7

891 101 6
                                    

Alyzaa mempercepat langkah kakinya, sesekali ia akan berlari kecil guna melampiaskan ke khawatirannya.

"Bu Iza, Arsen kembali masuk rumah sakit. Badannya kembali panas tinggi dan kejang, dia memang sudah di tangani dokter, tapi dia terus memanggil nama bu Iza dan menangis sedari tadi."

Alyzaa ingat saat ketika bunda Ara tadi menghubunginya, dan mengatakan keadaan Arsen yang tidak baik-baik saja. Bagaimana pria kecil itu yang kembali sakit, kembali masuk rumah sakit dan harus di rawat di sana.

Karna itu, ia segera datang ke rumah sakit di mana tempat di rawat Arsen. Secepat yang dia bisa untuk berada di sana, dan melihat kondisi pria kecil itu dengan kedua mata kepalanya sendiri.

"Bunda Ara?" tegur Alyzaa saat menemukan seorang wanita yang sangat ia kenali tengah berdiri gelisah di depan sebuh pintu ruang rawat. "Gimana keadaan Arsen? Dokter mengatakan apa?"

"Bu Iza, syukurlah bu Iza sudah sampai di sini. Dokter hanya mengatakan jika Arsen demam biasa, karna demamnya yang terlalu tinggi hingga membuat Arsen kejang. Tapi sekarang Arsen sudah baik-baik saja. Dia sudah di beri obat dan disuntik tadi. Jadi sekarang dia sedang tidur. Mungkin karna pengaruh obatnya. Tapi dokter bilang nanti dia sudah bisa dibawa pulang kalau sudah siuman."

Alyzaa mengangguk mengerti. Ada wajah lega yang tak bisa ia tutupi. "Boleh saya masukkan, bun?"

"Iya, bu Iza. Silahkan. Saya hanya sedang menunggu mang Asep yang tadi sempat saya mintai tolong untuk mengambil pakaian ganti Arsen."

Tak butuh waktu bagi Alyzaa, ia segera masuk ke dalam ruang rawat Arsen. Dan langsung menemukan pria kecil-yang kemarin sempat bermain dengannya.

Wajah itu tampak pucat, tampak lebih redup dan tak merona seperti kemarin. Menghela nafas gusar, Alyzaa hendak meringsut mendekat, namun suara seseorang di balik pintu ruangan membuatnya urung. Ia kembali berbalik, tapi belum sempat ia mendekat ke arah pintu, pintu itu terbuka lebih dulu. Muncul seseorang yang benar-benar tak pernah Alyzaa harapkan akan menemukannya di saat seperti ini.

Lalu ketika pria itu sedikit menggeser pandanganya, menatap ke arah seseorang yang berada di belakangnya. Alyzaa merasa suasana di sekitar ruangan terasa berubah. Lebih mencekam dan dingin. Apalagi saat wajah pria yang sangat ia kenali itu tampak mengerat dan datar.

Alyzaa tahu jika ia dalam masalah kali ini.

"Ares,.."

Ares, benar. Pria itu adalah Ares. Yang kini menatapnya datar dengan rahang mengeras.

"Aku tunggu kamu di rumah!" Suara pria itu dingin dan kaku. Bahkan Alyzaa merasa bulu kuduknya terasa berdiri dan meremang. Namun ia masih bersyukur karna pria itu tak melampiaskan kekesalan atau amarahnya di sini. Seakan memberikan Alyzaa waktu untuk berpikir, memberikan waktu bagi dirinya untuk menenangkan diri.

Saat pria itu memilih melangkah mundur, menutup pintu tanpa mau repot-repot menatapnya lebih lama. Atau pun mengecek kondisi seseorang yang kini berhasil membuat Alyzaa berada di sini, Alyzaa tahu jika pria itu benar-benar marah kali ini. Jadi, Alyzaa hanya bisa menarik nafas dalam, menghembuskannya perlahan. Berharap bisa mereda kekhawatirannya dan ketakutannya kali ini.

****

"Ante Iza?"

Segala perasaan gundah Alyzaa sirna saat kedua mata yang sedari tadi terpejam, membuatnya khawatir itu kini terbuka, tersenyum tipis ke arahnya meski dengan bibir tampak masih pucat.

"Ante di sini?"

"Hmm," Gumam Alyzaa dengan kepala mengangguk. "Kenapa sakit? Kita udah janji akan main bareng, kan? Tapi kenapa Arsen malah sakit?"

Gulali PernikahanWhere stories live. Discover now