1

2.9K 174 9
                                    

Alyzaa menatap lama pada benda kecil yang kini berada dalam genggaman telunjuk dan ibu jarinya. Setelah sepersekian detik menunggu, kedua matanya kembali berkaca-kaca. Kembali dia gigit kuat bibir dalamnya guna mereda kekecewaannya.

Hanya satu garis. Dan itu lagi-lagi terasa layaknya sebuah sengatan menyakitkan untuk relung hatinya.

Kembali lagi, tuhan belum mengijinkannya untuk menerima hadiah besar itu.

Menopang keningnya dengan pergelangan tangannya, dia berusaha mati-matian untuk menahan isakan tangisnya agar tidak keluar. Setiap kali dia menemukan kegalalan itu, untuk kesekian kalinya. Dia merasa kecewa.

Apa itu wajar?

Entah lah, tapi Alyzaa tidak bisa berbohong jika dia selalu merasa berlipat-lipat kecewa ketika dia belum bisa memberikan apa yang selama ini bisa diberikan oleh seorang istri pada suami-suami di luar sana.

Karna obat yang dulu pernah di konsumsi tubuhnya itu, membuat dia kesulitan untuk hamil saat ini. Semua itu kadang membuat dia merasa menyesal, kenapa dulu dia menambah daftar kesalahan dalam hidupnya?

Tok Tok Tok

"Sayang, kamu masih di dalam?"

Segera, Alyzaa hapus air matanya kuat, bergumam menjawab panggilan Ares di luar sana.

Membenahi ndandanan di depan cermin, dia segera keluar setelah merasa jika ndandanannya tidak sekacau yang dia pikirkan.

Senyum lebar Ares dengan uluran tangan ke arahnya adalah hal pertama yang dia terima begitu membuka pintu. Yang langsung dia sambut tanpa ragu.

Bahkan ketika dia berhasil masuk ke dalam pelukan pria itu. Menyembunyikan wajahnya di dada pria itu, tangisnya terdengar begitu merasakan usapan lembut di punggungnya.

Pria itu seakan tahu apa yang terjadi di dalam kamar mandi tadi. Karna itu dia berbisik lembut. "Gak papa, nanti kita usaha lebih keras lagi, hmm?"

Tangis Alyzaa kian mengeras, dia terisak dengan tubuh bergetar hebat. Membuat Ares menarik tubuhnya untuk melangkah ke arah ranjang. Duduk di sana dengan Alyzaa yang masih enggan menjauhkan diri.

Ares menurut, tidak memaksa istrinya untuk menghentikan tangisnya. Dengan sabar dia hanya mengusap punggung Alyzaa, teratur dan lembut. Sesekali dia kecup puncak kepala wanita itu lama.

"Garisnya cuman satu." Adu Alyzaa kemudian. Lalu tangis wanita itu kembali menguat.

"Gak papa. Itu artinya kita masih dikasih waktu pacaran lebih lama lagi." Hibur Ares-yang ternyata sama sekali tidak membantu, karna kini tangis Alyzaa kian menguat membuat pria itu melotot dan menepuk-nepuk punggung Alyzaa setengah panik.

"Gimana kalau aku gak bisa hamil?" Itu adalah pertanyaan yang sudah sering Ares dengar. Setiap kali istrinya itu menemukan garis satu di alat tes kehamilannya.

"Dokter sudah bilang kalau kita sehat, kan?" Dia mencoba mengingatkan.

"Gimana kalau dokter itu salah?" Adu Alyzaa diantara isaknya. Terdengar layaknya gumaman lemah namun terdengar menggemaskan di telinga Ares.

Sebenarnya Ares ingin tersenyum mendengar gumaman istrinya itu, tapi dalam situasi seperti sekarang ini. Tidak mungkin dia melakukan itu semua.

"Gak papa, aku tetep cinta kok sama kamu walau kita gak punya anak." Itu bukan sekedar hiburan belaka. Karna setelah banyak hal yang mereka lewati, dia benar-benar rela melakukan apa pun untuk wanita yang kini berada dalam dekapannya.

Sayangnya, istrinya itu akhir-akhir ini memang senang menguji kesabaran Ares. Karna itulah tangis wanita itu kian mengeras ketika mendengar ucapannya.

Lalu saat Ares sibuk menenangkannya, mengusap punggungnya lembut. Mendadak tangis Alyzaa mereda, dia berhenti menangis dan segara menjauhkan diri. Menatap Ares yang-jika boleh jujur ia tidak menyukai wanita itu menatapnya begitu.

Gulali PernikahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang