15. Kenapa Harus Aku?

0 0 0
                                    

Ditulis oleh Adelin Febrianti Worabay


"Apa-apaan ini arifa!! Kenapa kau terus menjadi lebih buruk dari sebelumnya!! Kami berharap banyak padamu!!” kata-kata ibu membuat hatiku terasa sakit. “astagaa…hah!!” ibu menghela napas dengan kasar. “aku sudah melakukan yang terbaik…seharusnya kalian menyemangatiku bukan malah memarahi seperti ini!! seharusnya ibu tidak melahirkanku saja jika ibu terus memperlakukanku seperti in—” plakk!!..sebuah tamparan yang mendarat tepat di pipi kananku. Perih. Tak terasa air mataku menetes. Aku melihat ibu yang terkejut karna ayah yang menamparku. “kenapa…” Aku berlari keluar dari rumah. ‘aku sudah tidak peduli lagi!’ ucapku dalam dihati. ‘rasanya ingin mati saja’ aku terus berlari dan membiarkan kakiku terluka karna tidak memakai alas sendal sampai kakiku terasa sangat sakit dan berhenti di danau dekat rumahku. 

“hiks hiks…huwahhh!!!” aku menangis sejadi-jadinya disana. Disana sunyi jadi aku melepas semua yang kurasakan ini. Aku pergi begitu saja dari rumah tanpa membawa apapun. Aku bersandar di sebuah pohon besar yang berada di danau. Airnya terlihat tenang dan indah malam ini. Aku melihat keatas. Banyak sekali bintang diatas sana dan aku berusaha menggapainya. “apa aku bisa menjadi salah satu dari kalian?” mataku terasa berat dan aku pun tertidur.

‘empuk..tunggu, empuk?!’ aku membuka mata dan menyadari diriku sekarang berada dikamarku. ‘kenapa aku bisa disini?’ aku keluar dari kamar dan melihat ibu sedang duduk membaca sebuah buku. Aku berjalan mengendap-endap agar tidak ketahuan, “arifa” degg..aku berhenti bergerak. “maaf, ibu kemarin sudah keterlaluan padamu” aku terkejut. “iya bu, aku juga minta maaf” aku menunduk.

Merasakan penyesalanku terhadap ibu. Ibu sekarang berusia 35 tahun, ibu selalu dikantor begitupun ayah dan meninggalkanku sendirian dirumah ini tapi aku tahu mereka bekerja keras untukku. ‘seharusnya aku tidak bilang itu ke ibu dan ayah’ Ayah tiba-tiba datang dan melihatku. “arifa, ayah minta maaf karna menamparmu kemarin, ayah tidak akan melakukannya lagi padamu” ayah mengelus kepalaku. Ayah pun sekarang berusia 37 tahun. rambut putih mereka terlihat lebih banyak begitu pun dengan keriput yang mereka punya. “hiks, hiks..maafkan aku!!” air mataku tak dapat kukendalikan. Seketika semuanya keluar begitu saja. ibu menghampiri dan memelukku dengan erat. “maafkan ibu..arifa..maafkan ibu” air mata ibu terasa dibahuku. Ayah juga memelukku.

Keesokannya perlakuan kedua orangtuaku berubah. Mereka menjadi lebih baik padaku. Aku anak satu-satunya jadi aku tahu mereka menginginkan yang terbaik dariku. Entah kenapa mereka menjadi lebih dingin sejak dua tahun lalu. Mereka terus memaksaku melakukan apapun yang mereka inginkan. Aku hanya terdiam dan mematuhi apa yang mereka inginkan dariku. Tapi aku akhinya tidak bisa mempertahankannya kemarin adalah puncak dari kemarahanku. 

aku memutuskan untuk izin kuliah selama tiga hari. Ibu dan ayah membiarkanku karna kejadian kemarin. Aku mengurung diri dikamar sejak kemarin. Saat akan pergi keluar mereka selalu menanyakan apakah ada sesuatu yang aku mau tapi tidak menanggapinya. Hingga malam hari. Tok tok tok… “arifa, makanlah sebentar. Sejak pagi kau belum makan sama sekali. Ibu menaruh sandwich yang kau suka didepan pintu kamarmu. Keluarlah sayang, ibu dan ayah khawatir padamu” aku mendengar langkah kaki ibu yang menjauh dari kamarku. “hiks…hiks”

aku membuka pintu dan mengambil sandwich yang ditaruh ibu didepan kamarku. Aku memakannya dan Kembali tertidur. Tiga hari berlalu dari izinku berkuliah. aku bersiap-siap untuk pergi kuliah walau wajahku masih berantakan karna tiga hari ini aku terus menangis. aku keluar dari kamar. Ayah dan ibu tidak ada disana. saat berjalan melewati ruang tamu aku melihat memo yang ditaruh ibu diatas meja. “ibu sudah menyiapkan sarapan untukmu. Makanlah sebelum pergi kuliah” aku berjalan Kembali ke dapur. Di bawah tudung saji, ibu menyiapkan salad buah. Aku duduk dan memakannya. ‘ahhh…aku ingat…saat aku mengurung diri dikamar, ibu selalu menyiapkan makanan yang kusukai’ aku berhenti makan. ‘aku membuat ibu sedih’ aku merenung sedikit dan meninggalkan beberapa sendok salad buah lagi. 

TAKDIRWhere stories live. Discover now