1.

28.2K 2.5K 63
                                    

El lebih tepatnya Azaziel mondar mandir di kamar mewah yang serba hitam. Tempat asing dimana dia singgah saat ini. Ya asing, bagaimana tidak jika ini bukanlah kamarnya.

Kamarnya tidak semegah dan semewah ini, dia adalah pekerja kantoran, hidupnya monotoon. Jadi bisa di pastikan jika dia tinggal di sebuah kost an sederhana dengan ibu kost yang super galak.

Lalu, bagaimana bisa dia berada dia berakhir disini?

Baiklah.. Akan dia ceritakan.

Saat lembur kerja, dirinya pulang tengah malam. Dan saat itu pula dunia mulai sepi karena aktifitas manusia yang berkurang.

El pulang dengan hati yang deg deg an. Dia jarang lembur, sekalinya lembur dia akan bersama temannya Kelvin. Dan pada saat itu, Kelvin tak bersamanya. El benar benar sendiri.

Ketika dia melewati sebuah gang, teriakan kesakitan dari seseorang mengundangnya untuk masuk kedalam gang tersebut. El takut tapi tak bisa mengabaikan teriakan kesakitan yang memekakkan telinganya. Dengan keberanian yang tipis, El masuk tanpa memperdulikan apapun.

Itu Manusiawi.

Dia terperangkap di tengah tengah banyaknya pria berbaju hitam sedang menyiksa seseorang. Dan orang itu adalah Kelvin sahabatnya.

El tidak mengerti kenapa Kelvin bisa terjebak di antara orang orang besar tersebut. Tetapi sebagai teman yang baik, dia mencoba melawan.

"J-jangan El.. L-lari.."  lirih Kelvin.

Tanpa memperdulikan ucapan Kelvin, El menghajar mereka. Meski kewalahan, tetapi dia mampu mengimbangi. Jangan salah, meski tubuhnya terbilang kecil, dia memiliki bela diri yang cukup untuk melindungi diri.

Dia sangat kewalahan.. Apalagi dia lelah. Tetapi El tak menyerah, dia terus membalas pukulan demi pukulan.

Di sudut, ada pria yang tengah menghisap nikotin. Dia berdecak karena pekerjaannya menjadi lama karena seseorang yang datang mengacau.

Dia mengambil pistol yang di simpan di dalam jas hitamnya. Menarik pelatuk dan menembak El tepat di jantung.

Dor!

El.. Dia terbatuk darah. Tubuhnya jatuh ke tanah. Perasaan yang sakit luar biasa dia rasakan. Samar, dia merasakan tubuhnya yang di injak injak, sebelum akhirnya semuanya gelap.

.

Sementara di sisi lain.. Seorang pria sedang sekarat karena meminum racun. Darah mengalir dari hidung serta mulutnya.

Di sisi kesadarannya, dia menangis tersedu.

Dia belumlah membahagiakan ketiga putranya. Dia juga tak punya kenangan yang bagus untuk ketiganya. Bagaimana dia berakhir seperti ini.

Menjadi sasaran yang salah oleh pembunuh bayaran.

"Tuhan.. Jika memang ini sudah waktunya untukku kembali. Aku akan meminta satu hal."

"Tolong.. Tolong kirim jiwa seseorang untuk menjaga semua putraku. Mereka belumlah merasakan kebahagiaan sebagaimana mereka dapatkan dari sosok ayah."  detik kemudian, binar di mata itu kosong menandakan jika jiwanya sudah tak lagi menempati raganya.

Tetapi sebelum mata itu tertutup, sejenak binar redup terlihat. Tubuh itu ambruk dari tempat duduk kebanggaan seorang CEO.

.

Begitulah bagaimana El menempati tubuh pria bernama Theo ini. Sudah sejak seminggu dia berada di dalam raga Theo, tak banyak yang dia lakukan selain berasa di kamarnya.

Hey, dia butuh waktu untuk menerima semuanya.

Apalagi, dia memiliki tiga buntut yang sudah remaja. Hubungan Theo dan ketiganya buruk, sangat buruk. Terbukti saat Theo pulang dari rumah sakit karena keracunan.

Tak ada sambutan atau pertanyaan yang menanyakan dari mana dirinya.

Putra pertama Theo bernama, Skala Leonardo berusia 25 tahun. Sedangkan yang kedua bernama Jeandra Leonardo, berusia 19 tahun.. Sedangkan yang bungsu berusia 16 tahun, dia bernama Antaresh Leonardo.

Dan yang El tempati raganya bernama Theodoric Leonardo.

Dari ingatannya, istri Theo telah meninggal sesaat setelah melahirkan anak bungsunya.

Sejak saat Theo tak pernag mengurusi ketiganya. Yang dia lakukan hanya kerja kerja dan kerja. Tak peduli dengan aoa yang terjadi pada anak anaknya.

Namun El ada disini. Dengan tekad yang kuat, dia akan memperbaiki hubungan yang retak ini!

Yah! Semoga dia bisa.

.

Sedangkan di bawah.. Ketiga putra Theo sedang berbincang. Karena hari ini merupakan hari minggu. Jadi mereka memutuskan untuk bersantai di rumah.

"Pria itu tetap tak keluar dari kamarnya?" ujar Aresh. Sebagai bungsu, dialah yang paling di acuhkan oleh pria yang di sebut ayah itu.

Jean mengangguk, "Iya, sudah seminggu dia tak keluaran kamar."

"Terserahlah. Mau dia ada ataupun tak ada, sama saja." Jean menghela nafas mendengarkan penuturan Aresh.

"Seminggu yang lalu, dia datang dengan wajah pucat," ujar si sulung, Kala.

"Biarkan saja, meski dia sakit pun aku tak peduli. Toh, ketika kita semua sakit, dia bahkan tak pulang. Dia hanya kerja kerja dan kerja," sungut Aresh. Dia bersedekap dada.

Jean mengelus rambut Aresh, "Tetapi mau bagaimanapun, dia tetap ayah kita."

Aresh menepis tangan Jean. "Dia bukan ayah ku. Aku tak pernah merasakan sentuhan ayah dari bayi."

"Aresh."

"Apa kak? Benar kan? Kalian enak, setidaknya bisa bahagia sama ayah ibu. Lantas aku? Aku tak pernah merasakan keduanya. Ayah ada, tapi terasa tak ada." dia memandang kakak sulungnya, Aresh memegang dadanya yang sesak.

Dia tak pernah sekalipun mendapatkan kasih sayang
ayahnya. Ayahnya menganggap dirinya seolah ia tak ada. Iri rasanya melihat teman temannya dekat dengan ayah mereka. Tak seperti dirinya. Bahkan dia tak pernah bertegur sapa.

Ayahnya hanya memberinya nama. Tak ada lagi yang di lakukan ayahnya selain itu.





























Typo? Tandai...








Tbc.

Ayah ✔Where stories live. Discover now