9.

14.3K 1.8K 29
                                    



El memangku wajahnya. Dia berpikir sekali lagi. Sebenarnya, apa yang membuat dia berada disini. Apakah karena dia tertembak?

Dipikir berapa kalipun ini mustahil terjadi. Dia yang awalnya orang biasa yang bahkan tak terkenal. Memasuki tubuh seorang yang nyaris sempurna.

Seseorang dengan kekayaan yang luar biasa. Pekerjaan yang memadahi dan kediaman yang megah. Wajahnya pun sangat Sempurna. Minusnya keluarganya macam syaithon.

Meski di tubuhnya dulu wajahnya tak begitu tampan, tapi untuk sekitarnya itu sudah lumayan. Apalagi, Kelvin sering mengatainya manis dari pada tampan.

Betapa enak kehidupannya.

Jika ditanya apa penyesalannya? Itu tidak ada. Di kehidupan sebelumnya tak ada yang bisa dia harapkan. Orang tuanya pergi, Kelvin pun sudah dipastikan menjalankan kehidupannya, kalau untung.

Kalau buntung? Ya, dia berada di dalam tanah.

Dia juga tak masalah hidup disini. Siapa yang tak mau? Bangun bangun kau sudah menjadi seorang CEO duda yang hot dan kaya raya.

Jika dipikir lagi, bukankah dia cocok jadi sugar daddy? Kukitnya memiliki warna tan. Wajahnya tak seperti umurnya. Bahkan menjadi anak SMA pun sepertinya bisa.

Rupa dari keluarga ini pun tak main main. Para wanita memiliki wajah dan rahang yang tegas. Otot mereka pun seperti terbentuk.

El melihat sekilas, betapa tegap badan ibunya, Axxeline.

"Jadi rindu Kelvin," gumamnya.

"Kelvin siapa?"

"BUJU BUSET!" refleksnya. Dia menoleh kesamping dimana Rafael muncul dan berucap di samping telinganya.

Dia memegang telinganya yang merinding. Memang ada? Lupakan..

"Ga usah ngagetin bisa!" sentaknya. Dia memandang datar Rafael.

Rafael pun membalas tatapan El tak kalah datar, "Tak ada yang menyuruh kakak melamun."

"Siapa Kelvin?" pria itu mengulangi pertanyaannya.

El memutar mata malas, "Kau tak perlu tau." dia memalingkan muka. Kemanapun, asal tak memandang wajah Rafael yang sama sekali tak enak di pandang.

Rafael emosi, dia langsung mengambil dagu kakaknya, mencengkram kuat rahang El. El meringis sakit, dia dipaksa memandang adik Theo.

Hey? Sebenarnya, usianya berapa sih?

"Jangan berpikir untuk mengatakan kebohongan kak!" geramnya. Dia bukan orang sabar- ah lebih tepatnya, keluarganya bukanlah orang yang sabar.

"Segala tentang kakak, kami berhak tau!" tekannya. Dia menekan setiap kalimat agar kakaknya paham.

Kalimat yang seperti tak terbantahkan itu membuat nyali El menciut. Dia ingin mundur, tetapi cengkraman Rafael tak main main.

Tanpa sadar air keluar dari ujung matanya. Dia memegang tangan Rafael yang mencengkramnya. Berharap adik Theo ini melepaskan atau setidaknya mengurangi kekuatan pada cengkramannya.

"Rafael, sakit."

Rafael pun melepaskan setelah mendengar nada lirih kakaknya. Dia menghapus air mata El, beralih mengelus pipi yang memerah akibat jari jarinya.

"Jangan mengulanginya hm?" Rafael menatap teduh kakaknya. "Atau kakak mau lebih dari ini?" lanjutnya di sertai ancaman.

El menggeleng ribut, dia merasa keberaniannya telah hilang. Rafael menakutkan, seluruh keluarga ini menakutkan.

Detik kemudian, dia menangis ketakutan. Tangisnya pecah mengingat jika dia akan hidup di antara manusia Ini. Memikirkannya saja membuat dia merinding.

"Mau Kala, huhu.. Kala." dia merengek di pelukan Rafael. Adik Theo itu langsung memeluk sang kakak ketika El menangis.

Meskipun agak aneh melihat kakaknya yang sudah 42 tahun sering menangis. Namun bisa di netralkan oleh wajah sang kakak yang memang terlihat muda.

"Nanti kakak akan bertemu dengannya." Rafael menepuk nepuk punggung El.

El sendiri menangis sesenggukan. Meski terlambat, tetapi dia mengalami shock attack. Bayi duda itu merengek meminta bertemu dengan Kala.

Kebiasannya dirinya bahkan saat menjadi Azaziel, dia akan merengek ke Kelvin saat dia di marahi oleh atasannya.


***

"Kala.. Jahat. Kala jahat sekali." El menggesekkan wajahnya di dada bidang Kala.

Ketika dia di antarkan pulang, El langsung memeluk Kala dan menangis. Sedangkan Rafael, selaku orang yang mengantar kakaknya memandang El datar.

Dia memandang ke arah sofa single yang di tempati oleh adik bungsunya bersama istrinya yang tengah bermesraan tanpa tau tempat.

Dia mendekati Kazawa dan menarik kerah belakang adik iparnya, Giselle. "Ck, apakah kalian tidak tau tempat," ujarnya datar.

"Kakak, kembalikan istriku, kau menganggu. Kami hanya merayakan keberhasilan kami atas misi yang di berikan ayah." Kazawa merebut kembali Giselle. Dia pun segera pergi ke kamar tamu untuk melanjutkan aktivitas nya yang terganggu.

Rafael hanya menatap datar. Dia beralih memandang Kala, "Kala, jaga ayahmu dengan benar."

El langsung mengentikan tangis lebaynya. Dia memandnag Rafael sengit, "Hey! Sebagai ayahnya, akulah yang menjaga Kala!" ujarnya tak terima.

Enak saja, dia tidak perlu di jaga. Memangnya dia anak kecil.

El mengembungkan pipinya, dia bersedekap dada dan memalingkan muka.

Rafael terkekeh, jika bukan karena di depan Kala, dia sudah mencubit kakaknya. Memeluk erat hingga membuat kakaknya kesulitan bernafas. Tetapi, dia harus menjaga imagenya.

Rafael pun pergi. Sesampainya di luar, dia bertemu dengan putra kembarnya. "Sedang apa kalian disini." tangannya ia masukkan kedalam saku. Memandang putranya datar.

Alex mengangkat bahu, "Hanya main, ya kan Lexis?" Lexis tak menjawab, tetapi dia menatap tatapan datar ayahnya.

Rafael menepuk kedua rambut sang kembar lalu pergi setelahnya. Dia akan membiarkan kembarnya berbuat ulah disini. Sepertinya bagus melihat wajah suram Kala bersaudara.

Ah.

























Typo? Tandai..

Muehehehehheheh!


Tbc.

Ayah ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang