17.

15.8K 1.6K 107
                                    



Kala memasuki kamar sembari membawa segelas kopi miliknya. Dia tak bisa tidur, akhirnya.. Dia memutuskan untuk pergi ke kamar ayahnya.

Dia sudah mendengar  tentang apa yang terjadi tadi siang. Selepas dia pulang, Kala tak melihat keberadaan sang ayah. Adiknya berkata, jika ayahnya tengah mengurung diri.

Kala masul dan membawa kakinya menuju Balkon. Tempat dimana sang ayah tengah bersantai sembari menikmati angin malam. Di temani bintang yang bersinar terang, sang ayah layaknya bulan yang lebih terang dari pada bintang.

"Ayah."

El menoleh dan mendapati putra pertamanya yang mendekat. Dia menepuk pahanya mengkode Kala untuk tiduran beralaskan pahanya.

Kala tersenyum, dia menaruh kopi itu dan menaruh tubuhnya. Dia menatap ke atas, berhadapan tepat dengan wajah tampan ayahnya.

Kala mengulurkan tangan, "Ayah. Wajahmu sembab," ujarnya mengelus kelopak mata El.

El terkekeh, "Yahh.. Untuk suatu alasan." muncul keringat sebiji jagung di dahi El. Alasan nya menangis karena dia tak tau alasan apa itu. Mungkin, karena perkataan Kay? Entahlah dia tak tau.

Kala tersenyum tipis. Dia bertanya untuk berbasa basi. Dirinya tau, kenapa ayahnya menangis. Kala juga tak bisa menyalahkan Kay, namun dia juga tak akan menyalahkan ayahnya.

Ayahnya terlalu baik, ayahnya tidak egois.

"Ayah memikirkannya?" Kala bertanya dengan tetap menatap El.

El diam, dia mengalihkan pandangannya terhadap bintang yang berada di atasnya. "Kay?"

"Entahlah.. Mungkin?"  Kala bingung dengan jawaban tak pasti sang ayah. Selama beberapa hari ini, ayahnya mengajak anak yang bernama Kay untuk tinggal bersama mereka. Setelah anak itu Pergi, ayahnya mengurung  diri di kamar.

Lalu,   mengapa jawaban ayahnya seperti itu?

"Kay hebat, dia bekerja keras untuk hidupnya. dia bekerja untuk membutuhi kehidupan sehari harinya. Kay berusaha menjadi yang terbaik dan mendapatkan beasiswa. Untuk alasan itu, aku bersimpati padanya."

"Kay seorang diri." El mengeratkan pegangan tanganya pada baju Kala. Sendiri, memang menenangkan, namun kesepian karena kesendirian, itu menyakitkan.

Dimana tak ada seorang pun yang tau bagaimana kondisi tubuh seorang penyendiri.

Itulah El.dulu, dan Kelvin datang sebagai teman dan juga sahabatnya. Kelvin datang dengan senyum cerah yang menghiasi, lalu membawa dirinya pergi jauh dari kegelapan.

Untuk alasan itu, El tak mau Kay juga merasaka, kesepian.

Kala menatap raut wajah ayahnya yang menyendu. "Kay anak yang kuat." meski dia tak suka keberadaan Kay, namun dia bersimpati pada hidup anak malang itu.

"Ayah telah menjadi egois." El bergumam. Dia tanpa sadar menyakiti hati anak sahabatnya. El hanya ingin menolong Kay sebagaimana Kelvin menolongnya.

"Ayah hanya ingin membantunya," sahut Kala menyemangati.

"Jangan bersedih ayah. Kay tau apa yang harus dia lakukan. Kay akan tumbuh kuat dan mandiri." Kala bangun, dia menangkap wajah sang ayah.

El tersenyum, "Kala.. Apa kau malu punya ayah yang cengeng?" entahlah mengapa dia mengganti topik yang membuat Kala merubah mimik.

"Maaf karena ayah telah menjadi lemah. Maaf karena ayah tak bisa menjaga kalian. Maaf katena menjadi ayah yang tak berguna, Maaf karena menjadi ayah yan-"

"Ayah adalah ayah yang hebat. Ayah, bagi kami.. Ayah segalanya." Kala memeluk El erat. Dia memotong ucapan ayahnya yang sangat tak suka ketika di dengar.

"Ayah.. Dari dulu, kami bermimpi. Kami ingin terus menggapai mimpi itu. Dan sekarang, kami menggapainya. Memeluk dan menjaganya."

"Mimpi kami adalah Ayah. Ayah telah berubah, ayah melihat kami lagi. Kami tak butuh apapun di dunia ini. Hanya ayah. Jadi, jangan pernah tinggalkan kami."

"Jangan berubah lagi ayah. Kami menyayangimu." air mata Kala tumpah. Sejauh ini, keluarga sudah seperti dahulu. Adik adiknya kiga lebih ceria. Dia tak ingin kehilangan momentum ini. Meski terdengar Naif, Kala ingin keluarga seperti ini selama nya.

El terpaku sekejap, lalu membalas pelukan Kala. Dia sangat beruntung karena telah kembali. Dia beruntung karena tak terlambat. El merasa beruntung akan hidupnya.

Meski menyakitkan baginya ketika mendengar jika dia pernah mengabaikan ketiga putranya. Dia memiliki tempat untuk pulang. Dunianya yang seperti bunga layu, kini tumbuh kembali dan mekar, "Maaf.. Maafkan ayah."

"Mari kita selalu bersama dan bahagia."




***


Beberapa tahun sudah terlewati. Hari demi hari telah berganti. Manusia pada akhirnya akan terus berubah demi waktu ke waktu.

Bagi sebagian orang, waktu terus berjalan. Tak peduli bagaimana manusia tumbuh, waktu tetaplah berputar. Dia tak akan duduk manis sembari menemani mu larut dalam kesedihan.

Ada seorang ayah yang terus memberikan kasih sayang dan cinta untuk anak anaknya. Dan ada anak yang bahagia ketika di penuhi cintaboleh sang ayah.

Sepasang ayah dan anak yang saling menjaga.

"Ayah, nanti jangan lupa lo. Aresh sudah siapkan tempat duduk ayah!" ujar Aresh. Dia memegang kedua tangan El.

"Kami tidak?" tanya Jean dengan wajah sedih yang di buat main main.

Aresh menatap kakaknua datar, "Mau duduk di manapun, aku tak peduli."

"Ahh.. Hati kakakmu sakit. Ayah lihat, adikku sudah tak menyayangiku lagu," adu Jean memegang dadanya dramatis.

El.tersenyum menanggapi, dia menepuk kepala Aresh, "Baik! Nanti ayah datang berdama kedua kakakmu."

Aresh mengangguk, dia menyalimi  El dan kedua kakaknya ogah ogahan. Terlebih lagi, dia di perintahkan untuk mengecepu kening ketiganya.

Jika itu ayahnya, dia dengan senang hati melakukannya. Tetapi, untul saudaranya? Cih, untung saja ayahnya yang meminta, jika bukan.. Mana sudi dia.

Melihat kepergian Aresh, Kala mengajak keduanya masuk, "Ayo ayah, seperti nya kita harus bersiap siap. kalau kita tak datang tepat waktu, Aresh akan mendumel."

El tertawa, "Ya ayo."

Seperti ini dia menjalani kehidupan seharinya. Menikmati waktu bersama putra putranya dengan damai. Menjadi keluarga Harmonis yang membuat dia bahagia.

El berharap, ini akan terjadi selamanya, sampai maut memisahkan.























Setiap pertemuan akan ada perpisahan. Dan setiap masalah akan ada jalan keluar.

Kisah ini berakhir sampai disini. Kebahagiaan setiap keluarga merupakan pondasi yang kuat untuk membangun tameng yang kokoh.

Terimakasih, sebagai penikmat cerita ini dan untuk bintang yang anda berikan.

Semoga anda sekalian di berikan kebahagiaan sebagaimana Azaziel bahagia.

Dan Maaf apabila ending tak sesuai yang di harapkan. Manusia tak akan pernah selalu benar. Terkadang, mereka membuat kesalahan yang tanpa di sadari mengecewakan orang lain.

Untuk itu, saya sebagai penulis meminta maaf sebesar besarnya.

Sekian terimakasih.














End.






Ayah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang