Bab 17 - Revenge

971 153 11
                                    

"GUE nggak nyangka mereka beneran nikah. Dasar gak tau malu."

Liasha Kiran menoleh ke arah Mariana yang sedang menatap layar ponselnya dengan dahi mengerut. Tanpa dijelaskan, gadis itu sudah tahu apa yang dimaksud Mariana. Ia memilih tidak berkomentar dan menyesap air putih dalam kemasan botol secara perlahan.

Begitu ia menurunkan botol plastik lalu menaruhnya kembali ke atas meja, Liasha baru menyadari bahwa para karyawan yang sedang menikmati makan siang tampak curi-curi pandang ke arahnya.

Terkadang orang-orang mudah mengasihani hidup orang lain daripada memberi dukungan. Mereka membuat cerita sesuai asumsi sendiri, mereka menebak-nebak jalan ceritanya sendiri, dan mereka berspekulasi bagaimana konflik dalam cerita bisa terjadi. Mereka tidak perlu mencari tahu untuk mengetahui jalan cerita yang sebenarnya, karena mereka lebih suka menikmati apa yang mereka pikirkan.

"Sakit banget gak sih jadi Mbak Liasha."

"Iya ya, sumpah jijik banget sama cowoknya. Masa dia rela sih ninggalin berlian demi batu akik?"

"Foto pre wedding-nya enggak banget! Omong-omong Mbak Liasha diundang gak ya?"

Contohnya para karyawan perempuan yang duduk di bangku tak jauh darinya. Entah mereka mengatakan itu untuk memberitahu bahwa mereka peduli pada Liasha, atau mungkin hanya sekadar cari muka yang sebenarnya tidak perlu repot-repot mereka lakukan. Tak semua orang bisa menghargai hal yang menurutmu sebuah 'kebaikan'.

"Gue balik ke atas duluan ya," kata Liasha kemudian. Ia mengambil piringnya yang sudah kosong dan membawanya menuju area wastafel kantin kantornya.

Ia sengaja mengabaikan tatapan orang-orang yang melayangkan senyuman kepadanya. Kenapa harus memaksakan diri seperti itu? Untuk apa? Untuk dianggap baik? Untuk dianggap peduli? Apa untungnya bagi mereka? Apa bagi mereka apa yang terjadi pada Liasha sebuah bencana?

Tidak. Liasha bersyukur bahwa ia terlepas dari pria bajingan itu. Sudah hampir dua tahun sejak tragedi perselingkuhan yang dilakukan pria bernama Bastian Hartono, tapi orang-orang tampaknya masih belum menyerah menangani rasa haus akan bahan gosip.

Liasha bertemu dengan Bastian lima tahun lalu, dan menjalin hubungan selama dua tahun. Saat itu posisi Bastian merupakan manager marketing di PT Zahra Publisher sekaligus anak dari salah satu direksi. Hubungan kedua keluarga juga baik. Semuanya tampak sempurna dari pandangan orang lain.

Tapi sebenarnya kesempurnaan itu tidak ada sejak awal. Dalam hubungan mereka, Liasha berusaha keras menjadi apa pun yang Bastian inginkan. Pria itu selalu mempunyai cara untuk menjadikannya tersangka dalam pertengkaran mereka. Seolah-olah pria itu yang paling mencintainya, seolah-olah pria itu yang paling berjuang pada hubungan mereka, seolah-olah hanya pria itu yang serius pada hubungan mereka. Kau tahu yang lucunya apa? Seorang pria yang mengaku sangat mencintainya itu malah kepergok tidur dengan perempuan lain di rumahnya. Liasha melihatnya secara langsung, tepat di depan matanya. Well, meskipun hal itu terjadi karena ia sudah mencurigainya sejak lama.

Bukan itu saja, harga dirinya juga terluka karena perempuan yang berselingkuh dengan Bastian adalah seorang anak baru divisi marketing perusahaan tempat Bastian bekerja. Bukankah ironi? Betapa mudahnya seorang perempuan muda dan cantik mengambil hati pria yang akan menikahi tunangannya tanpa berpikir. Manusia kadang menjadi tidak tahu diri ketika hawa nafsu berhasil mengalahkan akal sehat.

Sesampainya Liasha di meja kerjanya, gadis itu langsung duduk dan menyandarkan punggungnya ke belakang kursi. Ia menarik napasnya dalam-dalam kemudian memejamkan matanya. Kenapa ia tidak bisa hidup tenang? Padahal ia berpikir bahwa mungkin setengah masalah hidupnya sudah berakhir, namun nyatanya tidak begitu. Orang-orang masih mengaitkannya dengan tragedi kandasnya hubungan mereka.

Summer We MetOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz