4.

18.6K 2.3K 272
                                    

El harus merasakan Deja vu saat ia makan malam. Dia duduk dengan kaku memandang makanan dibawahnya tanpa minat.

Malam ini, apa yang harus dia ucapkan. Dia tak ingin salah berkata yang berujung suasana canggung seperti kemarin dan membuat ketiga anaknya pergi dari ruang makan.

El tak bisa meminta bantuan pada Yoshi. Meski dua hari  El disini, dia sangat membutuhkan Yoshi. Sialnya, Yoshi malah meninggalkan dirinya karena ada urusan, itu kata Yoshi.

Hah~

Helaan nafas itu kembali terdengar. Membuat Kala, bertanya dengan berani, "Ada apa ayah?" terkejut. Bukan hanya El, tetapi Jean maupun Aresh pun langsung melihat Kala. Keberanian Kala patut di apresiasi.

El sontak langsung mendongak melihat Kala di samping kanannya. Dia berbinar saat anak sulungnya berucap lebih dulu. Apakah ini hari beruntungnya! Ya tuhan, akhirnya. Akhirnya salah satu anaknya berucap.

Ketiganya membeku melihat reaksi El yang seperti itu. Apalagi Kala yang  melihat sudut mata ayahnya terdapat air mata.

"Kala.. Huhu anak ayah." El berdiri dan menghampiri Kala. Memeluk anak itu erat. Huh, dia senang karena Kala mau berbicara padanya. Ini adalah momen yang dia tunggu. Dia berterimakasih pada Kala.

Tubuh Kala beku, dia tak menyangka akan di peluk oleh ayahnya. Dia melirik ke arah dua adiknya yang sama terkejut. Mereka bahkan tak menutup mulut mereka saking terkejutnya.

Kala tersenyum, dia membalas pelukan El, "Iya ayah, Kala anak ayah." tak bisa di pungkiri bahwa dia begitu bahagia. Dia bahagia ketika ayahnya mulai berubah dan memanggil namanya dengan lembut.

Suara ayahnya yang begitu dia rindukan sejak lama. Pelukan hangat ayahnya yang sudah lama dia tak rasakan. Akhirnya setelah menanti dengan sabar, dia mendapatkan kembali pelukan itu. Meski dia harus menghabiskan waktu yang lama. Namun tak apa, hari ini dia bahagia. Seolah waktu menunggunya yang lama telah terbayarkan.

Jean dan Aresh memandang iri pemandangan haru di depan mereka.

"Jadi, kami bukan anak ayah gitu?" celetuk Aresh. Dia menatap tajam kedua insan yang tengah berpelukan itu. Dia kan juga ingin. Tetapi dia kalah strart.

El melepaskan pelukan Kala ketika mendengar celetukan bungsunya. Kala mendengus karena adiknya itu menganggu. Tetapi dia tersenyum tipis saat ayahnya mengkode kedua anaknya untuk mendekat. Tuhan, apakah semuanya akan berubah.

El langsung mengecup kening Jean dan Aresh. Lalu dia mengelus kepala keduanya, "Maafkan sikap egois ayah selama ini ya. Tanpa sadar ayah menyakiti kalian," ujarnya tulus. Dia memandang ketiga putranya sendu.

Jean dan Aresh terkejut. Mereka memegang kening mereka yang baru saja di kecup oleh ayahnya.  Banyak sekali kejutan yang membuat jantung mereka berdisko.

"A-ayah hanya tak tau bagaimana mendeskripsikan rasa sedih ayah. Ayah mengabaikan kalian, mengacuhkan kalian selama bertahun-tahun." air mata El menurun. Mungkin, ini perasaan Theo asli atau dirinya, entahlah.

"Ketika melihat tubuh kaku ibu kalian. A-ayah tak bisa menerima. Hingga mengacuhkan kalian selama ini." ketiganya, mendengarkan seksama. Kala mengelus punggung ayahnya berharap ayahnya tegar.

Jean memeluk El dari samping, sementara di dekapan El, Aresh memeluk erat.

"Ayah tau, kalian sedih selama ini. Dan ayah tau, maaf ayah tak bisa mengembalikan semuanya. Ayah sadar ketika kalian mulai beranjak dewasa, kalian tak lagi butuh ayah yang tak berguna seperti ku. Seseorang yang egois karena memikirkan diri sendiri, huhuu." El tersedu, dia menangis di leher Jean yang sedikit tinggi darinya. Dia membalas pelukan erat Aresh.

"Maafkan ayah.. Ayah salah. Ayah adalah ayah yang gagal." Kala menuntun sang ayah untuk duduk di kursi. Dia berjongkok di hadapan ayahnya, memegang tangan El lembut.

"Ayah, dengarkan Kala."

El memandang Kala dengan wajah sembabnya, "Uhm?"

'Sial! Kenapa ayahnya imut!"

"Ayah, kami akan butuh ayah, mau sebesar apapun kami." Jean dan Aresh mengangguk. Mereka akan diam dan membiarkan kakak sulungnya yang berkata.

"Jangan berpikir jika ayah adalah ayah yang tak berguna. Kami tau kondisi ayah, kami tak menuntut. Meski kami pernah kecewa, namun kami bisa memendamnya. Kami bahagia ketika ayah mau berubah," ucap Kala berujar lembut. Mata El berkaca-kaca, jika Theo tau ini, dia akan menangis bahagia.

"Ayah. Kami masih butuh sosok ayah," sahut Jean, "Ayah adalah ayah kami. Ayah bukan ayah yang gagal ataupun tak berguna." Jean memeluk ayahnya dari belakang.

"Terimakasih ayah. Terimakasih karena telah mau berubah. Aresh senang sekali," riang Aresh. Dia memegang lengan ayahnya.

"Kalian.."

"Huwaaaaaa!!!!"  pecah tangisan El. Dia tak menyangka jika anak Theo sebaik ini. Apakah Theo tau jika Putra putranya begitu menyanyangi dirinya. Pria bodoh itu sangat egois jika saja maut tak menjemput.

Lihat, dia tak akan tau bagaimana manis ketiga anaknya. Dia hanya berucap dua kata dalam dua hari. Tetapi putra putranya begitu bahagia meski perubahan kecil ini.

El menangis, dia menangis bukan karena perasaan Theo. Tetapi, perasaannya lebih mendominasi.

Sedangkan ketiga anaknya gelagapan melihat tangis ayahnya yang pecah. Mereka mencoba menenangkan El yang terisak.

"Huhuhu.. Ayah senang.. Hiks ayah bangga punya anak seperti kalian. Hati kalian begitu lapang untuk ayah yang brengsek hikss.. Padahal sudah bertahun-tahun. Itu waktu yang lama. Tapi kalian memafkan ayah segampang itu. Ayah menyesal, ayah menyesal mengacuhkan kalian. Huwaa!" ujar El sembari terisak.

Mereka menenangkan El yang makin mengencangkan tangis. Karena tak kunjung reda, mereka pun memeluk El berbarengan.

Senyum terbit di bibir mereka. Perasaan bahagia yang membuncah, serta wajah imut ayahnya ketika menangis, tak bisa menggambarkan bagaimana bahagianya mereka.

Penjaga dan maid yang melihat pun tersenyum. Akhirnya setelah sekian lama, keluarga tuannya bangkit dari keterpurukan setelah kehilangan nyonya mereka.

Mereka berharap ini, kebahagiaan ini akan bertahan lebih lama.











Typo? Tandai..


Tbc.

Ayah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang