Liburan Musim Panas

14 3 0
                                    

Liburan Musim Panas Akademi Penyihir Fantascroller baru saja dimulai. Asrama penyihir semakin kosong, banyak murid-murid yang pulang ke rumahnya. Aku menatap dari jendela kamarku yang terletak di lantai 3, kawanan penyihir berpelukan sebelum pulang.

"Kamu yakin tidak apa-apa sendiri, El?"

Aku tersenyum, menatap balik teman kamarku Rin yang terlihat cemas sembari tangannya dengan cekatan mengepak barang-barang ke dalam tas. "Memangnya aku anak kecil?"

"Ayolah, tidak bisakah kamu menginap di rumahku saja sembari menunggu Ayahmu menjemputmu?"

Aku berdeham, "Sepertinya akan sulit Rin, maaf ya."

Dia menghela napas, "Ya mau bagaimana lagi. Jaga dirimu ya!"

Setelah Rin selesai mengepak semua barangnya, aku mengantarnya sampai gerbang akademi. "Sampai jumpa di semester baru!" seruku

Ia tersenyum lebar dan melambaikan tangan sebelum hilang di balik keramaian. Aku segera berlari ke dalam, bukan ke kamar. Tapi ke Hutan Biru, hutan sihir yang berada di belakang akademi.

Jantungku berdegup kencang. "Apakah aku bisa melihatya lagi?" pikirku.

Pikiranku kembali melayang memikirkan kejadian kemarin malam. Aku yakin aku melihat peri-peri keluar dari kotak itu!

Sesampainya di Hutan Biru, segeralah aku berlari ke tempat yang sudah kutandai. Benar saja, kotak itu masih berada di sana, persis seperti kemarin malam. Ragu-ragu aku mendekatinya, kutempelken tanganku ke permukaan kotak.

Cahaya muncul menyinari hampir sebagian hutan, sangat terang.

"Astaga!" Aku terperanjat kaget. Melangkah mundur, tanganku sudah siap mengambil tongkat sihir, jaga-jaga aku harus merapalkan mantra teleportasi.

Kotak itu masih melayang dengan tenang di udara. Beberapa saat kemudian mereka akhirnya muncul! Cahaya-cahaya itu! Tak salah lagi, itu adalah serbuk peri yang keluar dari sayap mereka!

Sesuai dugaanku, peri-peri mulai keluar dari kotak, mereka terbang mengelilingi kotak tersebut. Satu, dua, tiga, ada empat! Suara gemerincing terdengar di setiap kepakan sayap mereka.

Pelan-pelan aku mencoba mendekati mereka. "Permisi...."

Tiba-tiba mereka terdiam. Aku menghentikan langkahku was-was. Mereka sontak beterbangan ke arahku. Aku berteriak menutup kedua wajahku. Baru setelah itu aku menyadarinya.

"Kalian bisa berbicara?" Aku membuka mataku pelan-pelan. Salah satu peri berambut biru pendek tepat di depan wajahku.

Ia menatapku lekat-lekat. "Huh, apa ini? Rupanya sangat jelek!"

"Iya benar! Rambutnya ikal seperti nenek penyihir!" timpal peri di sampingnya yang berambut pirang bergelombang.

Aku mendelik, wah perkataan kurang ajar apa ini. Rupa mereka saja yang cantik tapi perkataannya tidak!

"Aw!" Rambutku ketarik oleh salah satu peri.

"Tolong! Aku terjebak!" teriaknya. Peri berambut oranye yang dikepang dua itu tampak bersusah payah melepaskan dirinya dari gumpalan rambutku.

Astaga merepotkan saja! Aku menguraikan rambutku dan melepaskannya. Ia segera terbang ke belakang peri berambut merah sambil terus mengucapkan sumpah serapah, kurang lebih seperti ini. "Astaga lihat rambutnya yang buruk rupa! Bisa-bisa menjerat seluruh peri-peri di hutan ini, bahkan kupu-kupu cantik akan dilahap oleh rambut mengerikan itu! Penyihir menyebalkan! Jelek! Bau! Jelek!"

"CUKUP! Aku bisa mendengarnya!"

Ia langsung terdiam dan semakin menyembunyikan dirinya. "Maafkan teman saya ini. Ada perlu apa kamu kemari, wahai penyihir!"

Peri berambut merah yang dikuncir satu itu menatapku tajam, tampak tidak bersahabat. Aku menghela napas berat, sepertinya akan susah untukku menyelesaikan tugas Profesor Fella. Padahal rencananya aku hanya akan bertemu peri dan meneliti mereka sebagai tugas laporan musim panasku.

________

Cermin by hayylaaa

Phantasia CuniculumWhere stories live. Discover now