Tetua

7 3 0
                                    

Singkat saja waktu berlalu, semua berubah begitu cepat. Daun-daun yang menghias kepala ini kembali menjadi merah dan berguguran, tidak lama lagi akan berganti menjadi satu dahan menyendiri di bawah pelukan angin yang menghias awan. Menunggu semua itu terjadi, tidak butuh waktu lama, aku hanya menutup mata sejenak dan segalanya berubah.

Wajah-wajah itu akan berubah juga, mereka yang biasa menatapku dengan tatapan polos dan penuh gairah hidup perlahan diganti tatapan sayu, siap menunggu dijemput pencipta mereka sambil menemaniku sejenak. Waktu terus berjalan, begitu cepat hingga aku tidak sanggup menyimak. Mereka menyebutku sebagai saksi sejarah, tapi aku sendiri tidak pernah tahu apa yang terjadi dalam jarak beberapa meter di depan sana.

Mereka menyebutku sebagai tumbuhan keramat yang harus dijaga, di tengah negeri yang dipenuhi awan ini, hanya aku berdiri tegak menyaksikan jatuh bangunnya beberapa kerajaan yang pernah berjaya. Namun, semua hanya sebatas cerita yang mereka sebarkan ketika berdiri di hadapanku. Nyatanya, aku tidak lain dari sebatang pohon besar di atas tanah.

Kulihat angin berembus kencang, membelai pelan dedaunan merah di kepalaku, beberapa telah melepaskan diri dan menari bersama awan-awan. Menantikan masa hidup berakhir setelah ini selagi aku hanya diam dan menunggu.

Inilah pohon keramat yang melindungi kita dari segala ancaman.” Kalimat yang selalu dilontarkan kepadaku setiap kali ada wajah-wajah baru muncul, meski sebagian kukenal, aku tidak pernah tahu nama mereka. “Hormatilah dia, karena nasibmu bergantung pada kasih sayangnya.”

Mereka lalu berlutut dan menyerahkan harta benda yang dimiliki, bersorak-sorai ketika esok hari semua berjalan sesuai kehendaknya, padahal aku tidak menemukan nasib negeri ini maupun keadaan hidup mereka. Namun, wajah-wajah itu selalu tampak menatapku dengan penuh harapan, mengira semua kejadian di langit luas ini ada pada kendaliku.

Aku hanya pohon tua yang menunggu waktu hidup ini habis, menyaksikan apa yang hanya terpampang di depan tanpa terlalu tahu apa makna di balik setiap kejadian. Jika semua itu bergantung padaku, harusnya negeri di antara langit ini telah lama berjaya, bukan jadi tempat kosong berisikan wajah-wajah sendu yang mengharapkan perlindungan dari seorang hamba.

Kala badai petir menyapu habis negeri yang dilapisi awan, mereka menjerit ketakutan, mengira aku telah murka atas tindakan mereka. Meski bersusah payah menyerahkan segalanya, sampai menghilangkan nyawa agar aku tenang, semua itu tiada gunanya. Aku tidak pernah dan tidak akan menjadi pengendali utama dalam nasib suatu negeri, melainkan kaum yang menetap di sana bertanggungjawab atas semua itu.

Kala negeri di antara langit ini runtuh, akan lahir kaum baru yang kemungkinan melakukan tindakan sama dengan para pendahulunya. Mengira pohon tua ini akan menjaga negeri ini dari bahaya. Namun, kini yang tersisa di depanku hanya raga tanpa jiwa terkapar, wajah-wajah sama yang berharap sebuah pohon tua dapat melindunginya dari kematian sekali pun.

_______

Cermin by KiprangNovel323

Phantasia CuniculumWhere stories live. Discover now