Truth It Belies

2 2 0
                                    

Pohon-pohon selalu membayangi Arthur kemana pun ia melangkah. Rimbunnya hutan telah menutupi langit, membuat tanah di situ terlihat gelap meskipun pada saat siang hari.

Penat hinggap pada tubuh ramping milik lelaki itu—setelah setengah hari berkeliling hutan untuk berburu—membuatnya memutuskan untuk bergerak keluar dari bayang-bayang hutan, menuju danau, lantas beristirahat sejenak di sana.

Angin musim panas menerpa, membelai lembut helai-helai pirang keemasan yang memahkotai kepala Arthur. Dari tepi danau, lelaki itu menatap pantulan dirinya sendiri yang berada di air. Kian lama, sebuah perasaan dari lubuk hati mulai membuatnya percaya bahwa sosok di permukaan air itu bukanlah bayangannya. "Siapa kau?" desisnya.

Selembar daun yang jatuh ke danau membuat air beriak—bayangan lelaki itu menjadi kabur. Di saat yang bersamaan, Arthur merasakan tekanan udara di sekitarnya meningkat dan suhu musim panas yang seharusnya hangat, tiba-tiba berubah menjadi dingin dalam sekejap. Awan-awan kelabu bergerak cepat, mengubah area danau yang semula cerah menjadi gelap.

Refleks, lelaki itu menatap ke arah langit—walau sambil menutupi sebagian wajahnya dengan tangan demi menghalau debu agar tidak masuk ke mata.

Antara percaya dan tidak, Arthur kini benar-benar melihatnya. Seorang gadis kecil berada di atas sana, tepat di tengah-tengah angin kencang dan awan tebal. Langit yang mengamuk seolah memuntahkannya ke dataran—mengusirnya dengan paksa.

Gadis itu jatuh, nyaris menghantam bumi dengan kuat jika saja Arthur tidak segera berlari dan merelakan tubuhnya menjadi tempat pendaratan sang gadis.

"Hei! Kau baik-baik saja?" tanya Arthur khawatir. Ia menyentuh wajah sang gadis kecil, lantas merasakan hawa dingin merayap di jemarinya.

Kondisi sang gadis kecil tampak begitu memprihatinkan. Darah memenuhi wajah gadis itu—mengalir keluar dari sela-sela kelopak mata, hidung, telinga, serta mulut. Terdapat berbagai luka lain di sekujur tubuhnya, membuat kesan bahwa gadis itu baru saja mengarungi sebuah pertempuran hebat yang membuat nyawanya terancam. Jelas sudah, sebab denyut nadi di lehernya nyaris tak lagi bisa dirasa.

Kepanikan menyerbu pikiran Arthur. Lelaki itu membopong tubuh sang gadis, lantas membawanya berlari secepat mungkin di antara rimbunan pohon.

"Kay! Kay!" Sambil berlari, Arthur berteriak-teriak memanggil kakaknya. Dan terus begitu, sampai ia mendapat hardikan dari seseorang.

"Diamlah, Bodoh! Rusa itu jadi lari karena mendengar suaramu!"

"Tidak—" Arthur menghentikan langkah tatkala melihat kakaknya berdiri dari tempat pengintaiannya. "Cepatlah kemari! Ada gadis yang jatuh dari langit!"

Sang kakak menghampiri Arthur. Air mukanya seketika menjadi tegang ketika melihat kondisi gadis kecil tersebut. "Luka-luka ini cukup parah. Dia harus segera mendapatkan perawatan atau nyawanya akan berada dalam bahaya," tuturnya.

Arthur menyerahkan gadis itu kepada kakaknya, kemudian sang kakak langsung membawa gadis itu naik ke atas kuda dan memacunya dengan cepat demi mencari pertolongan.

Sepeninggal kakaknya, Arthur kembali sendirian di hutan. Pikirannya berangsur-angsur jernih, kepanikannya menghilang. Kala itu, ia mampu mengingat wajah gadis yang jatuh dari langit tempo waktu.

Terlepas dari segala luka dan pendarahan yang dialami gadis itu, Arthur dapat melihat kecantikan alami yang terpancar di wajah gadis kecil tersebut.

Sosok gadis yang tetap rupawan meski kondisi fisiknya sudah begitu buruk—seketika membuat Arthur teringat pada seorang Dewi dari mitologi orang-orang seberang.

"Mungkinkah dia adalah seorang Valkyrie?" terka Arthur.

Ia tahu, bahwa perkataannya hanyalah dugaan tanpa dasar, tetapi entah karena alasan apa, ia ingin mempercayai persangkaan tersebut.

_______

Cermin by Daiyasashi

Phantasia CuniculumWhere stories live. Discover now