5

1.2K 130 21
                                    

Alyzaa merasa kakinya sulit di gerakkan, apalagi ketika kedua matanya hanya bisa menatap punggung kecil itu yang tampak ringkih. Mendadak kedua matanya memanas. Ada sesuatu yang menyengat dadanya lembut dan halus. Namun semua terasa begitu menyesakkan.

"Saat pak Ares membawa Arsen ke sini, saat itu juga hari terakhir pak Ares datang. Setelahnya, beliau tidak pernah datang lagi. Tapi setiap bulannya beliau memberikan banyak bantuan di panti asuhan ini. Saya tidak tahu hubungan pak Ares dan Arsen, bahkan saat itu saya berpikir jika Arsen adalah putra beliau. Tapi saat saya bertanya pada Arsen, dia bilang papanya sedang pergi bekerja, dan mamanya pun ikut pergi menyusul papanya. Dan yang mengantarnya itu adalah teman ante Iza. Saat itu saya sadar jika ternyata Arsen bukan putra pak Ares."

"Ini adalah kamar khusus milik Arsen, pak Ares sendiri yang meminta saya untuk menyediakan kamar khusus untuk Arsen. Dan berharap bisa membuatnya betah tinggal di sini."

Kaki Alyzaa melangkah mendekat. Meski dengan sedikit gemetar dan kesulitan. Dia paksa untuk mendekati pria kecil yang kini berbaring memunggunginya.

"Akhir-akhir ini dia sering demam, saya sudah membawanya ke dokter, tapi sudah dua hari ini demamnya tidak kunjung turun. Bahkan setiap malam saya mendengar dia terus menggumamkan mamanya. Mungkin dia merindukan ibunya, Bu."

"A-apa,... Selama dia tinggal di sini, dia terlihat bahagia?"

"Saya tidak akan menutupi semuanya, tapi selama Arsen datang ke sini. Dia sangat jarang berbicara, dia akan lebih banyak menyendiri dan diam. Saya kira awalnya mungkin dia belum terbiasa dengan suasana di sini. Tapi selama dua bulan ini, lama kelamaan saya sadar jika dia mungkin merindukan rumahnya."

Rumahnya?

Air mata Alyzaa tidak bisa dibendung. Jatuh membasahi pipinya, bahkan kini tubuhnya ikut merosot, duduk di pinggir ranjang dengan tangan membekap mulutnya.

Bayangan bagaimana Arsen-yang harus kembali ditinggalkan begitu saja memenuhi kepalanya. Bagaimana pria itu menangis sendirian dan ketakutan memenuhi kepalanya.

Itu pasti menjadi sesuatu yang mengerikan bagi pria kecil itu. Itu pasti membuat dia semakin terluka dan sakit.

Diantara tangisnya yang dia tahan mati-matian Alyzaa terdiam begitu tubuh kecil itu berbalik. Menoleh ke arahnya.

Kedua mata yang biasanya menatapnya bening, berbinar dan polos itu, kini menatapnya sayu. Ada keringat di sekitar pelipisnya. Bahkan wajahnya tampak memerah dengan bibir pucat.

"Ante Iza?"

Tangis Alyzaa pecah, dia terisak hebat, kuat, hingga rasanya dadanya terasa sesak luar biasa. Suara itu masih mampu membuat dadanya merasakan sengatan lembut.

Bahkan saat Ares seketika bangkit dan memeluk lehernya. Memeluknya erat dengan tangis tak kalah kuat. Alyzaa semakin merasakan tangisnya tak lagi bisa dibendung.

"Ante.."

Alyzaa dekap tubuh kecil yang terasa lebih hangat itu. Dia cium kuat pundak kecil yang sudah lama tak dia hirup aroma tubuh itu. Seakan dia benar-benar merindukan pria kecil itu. Dia hirup dalam-dalam aroma tubuh yang kini terasa lebih harum.

"Ante Iza,.."

"Iya ini Tante, sayang. Ini Tante Iza."

"Alsen takut..."

****

Alyzaa tahu, jika Arsen selalu berhasil menarik perhatiannya. Pria kecil itu seakan memiliki magnet kuat untuk selalu menarik perhatian dan perasaan sayangnya.

Dia menyukai anak kecil sedari dulu. Tapi, entah mengapa dengan Arsen jauh lebih hebat perasaan sukanya. Seakan pria kecil itu mempu menarik semua perhatiannya, dan segala rasa sayangnya. Hingga membuat Alyzaa selalu ingin memiliki pria kecil itu.

Gulali PernikahanWhere stories live. Discover now