Bab 23 - Afraid

897 157 13
                                    

"KAKAK denger kamu pulang lebih awal tadi, masih gak enak badan?"

Liasha Kiran mengangkat wajahnya dari meja makan. Ia memaksakan seulas senyum tipis kepada kakaknya.

"Iya tadi agak pusing dikit, tapi gakpapa kok," balasnya ringan.

"Kamu udah minum obat?" tanya ibunya.

Liasha mengangguk. "Udah tadi," jawabnya berbohong. Sepulangnya dari kafe Sunshine, Liasha memutuskan pulang ke rumah dan berbaring. Berdiam diri di dalam kamarnya yang sunyi merupakan zona ter-aman dari segala permasalahan dunia yang lelah ia hadapi.

"Jaga kesehatan kamu Sha, jangan kayak kemarin pas ketemu investor kita sikap kamu kayak orang linglung. Meskipun kita lagi sakit parah sekalipun, di depan orang penting kayak gitu kita harus tetep jaga sikap," ujar ayahnya sementara ia fokus menyantap makan malamnya tanpa menoleh menatap anaknya.

Liasha menunduk. "Iya, Pa. Aku minta maaf," lirihnya.

"Kalau besok kamu masih gak enak badan, gak usah masuk kerja aja, biar Kakak anter kamu ke rumah sakit," ujar Arabella mengabaikan apa yang diucapkan ayahnya barusan. Ia lebih mengkhawatirkan kesehatan adiknya ketimbang masalah kemarin malam saat acara ulang tahun Diamond.

"Aku baik-baik aja Kak, aman," sahut Liasha ringan.

"Oke kalau gitu," balas kakaknya dalam senyum.

"Omong-omong kapan kita ada janji temu sama Pak Gavin lagi, Bel?" tanya Andy pada anak sulungnya.

Mendengar nama Gavin disebut ayahnya, jantung Liasha tiba-tiba berdebar sangat kencang. Liasha mencoba menelan ludahnya susah payah dan berusaha terlihat setenang mungkin. Semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan baik-baik saja...

"Aku sih udah minta tolong sama sekretarisnya buat minta jadwal pertemuan sama Pak Gavin, cuma katanya masih cari waktu," jelasnya.

Andy mendesah berat. Ia meletakkan alat makannya di atas piring denga gerakan kasar. "Ayo dong Bel berbuat sesuatu, kita gak boleh terlalu santai dan menunggu. Kamu tau sendiri Zahra juga lagi ngincer Capital Asset, posisi kita sekarang lagi terancam. Kamu tau sendiri si Zaki lip service banget orangnya, dia pinter ngambil hati investor. Kalau kita tenang-tenang aja kayak gini, bakal habis kita Bel," kata ayahnya nyaris memekik.

"Besok aku follow up lagi sekretarisnya Pa," ucap Arabella dengan nada suara setenang mungkin.

"Jangan cuma follow up aja, Bel! Kita harus cari cara buat mengambil hati Pak Gavin sekaligus buat dia di pihak kita. Dari segi keuntungan Zahra jauh lebih unggul dari Diamond, Zaki punya kartu AS untuk narik Pak Gavin. Makanya kita yang gak punya apa-apa harus berusaha lebih keras," seru Andy emosi.

"Aku ngerti Pa, cuma kalau kita terlalu mendesak Pak Gavin dia mungkin—"

"Papa gak mau tau ya Bel, gimanapun caranya kita harus dapetin investasi Capital Asset. Keadaan perusahaan kita udah di ujung tanduk, satu-satunya yang bisa tolong kita saat ini cuma mereka," sela ayahnya sebelum Arabella menyelesaikan ucapannya.

Jantung Liasha mencelos mendengar perkataan ayahnya. Suara ayahnya terdengar mendesak dan tidak sabaran. Astaga kenapa semuanya menjadi rumit seperti ini.

"Aku bakal nyelametin perusahaan bagaimanapun caranya Pa, bahkan walaupun harus ngorbanin diri aku sendiri. Aku mampu ngelakuin itu Pa, aku mampu," ucapan Arabella kali ini mampu menunjukkan bahwa ia tidak sesantai yang ayahnya lihat. Ia juga sedang berjuang mencari jalan keluar untuk menyelamatkan perusahaan yang diambang kehancuran. Well, setidaknya kata-kata penuh ambisi itu sedikit berhasil meredam kegelisahan yang dirasakan ayahnya karena beliau tidak berkata apa-apa lagi.

Summer We MetWhere stories live. Discover now