04 | Millennium Bridge

153 43 40
                                    

"Jadi dia gadis yang membuatku ingin hidup kembali menjadi burung?"

Itu dia. Mimpi burukku. Cepat atau lambat, Daniel pasti akan mengungkit kehadiran Zevania. Dia selalu bertanya-tanya mengapa dari sekian banyak foto yang telah kuambil, aku hanya memajang foto sepasang burung yang terbang bebas di ruang kerjaku. Foto itu diambil sepuluh tahun lalu menggunakan kamera milik Annika. Sebenarnya aku hanya sok memberikan filosofi makna di balik fotonya. Namun, nyatanya, foto itu memiliki arti lain. Hari ketika aku dan Zevania mengobrol secara empat mata dan saling bertukar cerita berkedok wawancara untuk majalah sekolah.

Aku tidak pernah memberitahu Daniel tentang Zevania, yang dia tahu adalah sepasang burung yang terjebak dalam foto itu melabangkan aku dengan seorang gadis misterius. "Apa saja yang kau bicarakan dengan Zevo?" Daniel adalah adik bungsunya Dad dan hanya berjarak tujuh tahun lebih tua dariku. Kami selalu bicara santai layaknya seorang teman. Daniel memiliki peran yang penting dalam perkembangan seorang Andrew Stanley dalam tujuh tahun terakhir.

"Tidak ada. Hanya seputar galeri," jawab Daniel sambil memilah dokumen dari lemari di ruang kerjanya. Aku kembali ke galeri setelah mengantarkan Zevania ke hotel tempatnya menginap, di daerah Lambeth. "Dan, ya beberapa gosip tentang gadismu itu."

Pipiku terasa memanas mendengar Daniel menyebut Zevania sebagai gadisku. "Apa yang Zevo katakan?" Aku berbaring di atas sofa ruang kerjanya. Kakiku terasa pegal setelah seharian berjalan kaki bersama Zevania. Biasanya aku lebih sering menggunakan tube untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain karena hemat waktu. Namun, bersama Zevania, rasanya sayang kalau menghabiskan sebagai waktu dalam kereta bawah tanah. Apa dia merasa lelah juga? Kelihatannya tidak sama sekali.

Daniel meletakkan kembali beberapa dokumen ke dalam lemari hingga hanya tersisa laptop di atas mejanya. "Kalau kau penasaran kau harus cari tahu langsung dari gadismu."

Memang tidak ada gunanya membujuk Daniel yang keras kepala. Apa juga yang harus kucari tahu kalau kata kuncinya saja aku tidak tahu? Rahasia apa yang mereka simpan dariku?

Kabar buruknya adalah Zevania telah menikah. Tidak mungkin kan? Suaminya pasti ikut pergi dengannya. Plus, tidak ada cincin di jemarinya—jujur itu hal pertama yang kuperhatikan darinya ketika kami bertemu di galeri tadi pagi.

"Saranku kau ambil cuti mulai besok saja." Atasan mana yang menyuruh karyawannya cuti lebih awal demi menemani teman lamanya jalan-jalan? Hanya Daniel. "Temani dia selama di sini. Kau juga akan cuti akhir pekan ini, benar?"

"Bagaimana dengan proyek huniannya?" Tadi pagi aku terkejut karena Daniel tiba-tiba memintaku ke Kensington padahal tadinya aku hanya ingin bersantai di galeri. "Atau proyek dengan aplikasi travel? Bukannya kau memintaku untuk ke kantornya besok?"

"Proyek itu kan masih lama batas waktunya." Daniel mematikan lampu mejanya. Laptopnya juga sudah mati. "Tadi aku hanya iseng supaya kau bisa pergi dengannya. Dan untuk travel, aku yang akan ke sana."

"Bagaimana kau tahu dia bahwa dia bukan orang asing—selain dari Zevo yang bilang dia adalah teman sekolahku?" Terkadang pamanku ini seperti memiliki kekuatan untuk membaca pikiran orang lain. Adam, anaknya Daniel garis miring keponakanku yang masih berusia enam tahun, bilang bahwa dia tidak bisa berbohong pada ayahnya itu.

"Caramu menatapnya berbeda," jawab Daniel. "Tatapan kerinduan yang tidak pernah kau tunjukkan pada siapa pun atau apa pun."

Tatapan kerinduan. Aku tidak tahu bagaimana mataku memancarkan hal seperti itu. Aku tahu bagaimana rasanya merindukan seseorang setelah kehilangan banyak orang di hidupku. Namun, mengapa hanya Zevania yang mendapatkan tatapan kerinduan dariku? Apakah dia menatapku dengan cara yang sama?

Journal: The LessonsWhere stories live. Discover now