Chapter 5

3.2K 407 11
                                    

Sang pemilik mata indah ini mendengar beberapa pengayun langkah, ada sekitar dua orang di depannya dan satu orang lagi di sampingnya. Mereka berbincang banyak hal, tentang penjepit rambut, lipstik dan bedak keluaran terbaru. Tawa-tawa itu terdengar cukup kuat saat salah satu dari remaja wanita di depannya mengatakan dia akan menggunakan semua yang dibeli untuk menemui pasangannya malam ini. Becca hanya mendengar tanpa memikirkan, sebenarnya pikirannya tidak berada pada kisah remaja itu, dia masih menghitung jalan pulang angka demi angka.

Namun, apa yang dikatakan oleh salah satu remaja itu membuatnya berhenti menghitung, perhatian terpusat seketika. "Lihatlah, bukankah itu keluaran terbaru bulan ini, gaun itu sangat cantik." Tertawa lagi, dan satu remaja lainnya menyambung tawa dan berkata, "Aku tak ingin gaun pernikahan putih, bolehkah berwarna merah saja?" Tawa itu tiada henti.

Hingga suara-suara itu agak terdengar samar, Becca berhenti, tongkat putih itu juga ikut terdiam. Dia menyamakan tempat saat remaja itu mengatakan lihatlah, Becca melangkah mundur sekitar dua langkah. Dia masih menghadap jalan, tampak ragu untuk berdiri di depan patung gaun itu. Becca menghela napas sejenak, dan perlahan dia menghadap ke kiri, mencoba menangkap siluet buram dari patung itu. Namun, semua cahaya putih dalam pandangannya tak membuatnya bisa melihat gaun itu dengan baik.

Becca berjalan satu langkah hampir mendekati pembatas kaca, dia ingin melihat, tapi tak bisa. Gaun.

Sementara Freen..

Freen sudah agak jauh dari restoran itu, dia berjalan kaki di sekitar Gangnam, namun dia merasakan ada yang mengikutinya. Tanpa basa-basi, Freen menghubungi neneknya.

"Hallo Freen?" Neneknya mengangkat panggilannya dengan cepat, tampaknya ingin mengetahui perkembangan kencan buta itu dari cucunya, walaupun Freen tau, neneknya sudah mendengar semuanya

Freen membuang napas dengan paksa, dia berkata dengan sedikit kecewa, "Nek, jika nenek memantau kehidupanku seperti hari ini lagi, aku tak ingin memenuhi janji itu. Aku akan pergi ke luar negeri secepatnya." Freen masih berjalan, dia tau yang mengikutinya adalah bawahan neneknya.

Neneknya terdiam sesaat, lalu berkata, "Baiklah, nenek tidak akan melakukan itu lagi." Suara neneknya seperti anak yang baru sudah di marahi, penurut.

Menghela napas lagi, Freen berkata, "Setidaknya biarkan aku tenang di Korea, nek."

"Mm. Bukankah nenek bilang baiklah?" Nenek tampak sedikit marah, lalu berkata lagi, "Nenek hanya ingin tau kehidupanmu, Freen. Kamu jarang bercerita hal lain selain makanan." Suara keluhan nenek terdengar jelas. Nyonya Yoonha terdengar menambah alasan dari ulahnya, takut disalahkan lebih jauh.

"Apapun itu, jangan mengikutiku lagi. Itu saja, Nek." Freen mematikan panggilan. Dia tidak mau diikuti seperti ini, sangat membuatnya terganggu.

Freen berjalan di Cheongdam-dong, apartemennya di sekitaran area ini. Tak ada orang, sepi. Mobil-mobil bersusun rapi di pinggir jalan itu, tampaknya di distrik gangnam ini tak ada yang berjalan kaki seperti Freen, semua orang menggunakan kendaraan pribadi.

Namun, itu bukan masalah untuk Freen, dia sudah terbiasa. Dia menikmati jalanan tanpa manusia kali ini, sunyi. Tapi kelihatannya, toko-toko itu masih bertulis buka. Freen mengabaikannya, dia hanya berjalan saja, dia ingin pulang.

Tiba-tiba, mata Freen sedikit menyipit, seolah ingin memperjelas apa yang dia lihat dari kejauhan. "Oh?" Dia..

Ternyata seorang wanita yang dia impi-impikan semalaman sedang berada di jalan yang sama, wanita itu menatap tidak tau apa. Freen masih sangat jauh, tapi dia bisa mengenal rambut pendek dan tongkat putih itu, siapa lagi kalau bukan Rebecca.

DOT OF LIFE - FREENBECKYWhere stories live. Discover now