Ini Chapter 10

113 2 0
                                    

Ajeng pikir, setelah penolakan yang ia berikan pada Alan, cowo itu akan menjauhinya. Karena ya… mungkin saja Alan tidak suka ditolak. Tapi ternyata tidak. Alan malah semakin gencar melakukan pendekatan pada Ajeng, seolah merealisasikan ucapan Ajeng bahwa mereka harus untuk mengenal satu sama lain. Alan ingin mengetahui lebih banyak tentang Ajeng begitupun sebaliknya. Alan, jadi sering bertanya tanya tentang hal yang berkaitan dengan Ajeng yang Ajeng jawab dengan senang hati.

Hal-hal yang disukainya dan tidak disukainya, hobby, cita-cita, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan lain sebagainya. Alan sepertinya sudah mengetahui banyak tentang Ajeng. Tapi Ajeng sendiri… anehnya belum tahu banyak tentang Alan. Bukan karena Ajeng tidak mau, tapi karena Alam bilang, Ajeng belum saatnya mengetahui apapun tentang Alan.

Tapi tidak apa-apa. Bukankah semua butuh waktu? Saatnya nanti, Ajeng yakin Alan akan menjadi lebih terbuka padanya. Dia akan menceritakan semua pada dirinya. Bahkan hal pribadi sekalipun. Dan sepertinya, hal ini terwujud ketika Ajeng hendak diperkenalkan kepada nenek Alan dan juga teman-teman Alan, yaitu Dodit dan Roni.

Saat Alan mengatakan keinginannya tersebut, Ajeng merasa sangat senang dan menyambut antusias ide tersebut. Ajeng bersemangat ketika dia di ajak untuk mengunjungi rumah nenek Alan di mana katanya, Dodit dan Roni sudah menunggu mereka.

Ini adalah kali pertama Ajeng mengunjungi rumah cowo selain rumah Mika seorang diri. Gugup juga rasanya, tapi tipikal Ajeng yang suka menyembunyikan perasaannya, ia berlagak seolah tidak merasakan hal tersebut di hadapan Alan.

Begitu motor Alan berhenti di halaman rumah nenek Alan dan ia turun, perut Ajeng terasa melilit saking gugup dirinya. Saat Alan bertanya ada dengan,  Ajeng bilang tidak apa-apa.

"Kalau gitu, ayo masuk."

Ajeng akhirnya mengekor Alan melintasi halaman rumah, naik ke teras dan masuk ke dalam rumah nenek Alan. Terus masuk dan sampai ke ruang keluarga di mana Dodit dan Roni berada. Dua cowo itu tengah merokok saat Ajeng tiba dan langsung menghentikan kegiatan mereka tersebut begitu melihat kedatangan Ajeng.

Gelagapan, begitulah Dodit dan Roni. Berdiri bersamaan dan dengan canggung tersenyum pada Ajeng. Ini persis bagaimana ketika mereka ketahuan merokok pada Pak Adin. Bedanya, kali ini Ajeng tidak akan menghukum mereka. Ajeng malahan maklum dengan apa yang Dodit dan Roni lakukan, dan dia pun membalas senyuman teman-teman Alan tersebut.

"Nah, Ajeng… kamu pasti sudah kenal dengan dua anak nakal ini. Dodit dan Roni," kata Alan yang menjadi pembuka pembicaraan di antara mereka.

"Hai, semuanya."

"Hai… Ajeng!" Dodit dan Roni menyahut bersamaan dengan semangatnya. Terkhusus Dodit, dia memutar bola matanya malas setelah menyahut.

"Nah, Ajeng duduk sini dulu… aku mau nyari nenek. Mau kukenalin…."

"Nenek lo pergi tadi," Roni memotong lalu melanjutkan. "Katanya mau ke Jakarta, arisan."

Ini sesuatu yang tidak enak untuk didengar. Alan ingin memperkenalkan Ajeng pada semua terdekatnya karena Alan merasa perlu untuk melakukannya.

"Ya udahlah, Ajeng… kenalannya sama nenek aku lain kali aja ya?"

Sebenarnya Ajeng sangat ingin berkenalan dengan nenek Alan saat ini juga supaya sekalian saja dia kenalan dengan Dodit dan Roni, tapi berhubung nenek Alan sedang pergi, maka Ajeng mengiyakan saja.

"Aku tinggal sebentar ganti baju gak papa kan?"

Ajeng mengangguk-angguk saja. Begitu Alan berjalan menjauh darinya, Ajeng menghela napasnya dan mengakui bahwa dirinya semakin gugup. Selain dengan ayahnya, Mika, dan Alan tentu saja, Ajeng jarang berinteraksi dengan cowo lain. Jadinya, Ajeng tidak tahu harus memulai pembicaraan darimana agar suasana yang baik dapat tercipta di antara dirinya dengan Dodit dan Roni.

Kamu bilang, kamu cinta sama akuWhere stories live. Discover now