Bab 16 - Feeling

991 165 12
                                    

"PAK Gavin?"

Gavin tersentak dan mendongak menatap beberapa orang yang berdiri di depannya dengan kening berkerut.

"Ya, halo," katanya berusaha menjaga nada suaranya terdengar ramah dan ringan.

Perempuan itu mengulurkan tangannya lebih dulu di depan Gavin. "Saya Arabella Kiran, Pak. Manager administrasi PT Diamond Publisher," katanya memperkenalkan dirinya lebih dulu.

Gavin membalas jabatan itu dengan tegas. "Gavin Varren," balasnya.

"Perkenalkan saya Deny, Pak. Saya leader departemen IT Pak," seorang pria yang datang bersamaan dengan perempuan itu ikut memperkenalkan diri.

"Gavin," balasnya.

"Mari silakan duduk, Pak." Andy mempersilakan Gavin untuk duduk.

Pria itu tersenyum kecil lalu kembali duduk di kursinya. Ferry yang tadi juga ikut masuk ke dalam ruangan duduk di samping Gavin. Ia menatap wajah atasannya yang berubah muram karena ternyata gadis bernama Arabella Kiran bukanlah orang yang mereka cari.

Perempuan berambut hitam legam itu duduk berseberangan dengan Gavin. Ayahnya memang pernah bercerita kalau pria bernama Gavin Varren itu masih sangat muda, sepertinya pria itu berumur sekitar awal tiga puluhan. Tapi ternyata bukan hanya masih muda, wajah pria ini juga dua kali lipat lebih menawan dari yang Arabella bayangkan. Apa lagi ayahnya pernah bercerita kalau Gavin orang yang pintar dan teliti. Bagaimana bisa ada manusia yang diberikan keberkahan yang nyaris sempurna seperti ini?

Sejujurnya kalau boleh dibilang, Arabella sedikit terpana setelah melihat langsung pria bernama Gavin ini.

***

Kunjungan dadakan itu berlangsung dengan lancar. Entah mungkin karena suasana hati Gavin sedang baik atau tidak mau ambil pusing, pria itu tampak tidak banyak berkomentar sepanjang rapat berlangsung.

Namun respons yang diberikan Gavin membuat Arabella dan ayahnya bertanya-tanya apa yang sebenarnya Gavin pikirkan. Pria itu tidak bisa dibaca pikirannya. Wajahnya datar, senyumnya lebar tapi seperti sedang memikirkan sesuatu. Sikapnya membuat orang-orang menjadi gelisah tidak jelas.

"Sering-sering berkunjung ke kantor kami ya, Pak," kata Arabella yang ikut mengantar Gavin sampai ke depan mobil pria itu. "Sebentar lagi akan ada acara ulang tahun perusahaan kami. Kalau Bapak berkenan, kami ingin mengundang Bapak ke acara tersebut," tambahnya.

"Oh ya? Akan saya pikirkan," balasnya singkat. Tidak mau terlihat arogan, Gavin kembali menambahkan, "Saya senang disambut baik oleh Mbak Arabella dan Pak Andy," ujarnya sambil menoleh ke arah pria paruh baya yang berdiri di samping perempuan itu.

"Kami juga tersanjung dengan kedatangan Bapak ke perusahaan kami," balas Pak Andy gembira.

"Kalau begitu saya izin pulang ya Pak, Mbak. Semoga kita punya kesempatan untuk bertemu lagi," kata Gavin yang sebenarnya sudah tidak sabar ingin mengakhiri percakapan ini. Kepalanya sudah nyut-nyuttan, ia hanya ingin segera pergi dari tempa ini.

"Baik, Pak. Hati-hati di jalan."

Gavin menganggukan kepala lalu masuk ke dalam mobilnya. Ia membuka jendela kaca mobilnya untuk melambaikan tangan kepada dua orang tersebut.

"Hati-hati ya Pak," seru Andy saat mobil Gavin mulai berjalan meninggalkan halaman depan perusahaan mereka. Perlahan mobil Gavin pun mulai tak terlihat.

Andy dan Arabella menghela napas bersamaan. "Papa bener, dia bukan orang sembarang yang gampang dikendaliin orang lain," ucap Arabella seraya menatap wajah ayahnya.

Andy menganggukan kepalanya. "Cuma dia harapan kita satu-satunya, Bel. Kita harus ngeyakinin dia supaya mau nambah modal pada projek kita," gumamnya. "Kalau dia mau nambah modal, perusahaan-perusahaan lain juga bakal percaya dan ngelirik kita lagi. Power dia bagi dunia investasi nggak main-main," lanjut ayahnya.

Summer We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang