Bab 3 - You Wanna Be My Girlfriend?

1.8K 196 7
                                    

SEMUANYA terasa sempurna, dan menyenangkan. Gavin Varren lupa kapan tepatnya ia merasakan perasaan seperti ini dalam hidupnya yang cenderung abu-abu. Setiap detik yang ia habiskan bersama yang ia kenal sebagai Arabella ini sangat berkesan. Gadis itu layaknya langit berwarna biru terang yang membuat harinya berjalan dengan indah.

Erangan tertahan lolos dari bibir Gavin yang basah dan panas. Matanya meredup, memandang perempuan di depannya dengan pancaran penuh damba yang tak bisa lagi dibendung. Sebelah tangan Gavin menyentuh pinggang gadis itu, merapatkan tubuhnya agar tidak ada jarak di antara mereka berdua.

Liasha mengerjap, ia menatap wajah Gavin dari matanya yang bersinar karena rembulan malam yang menerangi kamar hotelnya yang gelap gulita. Kedua tangannya yang mencengkeram erat bahu Gavin, mencari pegangan agar tubuhnya tak lunglai karena terpana akan pesona dari lelaki tampan di depannya.

Perlahan kedua tangan Liasha merayap menyentuh tengkuk Gavin, sedikit menekannya sedangkan ia memajukan wajahnya agar bisa menggapai bibir laki-laki itu. Mereka berdua kembali berciuman dengan mengebu-ngebu bersamaan dengan langkah kaki yang mundur ke belakang.

Liasha terjatuh terlentang di ranjang kamar hotelnya dengan napas terengah-engah. Gavin menaiki ranjang itu, dan mengurung Liasha dalam rengkuhannya.

"Kamu cantik," bisiknya seraya mengelus pipi gadis itu dengan sangat lembut dan hati-hati. Bibir Gavin maju untuk mengecup kening Liasha. Spontan mata Liasha terpejam begitu mendapatkan ciuman lembut di keningnya hingga rasanya membuat dadanya bergetar.

Setelah itu Gavin kembali mencium bibir Liasha dengan kedua tangan yang mulai menyentuh kedua payudara dan meremasnya dengan lembut. Lenguhan tertahan dari Liasha terdengar samar, tangannya berusaha melepaskan pakaian yang dikenakan Gavin dengan susah payah.

Sampai ketika tak ada satu benang pun yang ada di tubuh mereka, Gavin memasuki miliknya di tubuh Liasha. Menyebut nama 'Arabella' berulang kali seolah itu nama paling indah yang pernah ia dengar selama hidupnya. Sungguh, Gavin bahkan tak bisa menjelaskan bagaimana puncak kenikmatan itu datang menghampirinya seperti ratusan kupu-kupu terbang di atas langit. Oh sial, ia merasa bisa menyerahkan apa pun yang punya di dunia ini hanya demi kenikmatan langka ini.

***

"Nyaman banget."

"Hm?"

"Meluk kamu kayak ini, nyaman banget," ujar Gavin sekali lagi sembari menatap wajah Liasha yang berbaring di sebelahnya.

Liasha tersenyum tipis. Tangan kirinya terangkat untuk menyentuh wajah sang lelaki yang bahkan belum lama ia temui. "Kalau gitu jangan dilepasin," lirih Liasha yang membuat Gavin terkekeh kecil.

"Kayak gini?" Gavin semakin merapatkan pelukannya dengan Liasha, hingga bibir Liasha tak sengaja membentur dada bidang Gavin yang memesona. Dahi gadis itu agak menyernyit geli saat tangan Gavin mengelus punggung polosnya berulang kali.

"Besok kita mau ke mana?" tanya Gavin pelan.

"Ke mana aja," balas Liasha mulai memejamkan matanya karena posisi mereka saat ini sangat nyaman hingga ia mulai mengantuk.

"Jujur aja, aku gak pernah mikir kalau bakal ketemu seseorang di sini. Kamu itu kayak teka-teki hidup yang gak bisa aku pahami," ucap Gavin setengah merenung.

"Hmm."

Gavin mendesis kecil. "Kamu tidur ya?" tanyanya.

"Hmm." Lagi-lagi jawaban yang didapatnya hanya gumaman kecil.

"Yaudeh deh, tidur yang nyenyak ya Bel. Semoga aku juga ada di mimpi kamu," katanya pelan. Tangannya terangkat untuk mengelus rambut gadis itu sambil sesekali mencium ujung pucuknya.

Summer We MetOnde histórias criam vida. Descubra agora