13 | Islington Pt. II

135 40 94
                                    

Rencananya aku memang akan ke Manchester bersama Zevo pada hari-hari terakhir di Inggris—sebelum pulang ke Indonesia. Zevo akan memastikan pekerjaannya bisa ditangani secara remote sehingga dia bisa break untuk menemaniku, atau barangkali aku bisa pergi sendiri. Itu rencana awalnya. Namun, lagi-lagi Andrew memberikan ultimatum bahwa dia akan membawaku ke Manchester. Bukan hanya untuk mengunjungi Stadion Old Trafford, rumahnya Manchester United, melainkan menghadiri ke pernikahan kakaknya. Pertemuan dengan ibunya saja sudah membuatku keringat dingin, apalagi bertemu dengan keluarga besarnya?

Aku sudah dengar dari Annika bahwa Kate sudah tidak berpacaran dengan Julian sejak keluarga Alanen pindah ke Finlandia. Kini aku mendengar cerita dari Andrew tentang pertemuan kakaknya dengan calon iparnya yang bernama James. Mereka bertemu di Paris empat tahun silam. Kate bekerja sebagai desainer di sebuah butik ternama, sementara James bekerja di bagian marketing and sales salah satu kliennya. Aku bertanya pada Andrew alasan mereka menikah di Manchester, jawabannya adalah karena James juga asli Manchester. Mereka ingin kota itu jadi kota spesial bagi keduanya.

"Nanti Kate dan James akan tinggal di Paris, London, atau Manchester?" tanyaku saat kami memasuki halaman depan Islington Secondary School, bangunan paling bersejarah di London bagiku.

"Paris. Mereka hanya menikah di Manchester tapi setelah itu kembali ke Paris lagi." Andrew mendorong pintu utama sekolah dan pintunya dan membiarkanku masuk terlebih dahulu. Dia sudah mendapatkan izin berkunjung pada penjaga keamanan yang berjaga. Sekolah diliburkan selama musim panas, tidak ada aktivitas. "Kate tinggal di Paris sementara aku setidaknya sebulan sekali pergi ke luar kota atau negeri. Itu alasanku tinggal bersama ibuku. Kalau menyewa rumah, sayang karena sering ditinggal jadi tidak terurus juga."

Aku tertawa mendengarnya, tidak menyangka Andrew akan mengangkat kembali topik tinggal serumah dengan ibunya. "Aku mengerti, Andrew. Masih tinggal bersama ibumu bukan hal yang aneh atau buruk—paling tidak di negaraku. Sudah kubilang kan aku juga masih tinggal bersama ibuku? Bahkan Zevo juga."

Andrew diam saja, hanya tersenyum canggung padaku. Aneh sekali. Seolah-olah dia takut aku memandangnya tidak normal hanya karena masih serumah dengan ibunya. Kudengar juga biaya sewa rumah di London itu sinting. Lebih baik uangnya untuk hal lain kalau masih ada tempat tinggal sendiri.

"Kalau kau bisa tinggal di London, borough mana yang akan kau pilih?" Andrew lagi-lagi menanyakan what-if question, seperti yang dilakukannya di Tower Bridge dua hari yang lalu. Kami berjalan bersisian menyusuri lorong sekolah yang sepi, yang terdengar hanya derap langkah kaki yang menggema.

"Any borough?" Aku berpikir keras meski ini hanya pertanyaan pengandaian. Borough adalah sebutan wilayah administrasi London yang berjumlah 32. Mungkin kalau di Indonesia setara dengan kecamatan. Entahlah. Aku selalu menganggapnya seperti itu. Contoh borough adalah Islington ini. Kecamatan Islington.

"Kensington and Chelsea." Andrew sok menebak jawabanku yang sebenarnya memang terlintas dalam benakku. Pasti karena melihatku bersemangat melihat-lihat rumah di sana. Daerah posh atau mewah. Tabunganku yang menipis ini mana cukup untuk tinggal di sana.

Aku tidak akan membiarkan Andrew merasa tahu isi pikiranku. "Salah."

"Lantas apa?"

Kalau aku jawab Islington, bagaimana reaksi Andrew?

"Entahlah. Semua borough oke buatku."

Andrew tergelak mendengarnya, seakan-akan sudah menebak aku akan menjawab itu. Ya, memang sepertinya pikiranku mudah dibaca sekeras apa pun aku mencoba untuk tertutup.

Layaknya alumni yang mengunjungi sekolah lamanya, Andrew dan aku berkeliling. Sesekali bercerita tentang masa lalu. Kelas favorit, kelas paling tidak favorit. Guru terbaik, guru paling dihindari. Andrew lebih banyak bertanya padaku, mengingatkanku pada perkataan Keira tadi malam di pub. Katanya Andrew yang sekarang merupakan bentukan June Raven, mantan pacarnya. Aku memang merasakan ada yang beda dari Andrew yang kukenal dulu. Pasti June Raven itu merupakan sosok yang penting bagi kehidupan seorang Andrew Stanley hingga berhasil mengubah dirinya.

Journal: The LessonsWhere stories live. Discover now