13. Khayal

0 0 0
                                    

Ditulis oleh Nunung Purwanti

Semuanya berawal dari hari di mana kubertemu dengannya. Seorang anak kecil yang sedang bermain di halaman rumah sendirian. Bermain ayunan dan bola tanpa teman. Kumenghampirinya sambil mengajaknya berkenalan. "Hai, namaku Bulan" sambil mengulurkan tangan bersamalam. Namun, dia hanya menjawab tanpa melihatku. "Izran" dengan jawaban singkat dan sangat dingin. "Salam kenal Izran, kok kamu sendirian di sini?" Tambahku. "Tidak ada yang mau bermain denganku, mereka takut kepadaku" ucapnya. "Hei tidak boleh seperti itu, lihatlah sekarang aku adalah temanmu. Ayo kita bermain bersama" ucapku dengan bersemangat. Ia pun tampak tersenyum dan mengiyakan. 

Waktu berjalan dan tak terasa hari berlalu begitu cepat. Rasanya baru saja aku bermain di luar siang ini, lalu tak terasa sudah hampir menjelang maghrib. 

"Izraan, pulang Nak. Sudah hampir Maghrib" Teriakan seorang paruh baya dari dalam rumah membuatku tak bersemangat lagi, sepertinya itu adalah Ibunya Izran. 

"Iya Buuk, aku pulang" ucapnya sambil memungut mainannya yang berserakan. "Aku pulang dulu ya Bulan, besok kita main lagi" Katanya kepadaku. Dia adalah seorang anak lelaki yang menjadi tetangga depan rumahku.

"Iya, sampai jumpa Izran" Jawabku dengan tersenyum. Setelahnya aku pun bergegas berlari pulang, karena hari telah mulai gelap. 

"Hyaa, tidak ada teman bermain lagi nih. Sepi banget" ocehku sambil berjalan menuju rumah. Rumah kita memang tidak jauh, tetapi rasanya aku sangat lelah berjalan. Sesampainya di rumah aku pun mengadu kepada Ibu "Buu, Bulan laper" kataku dengan nada lemah.

"Nih makan, Ibu sudah memasak makanan kesukaanmu" Nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang diatasnya membuat perutku tak bisa menahan ricuhnya cacing-cacing yang sedang beradu. Tanpa basa-basi Akupun menyantap dengan lahat makananku sambil bercerita tentang Izran kepada Ibu.

"Bu, Bulan tau main loh sama temen baru Bulan. Namanya Izran, dia tadi main sendiri tidak ada teman" ucapku dengan antusias. Raut wajah Ibu keheranan "oh ya? Kalau gitu habis ini kamu tidur aja ya, keliahtan capek banget ni Anak Ibu". "Woke Buuk" jawabku dengan mulut yang penuh dengan makanan. 

..Izran.. 

"Hei Anakku sayang, kelihatannya senang banget?" Tanya Ayah kepadaku sambil memakai peci hendak pergi sholat. "Iya dong" Jawabku dengan antusias, lalu segera pergi ke dapur untuk membersihkan diri.

"Hei, Ayah belum selesai berbicara kepadamu" ucap Ayah keheranan. "Izraan" Ayah memanggil tetapi aku menghiraukannya. 

Setelah Ayah pulang dari Masjid, beliau pun duduk di sampingku yang sedang memakan semangkuk sereal kesukaanku. "Hei Izran, ini obatmu. Jangan lupa diminum ya, nanti kambuh lagi" ucap Ayah khawatir. "Iya Ayah" jawabku dengan lemas lalu mengambil minum yang dibawakan oleh Ibu. "Ibu sebenarnya Izran sakit apa sih? Kok minum obat terus?" Aku bertanya dengan nada yang kesal karena sudah bosan dengan kegiatan rutin meminum obat ini. Ibu pun menjawab "Nak, kamu itu istimewah jadi harus minum obat terus" ucapnya dengan lembut. "Jadi orang yang minum obat itu istimewah ya Bu?" Tanyaku dengan mata berbinar. "Iya Nak" Jawab Ibu dengan tersenyum manis. "Beneran Bu? Yuhui" Jawabku senang. 

..Bulan.. 

Keesokan harinya Izran berangkat sekolah, di mana hari ini adalah hari pertama Izran merasakan bangku persekolahan. Ya, aneh karena aku terlalu banyak tahu tentangnya. 

TAKDIRWhere stories live. Discover now