lebih mendekat ke arah Lian. Jika Lian tidak bergerak menjauh, Lijeong berjanji akan langsung menarik yang lebih muda kedalam pelukannya.

"Lian mintak ditemenin karena takut bayinya kenapa-napa."
"Lian takut... Kalau obat yang dipakai buat coba aborsi hari itu, efeknya baru sekarang."

Baby [SELESAI] | Lee Jeonghyeon Where stories live. Discover now