14. Alunan Senja

0 0 0
                                    

Ditulis oleh Nunung Purwanti

Dikala senja menghampiri hari itu, aku sedang berjalan menikmati hari melewati taman dibelakang rumah. Langkah demi langkah ku lalui dengan menghayati kilauan sinar yang terpantul dipermukaan danau Katsuri. Namun, ada satu hal yang membuatku terpaku kala itu. Ku mendengar alunan yang indah, menenangkan, seakan-akan menghipnotisku. Tak kusadari aku pun melangkah mendekati suara itu, tetapi hal yang mengejutkan pun terjadi. Handphone di dalam tasku pun berbunyi keras dan mengalihkan tujuanku pada alunan yang indah itu.

"Assalamu'alaykum sayang, pulang Nak sudah maghrib"

Suara lembut di balik handphone itu ternyata Ibundaku. Segera ku menjawab salam yang indah itu lalu bergegas pulang.

"Wa'alaykumussalaam warohmatullah siap Bunda"
Ku berlari secepat mungkin karena hari telah menunjukkan warna gelapnya. Setelah sampai di rumah aku segera melaksanakan sholat dan melanjutkan aktivitasku seperti biasanya yakni mengaji bersama Bunda. Waktu pun berlalu hingga menunjukkan pukul 19.45. Aku bersama keluarga pun berkumpul di ruang TV sambil menikmati cemilan malam yang lezat. Di saat itu pun aku masih terbayangkan alunan yang indah itu, hingga tanpa kusadari aku termenung dan tak mendengar panggilan dari sang Ayah yang sejak tadi memanggilku.

"Caaa.. Naak.. Heiii.. Ecaaa.. Eishaa"

"Eh iya Yah, ada apa?". Jawabku dengan kaget.

"Kamu kenapa? Kok dipanggil diam saja sih? Hayo sedang nelamunin siapa?"

"Eh, tidak ada kok Yah. Eca Cuma kecapekan tadi habis jalan-jalan. Eca ke kamar dulu ya Ayah, Eca mau ngerjain tugas" Jawabku dengan polos dan memberikan pelukan hangat kepada Ayah.

"Ya sudah kalau begitu Eca istirahat saja ya"

"Oke Ayah sayang".

Sesampainya di kamar, aku pun merebahkan badanku di kasur.

"Uhh hampir saja ketahuan". Kataku sambil memiringkan badan ke arah meja belajar dan melihat buku diary. Buku diary yang lusuh dan terpajang di sudut. Lalu aku pun mengambil buku tersebut dan membaca ulang isi buku berwarna Peach bermotif bunga-bunga tersebut. Di awal bagian terdapat gambar pemandangan bunga sakura lalu tedapat namaku. Eisha Farheena, ya itulah namaku. Nama yang diberikan oleh Kakekku sebelum beliau pergi meninggalkan dunia ini. Nama panggilanku Ica, aku anak pertama dari 2 bersaudara. Adikku laki-laki yang selisih 3 tahun denganku, ia benama Sarfraz Farabi yang biasa dipanggil Afaz. Walaupun aku lebih tua darinya, tubuhku lebih pendek 10cm dengannya. Oke, balik lagi pada buku diaryku. Yang isinya hampir semua kata-kata mutiara yang diselingi oleh gambar-gambar berbagai bunga. Ya, aku suka menulis dan menggambar walau tidak semahir orang-orang tapi itulah hobiku. Ku baca buku itu dari awal, ku tertawa geli melihat gambaran yang acak-acakan dan kata-kata yang yang masih bisa dibilang sangat tidak menarik hehe. Maklum, itu buku dari kelas 4 SD dan sekarang aku sudah SMA kelas 3. Akupun melanjutkan membaca buku lusuh itu hingga tertidur pulas di meja belajar.

Keesokan harinya Akupun pergi ke taman itu lagi, berharap bisa mendengar suara indah itu. Aku kembali ke taman itu pada jam dua siang. Ya, karena aku ingin tahu, siapa sih sebenarnya yang mempunyai suara merdu itu. Sesampainya di sana, aku tak menemukan apa-apa. Hingga waktu maghrib pun tiba aku masih belum mendengar suara indah itu lagi. Kuberjalan pulang melewati jalan tikus, di mana itu adalah jalan tercepat untuk sampai ke rumah. Aku baru sadar bahwa jalan potong itu sedikit menyeramkan, kumenelusuri lorong yang gelap dan sunyi. Dinding yang sebagian roboh membatasi bangkai rumah terbengkalai.

TAKDIRWhere stories live. Discover now