Bab 15 - She's Not You

1K 162 11
                                    

"SIAPAKAH gerangan pria tampan yang sedang cemberut ini?"

Satu hal yang baru Gavin sadari, beban hidupnya bukan hanya harapan orangtua tapi juga kehadiran Elvano Varren sebagai saudaranya yang selalu bertingkah menyebalkan. Kalau tahu seperti ini, ia tidak akan menyetujui pria itu bekerja di perusahaan yang sama dengannya.

"Kayaknya besok gue harus pake acces door deh, supaya nggak semua orang bisa masuk ke ruangan gue tanpa izin. Termasuk nyamuk nggak berguna yang cuma buat gue pengen nampol sampe mati gepeng," kata Gavin dengan senyum paksaan yang terlihat jelas.

Elvano menatap Gavin dengan tatapan sebal. "Jahat, jelmaan iblis, gak berperikemanusiaan," desisnya. "Nyamuk juga makhluk hidup, tau! Dia nyedot darah lo juga buat nyambung hidup. Nikmatin aja!" tambahnya dengan suara keras.

"Atau gue pake lotion anti nyamuk supaya dia mati perlahan karena keracunan. Gimana menurut lo? Bukannya cara itu lebih manusiawi?" tanyanya. "Mempan nggak sih kalau buat nyamuk gede? Apa perlu sianida?" tambahnya.

Elvano menggelengkan kepalanya tidak habis pikir. "Terus lo mau naro sianida itu ke kopi?" balasnya yang berhasil membaca pikiran saudaranya.

"Ide bagus tuh," sahut Gavin bersemangat. "Lo mau kopi apa?" tanya Gavin seraya berjalan menuju mesin kopi yang terdapat di ruangannya.

Elvano menyentuh tengkuk lehernya sambil memejamkan matanya agak dramatis. "Setega ini lo sama saudara lo yang paling ganteng sejagat raya?"

"Ganteng, pantat lu!" gumam Gavin yang masih bisa didengar Elvano.

"Pokoknya kedatangan gue ke sini buat menyampaikan isi hati bokap-nyokap lo yang menginginkan lo buat menikah. Temen Kaluna udah kita paksa—nyaris ngancem—supaya mau ketemu sama lo. Dia cantik, dan seagama juga. Gimana menurut lo?" ucap Elvano yang sebenarnya sama sekali tidak ingin Gavin dengar.

Gavin menarik napas sambil melihat aliran kopi hitam meluncur begitu indahnya ke dalam cangkir putih. "Kenapa kalian semua terobsesi sama hidup gue?" tanyanya bingung.

Elvano mengangkat bahu. "Mungkin kita semua khawatir lo bakal memutuskan hidup sendirian sepanjang hidup lo?" katanya ringan.

"Bukan karena Rania?" Gavin mengambil cangkir yang sudah terisi penuh dengan kopi lalu ia membalikkan badannya menghadap Elvano.

"Ya, itu juga. Setidaknya itulah yang dipikiran orangtua lo pas Rania cerai sama suaminya. Bahwa mungkin ini kesempatan lo buat balikan sama dia," jawab Elvano apa adanya.

Gavin mengabaikan perkataan Elvano yang tak ada ujungnya itu lalu menyodorkan cangkir berisi kopi yang sudah ia buat. "Nih kopi buat lo," ujarnya.

Elvano melirik cangkir berisi kopi itu dengan tatapan waswas. "Kok ada busa-busanya itu ya di atas?" tanya Elvano dengan dahi berkerut.

"Emang kayak gini kalau buat di mesin kopi," kata Gavin.

"Serius?" tanya Elvano tidak percaya.

"Ya cobain aja dulu, paling nanti lo tiba-tiba pingsan terus kejang-kejang dan—"

"Gue mau jadi Bapak anak satu, tau!" seru Elvano memotong ucapan Gavin, ekspresi wajahnya nampak ketakutan. "Sebaiknya Elvano yang gantengnya melebihi Vino. G Bastian ini undur diri dari ruangan Bapak Gavin yang terhormat sebelum berakhir mengenaskan di ruangan ini," putus Elvano sebelum Gavin menyelesaikan ucapannya.

"Jangan lupa, lo ada janji ketemu sama temennya Kaluna. Kita semua bakal ngelakuin apa pun supaya lo nggak kabur," katanya memeperingati Gavin dengan nada sok jantan. Pria itu kemudian memundurkan langkahnya kemudian meninggalkan ruangan Gavin dengan berlari terbirit-birit.

Summer We MetWhere stories live. Discover now