09 | River Thames

112 31 55
                                    

"Andrew, I think I'll go by myself tomorrow. You don't need to pick me up. I'll be fine. Thank you for your cooperation. You did a good job." Mulutku mendikte apa yang kutulis di kolom chat nomor Andrew. Aku sudah bertekad untuk menjelajahi London seorang diri pada hari ketiga di sini karena keberadaan Andrew di sisiku semakin lama semakin berbahaya. Tidak baik untuk kesehatan jantung dan mentalku.

Dan, setiap aku bersama Andrew, aku selalu mengucapkan kalimat-kalimat yang seharusnya hanya tersimpan dalam hati. Bukannya aku berkata kasar atau apa, tetapi hal-hal memalukan. Bagaimana bisa aku mengajak Andrew untuk merampok bank? Menyebutnya partner in crime? Pemikiran macam apa itu? Zevania si gadis kriminal.

Selain itu, aku juga mengeluhkan nilai rupiah padanya. Bagaimana pendapat Andrew setelah mendengarnya? Aku adalah gadis materialistis? Maksudnya, ya kita semua memang hidup di zaman serba butuh uang ini. Namun, ayolah, masih banyak topik pembicaraan yang bisa kupilih untuk mengobrol bersama Andrew. Belum saja aku tiba-tiba meracau tentang politik dan kesehatan, membandingkan negaraku dan negaranya lagi.

Dan juga tadi aku tidak sengaja keceplosan bahwa aku menyukai nama Andrew tapi dengan kalimat yang ambigu. I like Andrew? Tidak sepenuhnya salah, sejujurnya, tapi seharusnya tidak dikatakan. Pemilihan katanya yang kurang tepat. Seharusnya: I like your name, Andrew. Aku merutuk diri sendiri satu detik setelah aku mengatakannya. Ditambah aku meracau tentang nama kerajaan Inggris.

Ponselku di genggamanku bergetar. Andrew mengirimkan pesan lebih dahulu sebelum aku menekan tombol kirim. Aku memutar tubuh menjadi tengkurap di atas tempat tidur.

I've planned an itinerary for the whole week. We've spent two days in the North, so we'll explore the South tomorrow. But if you have any other plans, I'm up for it. Just let me know.

Aku segera menghapus pesan yang tadinya ingin kusampaikan pada Andrew. Untungnya belum terkirim karena isinya sangat tidak sopan dibandingkan dengan Andrew yang repot-repot merancang itinerary untukku. Dan apa katanya? Itinerary for the whole week? Dia benar-benar bertekad untuk menemani hari-hariku di London sampai mengambil cuti. Aku jadi merasa tidak enak pada pamannya.

Satu pesan muncul lagi dari Andrew.

Aku menutup wajahku dengan bantal dan berteriak sekerasnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Aku menutup wajahku dengan bantal dan berteriak sekerasnya. Pipiku rasanya memanas. Tidak. Sekujur tubuhku terasa tidak baik-baik saja. Campuran antara panas dan dingin. Semuanya gara-gara Andrew yang menggenggam tanganku sepanjang lagu Wonderwall yang baru kudengar untuk pertama kalinya itu.

Andrew tidak membalas pesannya lagi, jadi aku aku menutup aplikasi Whatsapp dan membuka Spotify. Mencari lagu favorit Andrew.

Oasis - Wonderwall

Kutekan volume hingga mencapai maksimum dan membenamkan diri ke dalam selimut setelah membersihkan diri pasca berkeliling City of London bersama Andrew seharian.

Journal: The LessonsWhere stories live. Discover now