Bab 20 - The Reason

1.1K 187 10
                                    

GAVIN VARREN sudah mencari ribuan alasan mengapa Arabella Kiran pergi begitu saja setelah ia melamarnya. Pria itu berusaha dengan keras mencari letak kesalahannya hingga membuat gadis itu memilih meninggalkannya tanpa berpamitan. Tetapi meskipun ia berusaha keras mencari kesalahan yang telah ia lakukan, pria itu tak kunjung menemukannya.

Dari sekian alasan yang dipikirkannya, tak pernah sekalipun terpikirkan olehnya bahwa gadis itu mungkin hanya menganggap pertemuan mereka di Los Angeles sebagai permainan singkat semata. Apakah Gavin memang pria senaif itu? Ia lebih memilih membodohi dirinya sendiri ketimbang berpikir rasional.

"Omong-omong setelah diliat-liat, kalian punya wajah yang mirip banget," komentar Gavin kepada dua perempuan di hadapannya.

Perempuan yang menyebut nama aslinya dengan 'Arabella' tersenyum hangat, ia merangkul lengan gadis yang pernah menyebut namanya sebagai 'Arabella' untuk menunjukkan kedekatan hubungan mereka.

"Iya, kan? Ada yang bilang juga kita kayak saudara kembar," kata Arabella 'asli' dengan riang, sedangkan Arabella 'palsu' tidak menunjukkan reaksi apa pun selain ekspresi datar yang kaku.

"Keliatan sih. Malah tadi saya sempet ngira kalau Liasha itu Arabella," ucap Gavin sengaja.

Liasha menatap langsung Gavin ketika pria itu dengan sengaja mengatakan hal tersebut di depan kakak dan ayahnya.

"Aduh Pak Gavin aja mikir kayak gitu, apalagi saya Pak yang sering salah panggil nama mereka berdua saking miripnya," kata ayahnya yang semakin menambahkan bara api.

Gadis itu membasahi bibirnya yang kering lalu mencoba mengembuskan napas pelan. "Kak, Papa, aku izin pulang lebih dulu ya?" katanya menghiraukan semua perkataan yang tidak menyenangkan ini.

"Kenapa?" tanya kakaknya mulai khawatir.

"Cuma ngerasa kurang enak badan aja," jawab Liasha secukupnya.

"Kamu nggak enak badan? Yaudah mending pulang aja dulu terus minum obat. Perlu Papa pesenin taksi?" Entah mengapa ayahnya yang sebelumnya tidak pernah peduli dengannya kini tiba-tiba saja terlihat khawatir. Jelas ia melakukan itu demi pencitraan.

"Enggak perlu Pa, aku bisa pesen sendiri kok," jawab Liasha menganggukan kepala.

"Perlu Kakak anter?" Arabella menawarkan diri. Liasha segera menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Aku baik-baik aja Kak, gak perlu kok," katanya dengan senyum kecil. Sebelum kakaknya kembali bersuara, Liasha cepat-cepat melepaskan diri dari kakaknya.

"Saya permisi dulu Pak," gumam Liasha kepada Gavin yang nyaris berupa lirihan, ia bahkan menundukkan kepalanya saat mengatakan itu.

Gavin menganggukkan kepadanya satu kali. "Semoga cepet sembuh Mbak Liasha. Seneng ketemu sama Mbak," ujarnya.

Gadis itu ragu apa yang dikatakan pria itu sungguh-sungguh, tapi ia tidak mau ambil pusing. Ia hanya ingin segera menyingkir dari situasi ini dan meredakan guncangan hebat di dadanya akibat kejutan yang tak diharapkan. Liasha sadar bahwa pertemuan ini akan menyebabkan bencana lainnya, tapi setidaknya tidak hari ini. Tidak dengan otak kosong, jantung yang hilang entah ke mana, dan mulut yang kelu.

***

Gavin memandang Liasha yang berjalan terburu-buru menuju pintu keluar. Gadis itu pikir akan baik-baik saja setelah identitas sebenarnya terungkap? Tentu tidak. Seperti yang orang-orang terdekatnya tahu, Gavin merupakan manusia pendendam. Ia harus memberitahu gadis itu bahwa segala perbuatan ada konsekuensi.

Pria macam apa yang menerima bahwa dirinya telah dibodohi? Gavin tidak akan tinggal diam. Ia harus memberikan pelajaran kepada siapa saja yang berani mempermainkannya seperti ini.

Summer We MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang