16. Hati Yang Terluka

0 0 0
                                    

Ditulis oleh Adelin Febrianti Worabay

Istriku, kau sosok yang sangat penting dalam hidupku, Aku yang bagaikan bulan yang takkan bisa hidup tanpa sinarmu. Sinarku redup tanpamu. Sisa hidupku hanya untukmu seorang, tapi kenapa kau pergi lebih dulu dariku. Padahal kita sudah berjanji akan bersamasama. Menikmati waktu tua dan melihat anak-anak yang terus tumbuh menjadi sosok yang Tangguh. Tapi kenapa kau meninggalkan bekas luka yang susah untuk disembuhkan. Rasanya benar-benar hampa. “apa aku ikut bersamamu saja dan meninggalkannya seorang diri disini?” aku menatap bayi, anak kita yang terbaring lemah dikasurnya. Sosoknya yang lemah itu tak dapat membuat hatiku luluh. Rasanya aku ingin kau yang disini dan bukannya dia. 

Hari-hari yang menyenangkan bersamamu… 
Aku dan istriku adalah teman masa kecil. Kami sering bersama-sama dan tumbuh rasa cinta dihatiku kepadanya. Aku memintanya berpacaran denganku saat SMA. “oh! Miranda!!” panggilku saat melihatnya yang sedang berjalan dilorong.

Miranda adelia ratna sari adalah sosok yang sangat kucintai sejak dulu. Rambutnya yang berwarna biru tua bergelombang Panjang diikat dengan gaya ponytail. Kulit langsat dan matanya yang berwarna hitam dan agak besar dengan bibir berwarna merah muda. Tubuhnya yang tinggi membuatnya bak sebuah boneka. Kecantikannya tak dapat dipungkiri. Dia dikagumi semua orang disekolah. Banyak pria yang memintanya menjadi pacarnya, bahkan orang-orang yang terkenal akan ketampanannya pun ditolak. Aku selalu bertanya-tanya alasannya menolak mereka.
 
Miranda berbalik dan menghampiriku dengan sedikit berlari kecil.

“radit? Ada apa?” tanyanya dengan senyuman kecil diwajahnya. Melihatnya yang tersenyum membuat pipiku sedikit memerah saat mengingat dimana aku akan memintanya menjadi pacarku. “a-aaku…” ‘kenapa aku sangat susah mengatakannya!’ aku menggaruk belakang kepala. Miranda menungguku berbicara. Lima menit berlalu dan aku sama sekali belum berbicara. “sepertinya nanti saja kau katakana padaku. aku harus pergi ke ruang music. Dahh, radit” miranda berlari dan meninggalkanku sendiri disini. “hahhh…kenapa aku sangat sulit mengatakannya” aku melihat arah kepergian miranda yang sosoknya telah hilang didepanku. 

Namaku radit putra fardiansyah, biasa dipanggil radit. Wajahku bisa dibilang biasa-biasa saja. rambutku yang hitam dengan mata pink yang tajam dan kulit putihku yang tidak bisa dibilang tampan dibandingkan dengan yang lainnya. badanku tidak kurus dan tidak gemuk. Biasa- biasa saja. aku selalu berdiam diri didalam kelas dan tak tertarik pada apapun. 

Banyak yang bilang aku adalah sosok pria yang diinginkan banyak orang tapi aku merasa mereka semua berlebihan. 

‘kali ini aku harus berhasil untuk menyatakan cintaku padanya’ usahaku untuk mengatakan ini sudah lebih dari tiga tahun. sejak awal aku mengenali bahwa perasaan yang kumiliki ini Cinta saat aku masih SMP. Saat itu sedang dilakukan lomba tari, dia membawakan tari bali. Aku terpesona pada kecantikannya. Dan itulah permulaan dimana aku mencintainya. “radit. Apa kau sudah mengatakannya pada miranda?” tanya teman baikku diky. Diky graha adalah temanku sejak SD dan orang pertama yang kuberitahu bahwa aku mencintai miranda. Dia bilang aku tidak mencintainya tapi sekedar menyukai. Tapi entah kenapa perkataannya itu sepertinya tidak benar. “yahh seperti yang kau bisa tebak” ucapku sambil melihatnya dengan lesu.

“hahhh…dasar. Kau hanya tinggal mengatakan aku suka pada—”

“cinta” potongku. “yah itulah, kepadanya kan? Kenapa sangat susah?” aku berhenti berjalan. Begitupun dia. “diky, jika ada seseorang yang sejak kecil berteman baik denganmu dan kau katakan cinta padanya, apa reaksimu?” aku mengangkat wajahku dan melihat diky yang kaget. “emmm…aku tidak tahu” diky menggaruk kepalanya. “benarkan? Reaksinya mungkin akan sama denganmu” aku menunduk lagi. diky tetap diam dan mengikuti. 

Keesokannya, aku memutuskan untuk menulis surat saja dan menaruhnya di dalam buku yang kupinjam. Aku, miranda dan diky berada didalam kelas yang sama. ‘sepertinya aku datang terlalu pagi’ ucapku dalam hati sambil melihat jam yang masih menunjukkan pukul enam pagi. Aku menunggu sembari membaca buku yang lainnya. “Radit…radit!!!” aku kaget saat itu juga. “ada apa?!” tanyaku yang ternyata tertidur. Aku mengusap wajahku pelan dan melihat siapa yang mengagetkanku. “miranda?” ucapku dan melihatnya yang tersenyum puas saat mengagetkanku. Tampilannya hari ini sangat menawan. Rambutnya yang Panjang dianyam dan sebagiannya dibiarkan. “aku belum pernah melihatmu tertidur seperti itu” ucap miranda lalu Kembali ke mejanya. ‘sepertinya ini kesempatanku’ aku berdiri dan menghampirinya. “miranda, ini” kataku sembari memberikan buku kepadanya. “ohh..bukannya kau bilang akan mengembalikan novelku beberapa hari lagi?” tanya miranda. “aku sudah membacanya sampai selesai. Ceritanya menarik. lain kali akan kupinjam lagi” jawabku dengan tersenyum. Entah kenapa miranda menatapku agak lama. “miranda?” tanyaku padanya. “ah! Maaf!!” ucap miranda mengambil buku dari tanganku dengan cepat. Aku agak terkejut. “miranda, jangan lupa untuk membaca halaman antara 8 dan 9” aku Kembali ketempat dudukku. Miranda melihatku dengan aneh tapi tetap membukanya. Dia berbalik dengan cepat dan aku cepat-cepat untuk pura-pura tidur. 

TAKDIRWhere stories live. Discover now