Chapter 13

3.3K 368 65
                                    

Kotamadya Interlake, Swiss

"Kita bisa melewati tahap ini jika kamu menjawab semua pertanyaan itu Freen." Kata wanita paruh baya dengan tatapan kasih sayang, dia menyayangi Freen seperti anaknya sendiri. Bahkan dia rela mengikuti saran dari nenek Freen untuk pindah ke daerah yang tenang ini, kota yang hampir tak ada polusi kendaraan. Neneknya sungguh khawatir akan trauma yang dialami Freen saat dulu. Nyonya Yoonha tak sanggup melihat cucunya seperti itu lagi, sangat memilukan. Neneknya ingin Freen melupakan semua kejadian itu, dan kembali ceria seperti dulu lagi.

Dokter ini hanya meminta Freen untuk menceritakan kembali semua yang terjadi, dengan begitu, menurut dokter Kim, dia bisa menemukan asal trauma Freen dan memberi solusinya. Namun, Freen hanya diam. Meskipun begitu, dokter Kim tidak bisa memaksakan pasiennya untuk mengatakan semua itu.

Nyonya Kim melakukan banyak sesi terapi, tapi tak ada yang berhasil mengatasi traumanya, hingga akhirnya nyonya Kim meminta Freen untuk melukis saja. Semula Freen bisa melukis apapun, dia mengambar dengan baik. Namun, saat foto itu di letakkan di sudut kanvas, Freen mulai begetar dan tak bisa mengendalikan dirinya, seakan semua tubuhnya masih mengingat apa yang dia lihat saat itu, juga, dirinya hanya melihat warna merah saat melihat benda di foto itu, warna lain terabaikan. Setiap kali menyelesaikan lukisan, Freen hampir seperti orang yang tak sadarkan diri.

.........

Nyonya Kim masih terus meminta Freen untuk menceritakan semua itu atau belajar untuk melupakannya. Dengan penuh kesabaran, dia juga tak pernah memarahi atau pun membentak Freen karena keras kepalanya. Dia berusaha untuk selalu menemaninya dari saat Freen di rumah sakit Seoul sampai sekarang. Bahkan, dia sering meninggalkan anaknya, Jisoo.

Freen hampir tak berbicara sedikit pun selama dia berada di samping nyonya Kim. Tidak tau apa sebabnya, tapi Freen merasa semua yang diinginkan oleh neneknya adalah hal yang mustahil.







...........






Kediaman Kim, satu hari yang lalu.

Nyonya kim tidak meminta Freen untuk menemuinya di tempat makan di luar sana. Beliau meminta Freen untuk datang ke rumahnya, dia ingin menunjukkan sesuatu pada Freen. Sementara Freen sedikit ragu, namun pada akhirnya dia mengiyakan ajakan nyonya Kim.

Suasana di meja makan dengan menu daging empuk yang tampak lezat sudah dihidangkan di depan mereka masing-masing. Keduanya masih sibuk memotong daging itu menjadi beberapa bagian, Freen belum bicara semenjak sampai. Pikirannya tidak ke mana-mana, dia hanya fokus mengiris daging tersebut dengan sangat rapi.

"Aku pikir kamu tak akan menemuiku lagi, Freen." Nyonya Kim mulai memecahkan udara kaku, dia belum memakan daging itu, tatapannya masih melihat Freen di hadapannnya. Meja makan cukup besar, muat untuk sembilan orang.

Freen belum menjawab pertanyaan nyonya Kim, dia mulai mengambil potongan daging yang rapi itu dengan garpu, Freen mengunyah dengan pelan dan sedikit mengangguk, enak. Butuh agak lama ibu Jisoo untuk bicara dengan Freen, karena tampaknya dia bahkan tak melihat nyonya Kim, sekarang dia selalu mengisi mulutnya dengan daging-daging itu, perlahan namun pasti, Freen sungguh mengabaikan dokter psikolog senior itu.

Nyonya Kim mengehela napas, dia akhirnya memulai makanan untuk makan siang itu, baginya Freen tidak pernah berubah, selalu mengabaikan perkataannya.

Freen memaksa situasi menjadi hening dalam waktu yang lama, dia tampaknya ingin menyelesaikan steak itu tanpa diganggu dengan percakapan yang merusak suasana. Matanya hanya melekat di piring putih, bahkan si otak jenius pun ikut memikirkan apa saja resep makanan yang sedang dia makan. Mereka berdua sungguh tidak mempedulikan keberadaan nyonya Kim di sana.

DOT OF LIFE - FREENBECKYWhere stories live. Discover now