14.

11K 1.5K 44
                                    


El sedang berada di taman belakang Mansion. Dia duduk di sebuah Gazebo di bawah pohon rindang. Di temani secangkir teh dan beberapa camilan. El menonton serial drama tv di laptop.

Sesekali, El tertawa karena merasa lucu. Juga terkadang dia merasa kesal ketika ada adegan yang tak di sukainya. Berbagai raut wajah dia tampilkan.

"Ayah." seseorang memanggil. Terlihat jika Aresh yang masih lengkap dengan seragamnya. Mendekati ayahnya kemudian menyalimi El saat El menjulurkan tangan.

"Ayah sedang apa?" tanya Aresh.

"Ayah sedang melihat drama. Aresh baru sampai hm?" tanya El lembut. Dia mengusak rambut Aresh. Terlihat jika Aresh mengangguk, anak itu tersenyum samar.

"Masuk kedalam, bersihkan tubuhmu lalu ganti baju," perintah El. Aresh kembali mengangguk. Dia pun segera membawa tungkainya masuk kedalam untuk melaksanakan apa yang di katakan ayahnya.

El memandang kepergian Aresh. Semuanya tampak asing baginya. Ingatannya yang bercampur aduk membuat dia lupa akan tujuannya disini.

Dia adalah orang dewasa. Jadi El harus mengabaikan rasa sakitnya dan mengurus ketiga putra yang di titipkan oleh Theo.

Sosok Kay menjadi angan angannya sampai saat ini. Membuat fokusnya terganggu. El merasa ingin bertemu setiap hari bersama Kay. Sosok Kay mengingatkan dirinya akan teman lama.

El merasa perasaan akrab. El seperti melihat Kelvin di wajah Kay. Meski sikap Kelvin dan Kay sangat berbanding balik, tetapi itu tak bisa membuat El untuk tak berspekulasi tentang kesamaan keduanya.

El menghela nafas, dia pun memasukkan sebuah kripik kentang kemulutnya. Kemudian tengkurap kembali untuk menikmati drama yang belum selesai.

Beberapa saat kemudian, bersamaan dengan drama yang ia tonton selesai. Aresh datang dengan piring yang berisikan nasi dan lauk. Pemuda itu memberikan piringnya ke arah El.

El terkekeh saat wajah Aresh yang merona karena malu. Apa anak bungsunya ini baru saja meminta untuk di suapi.

El mengambil alih piring itu. Dia menepuk tempat di sebelahnya menyuruh Aresh untuk duduk. Sang empu pun menuruti. Dengan telaten El menyuapi Aresh suap demi suap hingga tandas.

"Bayi besar ayah!" Gemas El menguyel pipi tirus Aresh. Dia sungguh gemas dengan sikap malu malu Aresh. El senang, semua putra putra Theo membuka hati dan menerimanya. Perjuangannya tak sia sia.

Aresh pun tambah malu. Wajahnya memerah karena di katakan gemas oleh ayahnya. Tak tahukan sang ayah jika ayahnya lah yang menggemaskan saat ini.

"Ayah~" terdengar rengekan dari jauh yang menganggu aktivitas keduanya. Keduanya menoleh untuk melihat siapa yang datang.

Aresh menatap datar kedatangan kakaknya yang menganggu. Dia memandang sengit Jean saat Jean menatapnya remeh.

"Ayah, Jean butuh pelukan." pemuda itu mendekati ayahnya dan memeluk El. Menelungsupkan wajahnya di dada bidang El.

Setelah seharian beraktifitas, dia sangat lelah. Jean ingin cepat cepat pulang dan bertemu sang ayah. Setelah dia bertemu, Jean memeluk ayahnya, seolah dia sedang mencharger dirinya.

El mengelus kepala Jean, "Bagaimana harimu?" tanyanya ketika melihat Jean yang lelah.

"Sangat lelah ayah." Suara Jean terdengar merengek. Aresh ingin muntah di buatnya.

"Berhenti merengek kak, kau seperti bocah manja," sinisnya.

Jean melirik adiknya sengit, "Dasar bocah gadung yang tidak mengaca."

"Apa kata kakak!" seru Aresh tak terima.

Malas meladeni adiknya, Jean menyamankan posisi di pelukan sang ayah. Tetapi semuanya kenyamanannya harus sirna saat Aresh menarik Jean kuat yang membuat kakaknya itu terjerembab ke bawah.

Aresh menyeringai puas. Jean mengepalkan tangannya, dia berdiri dan berhadapan dengan Aresh.

Sedetik kemudian, terjadi pergulatan yang tak bisa di hindari. El mencoba melerai, tetapi kedua putra nya itu tak mendengarkan. Jadi, yang bisa dia lakukan adalah, memakan kembali cemilannya dan menikmati drama tambahan.

***

Makan malam berjalan dengan lancar. Saat ini, El tengah menonton televisi bersama ketiga putranya. Yah, mau bagaimana lagi. Tak ada lagi yang bisa dia lakukan selain menonton dan memakan cemilan.

Haruskah dia meminta maaf pada Theo? Pipinya sekarang berisi, perut kotak kotak yang di jaga oleh Theo pun sekarang menghilang. Salahkan saja ketiga putra Theo yang protektif.

Jadinya dia semakin gesit untuk memakan cemilan. Apalagi, cemilan yang tersedia di tempatkan di satu lemari besar. Cemilan berbagai Varian yang bisa mematikan kebosanannya.

Okay, El sekarang makan gaji buta.

"Jean."

Jean yang di panggil pun menghentikan aksinya memelintir tangan Aresh. El menatap mereka datar. Satu hal yang baru di Mansion ini. Jean dan Aresh yang seperti tikus dan kucing.

Keduanya sering bertengkar yang entah apa penyebabnya.

"Ada apa ayah?" sahut Jean mendekati ayahnya. Tak lupa dia menginjak tangan Aresh dengan sengaja.

"Bisakah kau membawa Kay besok?" pintanya.

Jean mengangkat alisnya, "Untuk apa ayah?" mengapa ayahnya tiba tiba meminta bocah penganggu itu datang.

"Hanya bawa saja Jean."

Selesai mengatakan itu, El kembali menfokuskan dirinya ke q depan. Mengabaikan wajah Jean yang berubah menjadi pias.

"Apakah ada hal penting ayah?" tanya Kala yang mengalihkan fokus El kembali.

El menghela nafas, "Entahlah ayah tidak tau. Tapi, ayah perlu bertemu dengannya. Untuk memastikan sesuatu." El tidak ingin hatinya terus gelisah.

Dia butuh kepastian dengan bertanya langsung pada Kay. El bukan tipe yang suka memendam sesuatu yang membuat dirinya gelisah sendiri.
















Typo? Tandai..

Tbc.



Ayah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang