20. Inilah Takdirku

0 0 0
                                    

Ditulis oleh Dini Eka & Melinda A

"Agam, bisa nggak dengerin dulu? Sebentar aja, Agam. Ini mungkin penting." 

Seorang gadis berbandana merah itu membuntuti laki-laki jangkung di depannya. Panggil saja Acha, dia sedang mencoba berbicara pada Agam Aliandra— sahabatnya dari kecil. 

"Gam, berhenti dulu. Aku capek ni, dada ku sesak."
 
"Cih, penggangu." 

Agam mengatakan itu tanpa menoleh, dia melanjutkan langkahnya membuat Acha menatap sedih punggung Agam yang semakin menjauh. Acha lemah, dia tidak bisa lagi mengejar Agam seperti dulu saat masih kanak-kanak. 

Acha duduk di kursi besi, menetralkan detak jantungnya. Sesak, pelipisnya penuh dengan keringat karena mengejar Agam tadi. Agam, laki-laki itu sudah banyak berubah dari setahun yang lalu.

--

"Cha, gue sayang sama lo."

"Ya sama, Acha juga, kok." 

"Gue pingin jagain lo lebih dari sahabat, Cha. Gue yakin lo tau apa yang gue maksud 'kan?" tanya Agam pada Acha. 

"Maksudnya?" 

Agam menghela napas, laki-laki dengan baju seragam sekolah yang dikeluarkan itu menggenggam tangan Acha dengan erat namun lembut. Hangat. 

"Kita pacaran aja, Cha." 

"Enggak bisa, Agam." Acha langsung melepaskan tangannya dari tangan Agam. "Acha nggak bisa." 

"Kenapa?" 

"Agam, kita itu sahabat. Selamanya bakal tetep kayak gitu. Kita nggak bisa pacaran," ujar Acha membuat Agam mengalihkan pandangannya.

"Apa gara-gara Gio?" 

"Kok Gio? Nggak ada hubungannya sama Gio. Dia cuma teman satu ekstrakurikuler Acha aja, serius deh!" Acha menjelaskan, takut-takut Agam salah paham dan menyalahkan Gio. 

"Nyatanya dia suka sama lo, Cha." 

"Tapi Acha nggak terima Gio buat jadi pacar Acha, kok. Acha nggak ada waktu buat pacaran," ujar Acha, gadis itu tahu bahwa Agam sedang menahan rasa marahnya. 

"Agam," panggil Acha dengan nada pelan.

"Agam, Acha bukan cewek yang baik. Acha udah nggak ada waktu buat pacaran. Agam percaya 'kan sama Acha?" 

"Kalau gitu boleh gue pacaran sama orang lain?" Pertanyaan Agam membuat Acha terdiam.

Boleh, tapi jangan sekarang. 

Kalimat itu tertahan, Acha tidak sanggup mengatakan itu secara langsung pada Agam. Perasaannya tak nentu, kepalanya mulai pusing. Acha menelan ludahnya sendiri saat melihat wajah Agam sudah memerah karena kesal. 

Acha tahu betul Agam seperti apa, laki-laki itu tidak suka ditolak dan sedikit keras kepala. 

"Boleh, Agam boleh pacaran sama cewek lain. Acha rasa itu lebih bagus." Dan akhirnya kata itu yang keluar dari mulut Acha untuk Agam. 

TAKDIRWhere stories live. Discover now