12

1.1K 125 7
                                    

Alyzaa baru saja hendak membuka pintu, tapi gerakan tanganya terhenti begitu seseorang menahan lengannya. Menariknya hingga tubuhnya berputar dan berhadapan dengan pria itu. Pria yang kini menatapnya khawatir bercampur bersalah.

"Za,"

"Lepas."

"Sayang, dengar dulu."

"Apa lagi yang harus aku dengar, Res? Kamu yang nggak bisa percaya sama aku? Aku yang selalu kekanak-kanakan? Atau-"

"Oke, aku minta maaf untuk itu. Aku nggak bermaksud untuk bicara begitu tadi." Ares benar-benar menyesal karna mengatakan semua itu, tapi dia juga belum siap jika harus mengatakan segalanya pada Alyzaa. Apalagi semua ini masih menyangkut dengan Rangga dan semua keluarganya. Dia belum siap jika Alyzaa akan memilih pergi meninggalkannya dan menyerah. Setidaknya, sudah cukup dia membuat wanita itu kecewa dengan keluarganya, dan untuk mengetahui bagaimana kacaunya segalanya. Tidak. Ares tidak akan siap. Dan tidak akan pernah siap untuk memberitahu wanita itu hingga kapan pun.

"Maaf, sayang. Aku benar-benar minta maaf."

Alyzaa tahu jika dia sangat bodoh, sangat-sangat bodoh. Lihat. Hanya dengan mendengar dan menemukan wajah bersalah suaminya. Semua rasa marah dan kecewanya tadi sirna. Begitu pun dengan semua kekesalan dan sakitnya.

"Za,.."

"Aku benci sama kamu."

"Maaf." Ares semakin menatap istrinya bersalah. Semakin bertambah bersalah saat wanita itu kembali menjatuhkan air matanya. "Maaf, sayang. Aku benar-benar minta maaf." Ia hapus air mata wanita itu yang jatuh membasahi pipinya dengan punggung jarinya secara bergantian. Sedang tanganya yang lain membawa tangan istrinya untuk ia remas lembut.

"Sayang, aku sayang banget sama kamu. Kamu tahukan gimana aku cintanya sama kamu. Dan aku nggak mau kehilangan kamu. Jadi aku mohon, tolong maafin aku."

"Kamu nggak percaya sama aku."

Ares meringis, lalu menarik istrinya masuk ke dalam pelukannya. Ia peluk erat dan ia kecup puncak kepalanya berkali-kali. "Maaf-maaf." Ia peluk lebih erat, dengan perasaan kian merasa bersalah. "Aku minta maaf, aku tahu aku salah. Nggak seharusnya aku bilang begitu. Lain kali aku nggak akan ngomong begitu lagi, aku janji."

"Kamu bahkan tadi bilang aku kekanak-kanakan."

Diantara wajah bersalahnya, ada wajah menyesal menghiasi wajah Ares. Karna itu ia kembali mengatakan kata. "Maaf, aku nggak bermaksud bilang gitu tadi. Aku cuman-" Ares tampak bingung menyusun kata.

"Aku capek."

Ares peluk lebih erat tubuh istrinya itu. "Maaf." Sekali lagi ia mengatakan kata itu. Dan perasaanya langsung terasa lega saat Alyzaa balas memeluknya.

Alyzaa balas memeluk tubuh Ares tak kalah erat. Sekarang, semua rasa marah dan tak nyamannya benar-benar hilang. Benar-benar sirna tanpa sisa. Yang ia tahu jika sejak kemarin, hari itu, setelah pertengkaran mereka, ia hanya butuh kata 'maaf' dan 'menyesal' dari pria yang kini memeluknya.

"Aku sayang banget sama kamu." Entah mengapa Ares kembali ingin mengatakan itu. Mengatakan jika perasaanya tidak berubah, tidak akan pernah berubah untuk wanita yang kini ia peluk erat. "Jadi tolong, jangan marah lagi."

Alyzaa mengangguk. Menjauhkan diri dan menatap Ares dengan wajah sembab. "Maaf." Sebenarnya, ia ingin mengatakan ini sejak hari itu. Sejak ia menemui Arsen tanpa ijin. Sejak ia diam-diam mengangkat telpon pria itu tanpa permisi. Namun, karna malu dan gengsi, dia bahkan tidak tahu harus memulai dari mana dan bagaimana cara mengatakannya.

Ares menggeleng, menciumi telapak tangan dan punggung tangan istrinya secara bergantian. "Aku maafin." Ucapnya begitu mudahnya. Tanpa bertanya dan ingin tahu lebih jauh dengan apa yang membuat wanita itu meminta maaf.

"Aku kemarin nemuin Arsen tanpa ijin sama kamu."

"Nggak papa."

"Aku juga angkat telpon kamu nggak bilang-bilang. Aku nggak bilang kalau waktu itu bunda Ara telpon kamu."

Apa Ares sudah bilang, jika hal ini lah yang membuatnya begitu jatuh cinta pada istrinya? Wanita yang berstatus istrinya ini, dia selalu bisa membuat Ares merasa dihargai dan memilki privasi. Padahal, dia tidak pernah melarang Alyzaa mengecek ponsel atau apa pun yang dia miliki. Namun wanita itu seakan memiliki batasan.

Padahal, jika dia sadar, Ares sering bersikap semaunya pada wanita itu. Ares bahkan sering mengecek dan melakukan apa pun pada ponsel wanita itu. Seakan semua yang wanita itu miliki, juga miliknya. Benar-benar miliknya.

"Aku maafin. Aku maafin." Ares kembali ciumi telapak tangan dan punggung tangan wanita itu. Membuat senyum Alyzaa mengembang.

"Kamu harus mandi."

Bukannya menuruti keinginan istrinya, Ares kembali menarik tubuh istrinya untuk ia peluk. Erat dan kuat. "Aku sayang banget sama kamu. Aku cinta banget sama kamu." Dia kembali mengulang kata itu. Seakan memberitahu jika dia tidak akan bisa hidup tanpa wanita itu, dan kali ini dia benar-benar lega saat istrinya tak lagi marah.

"Aku udah nggak marah kok."

"Hmm, aku benar-benar lega."

Alyzaa terkekeh dengan perasaan yang kini kembali merasa bersalah.

****

Saat semua baik-baik saja itu, rasanya sangat melegakan. Begitulah yang Ares rasakan. Bahkan rumahnya kembali terasa seperti,... surga. Damai, nyaman dan tentram.

Dia bahkan bisa dengan leluasa memeluk dan mencium istrinya. Kembali mendengar celoteh wanita itu tentang apa pun. Dan yang lebih melegakan lagi, dia bisa kembali melihat binar bahagia di wajah dan kedua mata itu.

"Kamu tahu, aku itu akhir-akhir ini gampang banget kesel." Alyzaa kembali mulai berceloteh, tanpa peduli jika jam bahkan sudah menunjukkan lewat tengah malam. Dan Ares yang berbaring miring menghadap ke arahnya, dengan lengan terlipat ia jadikan bantalan pun mengangguk setuju. Sedang satu tanganya tidak berhenti memainkan rambutnya-sedang ia sendiri sibuk menggambar pola di dada pria itu.

"Kamu juga ngerasain?"

Mungkin,... Tidak. Ares ingin menjawab begitu, namun dia terlalu malas. Jadi ia hanya bergumam sekenanya.

"Hmm,"

Alyzaa mendongak guna menatap pria itu, namun hanya dagu pria itu yang terlihat. "Apa jangan-jangan aku hamil, ya?"

Gerakan tangan Ares terhenti, kedua matanya yang terpejam kini terbuka. Ia mengerjab sebelum menunduk untuk menatap wanita yang kini menatapnya dengan bibir bawah setengah digigit. Ia tapak cemas dan resah.

"Kamu ngerasa nggak sih, kalau aku akhir-akhir ini nyebelin?"

Tidak. Ares sudah mengatakan kan tentang itu? Dia bahkan tidak sadar di mana hal yang menurut Alyzaa menyebalkan.

"Gimana kalau besok kita cek-"

"Nggak perlu."

"Sayang, ih."

"Kamu inget nggak sih kalau kamu terlalu sering kayak gini?"

Alyzaa tampak cemberut. Tidak seneng dengan  jawaban itu.

"Aku nggak mau kamu sedih dan kesel lagi kalau hasilnya negatif."

"Tapi-" Ucapan Alyzaa terhenti begitu Ares tiba-tiba-tiba mencium bibirnya.

"Kita tidur aja gimana?"

Meski tidak senang, namun Alyzaa tidak menolak saat pria itu kembali memeluknya. Mengusap punggungnya lembut. Saat kedua matanya hampir terpejam, ia sempat mendengar gumaman lembut Ares.

"Kamu nggak ngeselin kok, sama kayak biasanya. Kamu masih Alyzaa yang aku kenal. Nggak nyebelin atau berubah. Jadi nggak perlu mikir aneh-aneh."

Dan Alyzaa tahu, jika pria itu sudah mengatakan begitu. Itu artinya hasilnya masih sama. Dan ia pasti akan kembali kecewa.

Gulali PernikahanWhere stories live. Discover now